Semua Bab Kusesali Usai Istriku Pergi: Bab 91 - Bab 100

110 Bab

91. Kisah Sang Pengawal

Kisah Sang Pengawal***"Bodoh!" Umpat lelaki itu, kemudian dia membalikkan tubuh. Namun buru-buru dia menoleh ke arah kami, dengan sedikit menggerakkan kelapanya, lelaki itu meminta kami untuk mengikutinya.Aku menarik napas lega, ternyata lelaki itu tidak melakukan apa-apa kepada Rio. Dia mungkin kurang suka dengan cara kami bertanya padanya. Apapun alasannya, aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk bertanya dan menggali informasi sebanyak mungkin tentang Sania dan om Ridho, karena aku yakin, pak Rohman mengetahui banyak informasi tentang mereka.Kami duduk di kursi rotan yang ada di tengah ruangan, bunyi berdecit ketika aku meletakkan bobot di atasnya. Setelah itu, duduk diam, seperti anak kecil yang ketahuan mencuri oleh ayahnya."Kalian yakin, kalau temannya Reni?" Tanyanya membuka percakapan.Sudah kepalang tanggung, tidak mungkin aku mengatakan padanya kalau Reni adalah teman kami, dia pasti mengetahui siapa saja teman anaknya tersebut. Dan satu-satunya jalan adalah, mem
Baca selengkapnya

92. Hanna Diculik

Hanna Diculik***Suci tidak menjawab, bahkan kini tubuhnya juga tidak bergerak. Rasa takut dan panik campur aduk jadi satu.Siapa sebenarnya yang membawa Hanna pergi, lalu, di mana Alya? Kenapa dia juga tidak memberi kabar apapun padaku?Ya Tuhan ... apa sebenarnya yang terjadi pada mereka?Kurasakan sendi di tubuhku menjadi lemas ketika mendengar Suci mengatakan kalau Hanna dibawa pergi, sementara dia ditinggalkan di rumah dalam keadaan tubuh penuh luka. Dengan tangan gemetar, segera kupanggil ambulan, tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada Suci.Dengan sedikit terseok, aku berjalan menuju dapur untuk mengambil air minum dan meninggal tubuh Suci yang tidak sadarkan diri tergeletak di tempatnya. Bahkan ketika menuangkan air ke dalam gelas, hampir saja tumpah karena tangan yang masih gemetar.Setelah beberapa saat, ketika aku sudah bisa menguasai emosi dan menenangkan diri, aku menelepon Gery. Saat ini, dia lah orang yang tepat untuk kumintai pertolongan."Gery ... anakku diculik
Baca selengkapnya

93. Keberadaan Alya

Keberadaan Alya***"Di mana dia sekarang?" Rio mengulangi pertanyaannya."Aku butuh bantuanmu, Rio. Bersiaplah, aku akan menjemputmu, nanti kujelaskan dalam perjalanan." Kembali kukirim pesan suara pada Rio, setelah itu, aku bergegas keluar menuju mobil untuk menjemput Rio.Dalam perjalanan, aku menyempatkan untuk menelepon Mas Ilham. Bagaimanapun juga, dia adalah kakak dari Alya sekaligus om dari anakku, Hanna. Dengan begitu, aku bisa mendapatkan bantuan dari banyak orang, karena kasus ini terlalu berat jika harus kutanggung sendirian, terlebih Hanna, dia masih terlalu kecil untuk terlibat dalam masalah orang dewasa. Aku tidak habis pikir, kenapa para bedebah itu sampai hati melibatkan anak kecil seperti Hanna."Halo, ada apa Ndra? Hanna sehat?" Tanya Mas Ilham begitu sambungan telepon terhubung."Mas ... sebenarnya aku ingin memberi kabar tentang Hanna, juga Alya," jawabku ragu."Apa yang terjadi pada Hanna, apakah dia sakit? Lalu Alya, kenapa dia?" Cecarnya.Aku tidak tahu harus m
Baca selengkapnya

94. Menyelamatkan Hanna dan Dini

Menyelamatkan Hanna dan Dini***Terlihat seseorang keluar dari mobil yang baru saja berhenti tidak jauh dari kami. Namun aku tidak tahu siapa, Karena kami berada di sisi lain.Kulihat Rio memintaku untuk tidak bersuara, sementara siapa dia mengendap-endap untuk melihat seseorang yang baru datang tadi.Rio berjalan sambil berjongkok, kemudian dia melongokkan kepala melihat ke arah sosok tersebut. Suara langkah kaki mendekat, dan berhenti tepat di belakangku, untuk beberapa saat, aku menahan napas."Alya, Alya...apa yang terjadi padanya? Di mana Hanna?" Tanyanya dengan suara panik.Belum sempat aku menoleh untuk melihat orang siapa tersebut, kulihat Mas Ilham menerjang dan memeluk Alya yang terbaring di atas pangkuanku.Dia mengejutkan tubuh Alya sambil memanggil namanya.“Mas Ilham, Alya baik-baik saja,” kataku lirih."Baik-baik saja katamu, kamu tidak melihat kondisinya sekarang?!" Mas Ilham menarik kerah bajuku, sepertinya dia sangat marah melihat kondisi Alya, dan ingin melampias
Baca selengkapnya

95. Pengorbanan Sania

Pengorbanan Sania***"Jangan, hentikan!" Teriaknya.Teriakan dari seseorang yang suaranya sudah sangat aku hafal.Untuk memastikan siapa pemilik suara itu, aku berusaha bangkit dan melihat ke arah suara tersebut.Di dekatku, Sania berdiri sambil memegang perutnya. Wajahnya terlihat semakin pucat, dan dari perut yang dipegang, merembes cairan berwarna merah--darah."Sania, Sania ... apa yang telah kamu lakukan?" Vito berlari ke arah Sania, dia terlihat panik melihat Sania terluka dan berdarah. Sementara itu, lelaki bertubuh kekar yang tadi hendak menikam Alya dengan pisau, mundur beberapa langkah. Tangannya gemetar, hingga pisau yang dipegangnya terjatuh. "Apa yang telah kamu lakukan pada Sania? Dasar bodoh!" Umpat Vito disertai dengan tinju yang mengarah ke wajahku anak buahnya."Ma--maafkan saya, Bos. Saya tidak tahu kalau dia akan berlari ke sini," ucap pria itu berusaha menjelaskan.Tidak terima dengan penjelasan anak buahnya, Vito kembali menghajarnya. Aku tidak menyia-nyiakan
Baca selengkapnya

96. Terima Kasih Sania

Terima Kasih, Sania***"Bagaimana keadaanmu, Alya?" Tanyaku sesaat setelah gadis itu membuka kedua matanya. Bola matanya berputar memindai seluruh ruangan, dia terlihat sedikit bingung. Lalu pandangannya terhenti padaku"Mas, aku di mana?" Tanya Alya sambil meraba kepalanya, dia meringis kesakitan. Mungkin kepalanya masih terasa nyeri akibat dihantam benda tumpul berkali-kali kemarin."Syukurlah, kamu sudah sadar," jawabku. "Kamu saat ini sedang berada di rumah sakit setelah sehari tidak sadarkan diri." Aku melanjutkan.Alya termenung, dia terlihat sedang mengingat sesuatu. Mungkin kejadian terakhir yang dia ingat sebelum jatuh pingsan."Beristirahatlah, jangan banyak bergerak dulu," kataku saat melihat dia berusaha untuk duduk, kemudian memintanya untuk kembali berbaring."Hanna, di mana dia dan bagaimana keadaannya, Mas? Apakah dia baik-baik saja?" Cecar Alya.Rupanya dia sedang mengkhawatirkan keadaan Hanna, meskipun dirinya dalam keadaan tidak baik-baik saja.Bahkan kemarin, dia
Baca selengkapnya

97. Semoga Tenang di Sana

Semoga Tenang di Sana***"Sania ... Sania," aku beberapa kali memanggil namanya seperti orang yang kehilangan akal."Andra, apa yang kamu lakukan? Apakah kamu ingin orang-orang itu menganggap dirimu gila?!"Rio menarik tanganku kasar hingga membuatku tersentak. Aku mengusap wajah kasar sembari berjalan mondar-mandir, sementara itu, Rio menatapku dari tempatnya berdiri dengan tatapan yang---entah."Ikut denganku!" Sentak Rio.Dia menarik tanganku kasar, dan aku hanya mampu mengikuti langkahnya tanpa tahu ke mana dia akan membawaku. Hingga akhirnya kami berhenti di depan sebuah ruangan, dari sorot matanya, sepertinya dia sedang memberitahuku, kalau di dalam sanalah Sania berada.Perlahan, aku mendekat ke arah jendela kaca untuk melihat ke dalam. Di dalam sana, kulihat Tante Mutia sedang duduk di sebelah tempat tidur, terlihat wanita itu sedang berdoa, hal itu terlihat dari buku yang dipegangnya, sebuah Alkitab, sementara di tangan kanannya, sebuah rosario digenggamnya erat. Sebuah pema
Baca selengkapnya

98. Titik Terang

Titik Terang***Setelah ikut mengantarkan Sania ke tempat peristirahatan terakhir, aku sengaja tinggal di sana lebih lama, menunggu orang-orang pulang semua.Tante Mutia mengusap batu nisan yang bertuliskan nama Sania, juga meletakkan seikat mawar merah di dekatnya. Bunga itu kesukaan Sania, aku dulu sering membelikan untuknya setiap kali dia merajuk denganku.Aku menuntun Tante Mutia menuju mobil, ketika hendak masuk ke dalam, wanita itu berkata, "Sebaiknya Tante naik taksi saja, Andra.""Mana bisa begitu, Tante, di sini tidak ada taksi. Lagipula, saya memang sengaja ingin mengantarkan Tante pulang karena ada sesuatu yang ingin saya bicarakan," kataku.Wanita itu tertegun sejenak, lalu dia masuk ke dalam mobil.Aku menarik napas lega, setidaknya, aku mempunyai kesempatan untuk berbicara dengannya tentang beberapa hal, sesuatu yang mungkin tidak seharusnya aku tanyakan nanti, mengingat dia masih dalam suasana berduka dan baru saja kehilangan.Tante Sania mempersilahkan aku duduk, sem
Baca selengkapnya

99. Ada Apa?

Ada Apa?***"Kalian kapan?" Pertanyaan Sini kemarin masih terngiang di telinga. Alya yang mendengar pertanyaan Dini, mengalihkan perhatian saya. Dari sorot matanya, aku seperti melihat sesuatu di sana. Saat aku mencoba menyelam ke dalamnya, Alya buru-buru mengalihkan pandanganya, seolah tidak ingin aku mengetahui apa yang tersimpan di dalam sana.Dengan sedikit canggung, dia mencoba tersenyum untuk menjawab pertanyaan Dini. Senyuman Alya begitu manis, namun entah kenapa, aku merasakan kalau dia sedang menyimpan sebuah kegetiran. Ingin sekali aku bertanya tentang semuanya, sehingga membuatnya terlihat begitu gundah, namun aku tidak tahu, harus dari mana memulainya. "Aku ingin kalian berdua datang sebagai tamu istimewa sekaligus saksi dalam pernikahan kami nanti. Karena itu juga yang diinginkan oleh Mas Rio," ucap Dini pada kami sebelum dia pamit pulang.Di luar, terdengar suara riuh orang yang sedang berbicara. Aku yakin itu adalah suara anak-anak dan juga ibu serta Rahma.Melihat
Baca selengkapnya

100. Bertemu Nirmala

Bertemu Nirmala****Pertemuanku dengan Rio, yang diharapkan bisa mengurangi rasa gamang, justru membuatku semakin merasa gamang. Apa yang dikatakannya berhasil membuatku tidak bisa tidur semalaman, terlebih ketika aku mengingat kata-kata yang diucapkan untuk, "Apakah aku yakin?"Bukan karena aku tidak yakin dengan cinta Alya, ataupun keinginanku untuk menikah dengannya. Namun, aku adalah pria normal, dan saat ini menyandang status duda hampir dua tahun. Jika selama ini aku mampu melalui hari-hariku tanpa terbebani dengan keinginan lelakiku, bukan berarti aku telah lupa atau kehilangan hasrat lelakiku, semua itu karena aku lebih memilih untuk menenggelamkan diriku dalam kesibukan. Kerja kerja dan kerja, selalu menjadi prioritas utama, bahkan aku terkadang lupa untuk meluangkan waktu untuk kedua buah hatiku, Hanna dan Haikal. Jika membayangkan semua itu, aku tidak tahu, apakah harus merasa bangga atau justru sedih, karena selama dua tahun itu, aku melalui hari-hariku seorang diri, m
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status