Home / Romansa / Kusesali Usai Istriku Pergi / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Kusesali Usai Istriku Pergi: Chapter 71 - Chapter 80

110 Chapters

71. Sebuah Kejanggalan

Sebuah Kejanggalan***“I---iya, ada apa Sania?” jawabku tergagap, entah sudah berapa lama aku larut dalam pikiranku sendiri hingga tidak memperhatikan apa yang Sania dan om Ridho bahas.Sania menarik napas dalam, dia terlihat kesal, mungkin menganggap aku tidak memperhatikannya saat berbicara.“Kita berangkat sekarang, Mas,” jawab Sania, masih dengan nada kesal.Akhirnya aku mengikuti Sania, yang saat itu masuk ke dalam mobil om Ridho. Meskipun aku sendiri tidak tahu harus berbuat apa, terlebih aku juga sama sekali tidak mengetahui rencana apa yang dimiliki oleh om Ridho ataupun Sania. Bukan itu saja yang membuat pikiranku rancu, namun aku teringat dengan rencana yang telah kubuat bersama dengan Rio kemarin. Namun kini, aku justru akan berangkat sendiri ke tempat Andi tanpa memberitahunya. Haruskah aku mengirimkan pesan untuknya dan memberitahu rencanaku saat ini bersama Sania?“Sepertinya kamu sedang memikirkan sesuatu, jangan khawatir, adikmu akan baik-baik saja,” ucap om Ridho sam
Read more

72. Rahma Selamat

Rahma Selamat***“Apa yang akan kalian lakukan padaku …?” tanya Andi gugup.“Aku sudah beberapa kali meminta padamu untuk memberitahu di mana gadis itu, namun kamu memilih diam. Jadi jangan salahkan aku jika harus melakukan ini padamu,” ucap om Ridho, masih dengan tatapan yang menghujam. Perlahan, pria yang baru kukenal itu mencengkeram erat pisau di tangannya, lalu mengangkat tinggi dan Bersiap untuk menghujamkannya ke pangkal paha Andi. Di detik itu, aku memejamkan mata, tidak sanggup melihat apa yang akan dilakukan oleh om Ridho terhadap Andi, meskipun aku sendiri begitu ingin mengoyak tubuhnya, namun untuk melakukan hal itu, sama sekali tidak terlintas dalam pikiranku. “Argh ….!” Andi berteriak lantang dan penuh kesakitan begitu aku memalingkan wajah.“Ampun … jangan lakukan ini padaku, aku---aku akan membertitahukannya padamu,” ucap Andi dengan suara tergagap. Aku yang semula memalingkan wajah, menoleh ke arah mereka dan mulai menerka, apa yang akan dikatakan Andi selanjutnya.
Read more

73. Alya Salah Paham

Alya Salah Paham***“Andra, bapak akan ke ruangan dokter bersama ibu, tolong kamu jaga sebentar adikmu,” ucap bapak sambil menepuk pelan pundakku, hingga membuat lamunanku buyar.“I---iya, Pak,” jawabku gugup, lalu aku melihat ponsel yang masih kupegang dengan Rio di ujung telepon.“Andra … apakah terjadi sesuatu dengan Rahma?” tanya Rio, sepertinya dia tadi mendengar ucapan bapak saat berbicara denganku.“Oh, tentu saja sesuatu terjadi pada Rahma, dan kamu juga tahu apa yang dialaminya,” jawabku kemudian, berusaha, menepis segala prasangka yang kini memenuhi isi kepala.“Ah … aku tidak tahu harus berbicara apa denganmu. Sepertinya saat ini emosi dan mood kamu sedang tidaak baik, hingga membuatmu mudah tersinggung. Selain itu, kamu juga tidak memberitahu apa yang terjadi pada Rahma, hingga tidak menghubungiku sama sekali semalam. Padahal aku sudah menunggumu dengan rencana yang telah kita susun sebelumnya, tapi … sudahlah.” Ada kekecewaan dari nada bicara Rio, kusadari, aku pun mempu
Read more

74. Masalah Baru

Masalah Baru***“Sania, Sania ….” Aku memanggil Sania pelan begitu aku mengangkat tubuh ringkihnya dan merebahkannya di atas sofa. “Suci, tolong ambilkan minyak kayu putih.” Pintaku pada Suci, segera wanita itu berlari ke dalam dan kembali dalam beberapa saat sambil membawa botol minyak kayu putih. Dan dengan cekatan, Suci mengoles minyak kayu putih di kening dan hidung Sania, untuk merangsang Indera penciumannya.Aku mengeluarkan ponsel dari saku baju, mencari nomor tante Mutia untuk memberitahukan paddanya tentang kondisi Sania. Sejenak aku ragu, haruskah kukatakan pada tante Mutia tentang Sania? Akhirnya aku kembali memasukkan ponsel ke dalam saku, urung untuk memberitahu tante Sania dan berpikir, mungkin lebih baik jika aku menelepon Alya.Kukeluarkan kembali ponsel, dan mencoba untuk menelepon nomor Alya. Namun setelah beberapa kali mencoba, aku harus menelan kekecewaan, karena Alya mematikan ponselnya. Tanpa berpikir panjang, kuraih kunci mobil yang tergeletak di atas meja, be
Read more

75. Lebih Baik Berpisah

Lebih Baik Berpisah***“Kamu masih mencintainya, kan, Mas?” Alya mengulang kalimatnya. Dadaku tiba-tiba terasa sesak, tidak tahu harus dari mana aku menjelaskan pada Alya apa yang sebenarnya terjadi, tentang kedatangan Sania ke rumah, yang aku sendiri tidak pernah menduga dia akan begitu nekat datang ke rumahku, mengingat kondisi tubuhnya yang begitu lemah dan harus tergantung dengan obat agar tetap membuatnya bertahan hidup. Ingin sekali aku menjelaskan pada Alya, kalau hubunganku dengan Sania hanya sebatas teman, seperti yang pernah kuceritakan padanya, namun semua kalimat itu hanya sebatas angan-angan dan tidak pernah keluar dari mulutku.“Kamu hanya salah paham saja, apa yang kamu dengar dari Sania, tidak semuanya benar,” ucapku sejurus kemudian, sebuah kalimat yang sama seperti yang kukatakan sebelumnya.Terdengar Alya menarik napas dalam, lalu mengembuskannya pelan. Lalu dia mengarahkan pandangannya ke samping, seolah enggan untuk menatap wajahku. Apakah saat ini aku terlihat
Read more

76. pilihan Yang Sulit

Pilihan Yang Sulit***Tanpa berpikir lebih lama, aku langsung menyambar kunci mobil dan melajukannya menuju rumah sakit yang dimaksud oleh tante Mutia. Mendengar Sania dibawa ke rumah sakit dalam keadaan tidak sadarkan diri, membuatku begitu cemas, hingga mampu mengantikan perasaan dilema yang kualami karena hubunganku dengan Alya.“Andra, Sania … dia di sana,” ucap tante Mutia saat melihatku datang, dia membawaku ke sebuah ruangan di mana Sania dirawat. “Bagaimana keadaannya, Tante?” Tanyaku sambil melihat Sania dari jendela kaca. Wanita yang berdiri di sebelahku ini menggeleng lemah, kemudian punggung tangannya menghapus air mata yang mulai membasahi kedua pipinya.“Kamu sendiri tahu, kan, kondisinya. Kalau kesempatan Sania untuk hidup kecil, tante sangat takut ….” Ucap tante Mutia dengan suara bergetar, bukan itu saja, bahkan kini tubuhnya ikut bergetar karena menangis.Kuusap lembut punggung tante Mutia, mencoba memberikan kekuatan untuknya agar kuat menerima segala kemungkin
Read more

77. Rencana Nikah Kontrak

Rencana Nikah Kontrak***Tepukan di punggung membuatku kaget sekaligus penasaran hingga serta merta membuatku menoleh, melihat ke arah suara. Kudapati Rio yang menatapku heran, lalu dia bertanya, “Sudah mau pergi?”“Iya, begitulah, kamu sendiri?” ucapku sambil melihat dan memastikan kalau dia memang datang sendiri.“Seperti yang kamu lihat,” jawabnya sambil menarik kursi dan mengempas bobot tubuhnya kasar di atasnya. “Apakah kamu ada urusan? Kalau tidak ada, temanilah aku ngobrol. Aku butuh seseorang untuk mendengarkanku.”Rio melanjutkan bicara, sambil menarik kursi yang ada di sebelahnya agar aku duduk di sana. Meskipun dengan sedikit berat hati, aku kembali meletakkan bobot tubuhku di sana. Dengan begitu, aku bisa berbicara dengan Rio secara langsung, membahas sesuatu yang sempat tertunda beberapa waktu yang lalu, mungkin aku juga akan meminta maaf padanya karena tidak memberi kabar di hari di mana kami berencana membebaskan Rahma waktu itu. Mungkin dengan berbicara dengan Rio, a
Read more

78. Siapa Dini?

Siapa Dini?***Pertemuanku dengan Rio, membuatku berpikir tentang banyak hal tentang sesuatu yang selama ini tidak sekalipun terbersit dalam pikiranku. Selama ini aku selalu berpikir, hidup yang kujalani sangat keras dan berliku. Aku juga selalu melihat dan sering merasa iri atas kehidupan mereka, orang-orang yang kuanggap beruntung karena mereka selalu menunjukkan sisi bahagia ketika bersamaku. Namun sejak mendengar cerita Rio, padanganku tentang semua itu berubah. Apa yang kulihat, tidaklah selalu sama dengan kenyataan hidup yang sedang mereka hadapi.Hal itu mengingatkanku akan kalimat Rio yang pernah dia ucapkan padaku saat itu, ketika aku baru saja kehilangan Laila. Dia mengatakan kalau aku adalah tipe orang yang kurang berempathy, tidak perduli dengan keadaan orang lain dan cenderung egois karena terlalu memikirkan diri sendiri, sehingga aku sering melewatkan kesedihan dan kesusahan yang sedang dihadapi oleh mereka, bahkan orang terdekatku sekalipun sering kuabaikan, karena ket
Read more

79. Namanya Dini

Namanya Dini***Bergegas aku menuju rak untuk mengambil sesuatu, lebih tepatnya, agar aku bisa melihat dengan jelas gadis yang bernama Dini. Meskipun ini terkesan konyol, karena sengaja untuk mencari tahu seseorang dengan menguping pembicaraan mereka. Bukan itu saja, aku juga sengaja mencuri pandang ke arahnya. Ini benar-benar gila, padahal bisa saja dia adalah orang yang berbeda dan kebetulan saja memiliki nama yang sama dengan nama gadis yang sempat disebutkan oleh Rio kemarin.Dari tempatku berdiri, aku berusaha melihat dengan jelas wajah gadis bernama Dini itu. Tidak ada yang istimewa dengannya, dari apa yang kulihat, dia tidak berbeda dengan gadis lainnya. Seorang gadis muda, mungkin seumuran dengan Alya, dengan make up tipis menghiasi wajahnya yang sedikit tirus dan pucat. Atau … mungkin kulitnya memang sangat putih sehingga cenderung terkesan pucat? Ah … kenapa aku harus memperhatikannya sampai begitu detail? Ini gila!Aku membuang napas kasar saat meninggalkan mini market, se
Read more

80. Sebuah Kebetulan?

Sebuah Kebetulan? --- “Mas Andra kenal?” tanya Alya sekali lagi.Aku tertegun, ada sebuah keraguan di hati. Apakah aku akan menceritakan apa yang kuketahui atau tetap berpura-pura tidak mengetahui apa-apa? Namun, bukankah ini kesempatan yang baik untukku agar aku bisa kembali menjalin komunikasi dengannya? Setidaknya untuk saat ini, ketika dia berada di dekatku. “Alya, sebenarnya… ada sesuatu yang ingin Mas ceritakan padamu,” kataku ragu. Kulihat Alya mengernyitkan dahi sambil menyilangkan kedua tangan di depan dada. Dia seolah sedang memikirkan sesuatu.“Apakah itu tentang kita? Kalau Mas Andra ingin membahas itu, sebaiknya jangan usah,” ucapnya kemudian.Aku menghela nafas panjang, benar sekali dugaanku, Alya masih belum siap membahas apa pun yang berhubungan dengan hubungan kami. Dan cara terbaik agar bersedia berbicara denganku adalah membahas sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan kami. “Bukan, Alya, tapi ini tentang Rio,” jawabku. Kulihat ekspresi wajah Alya sedikit berubah
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status