Semua Bab Antara Tahta dan Cinta Ayah Mertua: Bab 21 - Bab 30

102 Bab

Bab 21. Khilaf diantara Sadar

Tubuh kekar dengan bentuk proposional itu akhirnya ambruk di atas ranjang. Amira segera menghela napas, ikut lelah membopong raga yang kalau di pikir-pikir lagi sudah mencapai umur kepala empat, tapi masih tetap saja terasa kuat. “Iya, baiklah. Aku akan ikut menunggu di luar setelah membenarkannya.” Amira menyahut saat salah satu anak buah itu pamit.Setelah pintu kembali di tutup, kini tinggal dua orang itu yang tersisa di dalamnya. Amira lagi-lagi mengembuskan napas, begitu nanar menatap Ramon yang berbaring tak sadar. Dalam benak Amira, apa sebaiknya dia meninggalkan Ramon saja? Karena sampai detik ini pun laki-laki itu belum juga menaruh rasa kepercayaan padanya.Dan untuk kejelasan tentang mencari kebenaran kematian kakaknya, masih sebatas tutur lisan saja. Itu juga Ramon masih bimbang dan ragu. Apa sebaiknya memang meninggalkannya adalah jalan satu-satunya? Dengan begitu Amira bisa lepas juga bisa bebas. Tidak ada lagi yang akan menindas juga menghakiminya secara eksternal jug
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-06-27
Baca selengkapnya

Bab 22. Apakah Ramon Sadar?

Angin malam perlahan membelah kegelapan dikikis purnama yang mulai kembali tenggelam. Sang fajar hampir terbit, menggantikan posisi rembulan yang semalaman terjaga dengan terang benderang. Belum cukup pagi atau bisa dibilang masih pagi buta. Pukul setengah empat. Atmosfer di kamar Ramon masih terasa hangat. Setelah kejadian singkat itu, Ramon tak lagi menyadari apa yang terjadi. Lelapnya kian membuncah hingga lupa akan keberadaan Amira juga ‘kesalahan’ yang dia perbuat.Dari dalam ruangan kecil yang diisi berbagai peralatan mandi, terdengar guyuran air shower yang terjatuh membasahi tubuh seorang perempuan yang sedang tersedu. Dia menangis, sesekali tersenyum miris. Entah kenapa, Amira tidak bisa menahan kepedihan untuk yang satu ini. Melebihi sakit di tinggal mati sang kekasih juga sang kakak yang telah lama bersama. Sakit ini terasa bak racun yang terus saja menggerogoti lalu berangsur melemah hingga terjatuh. Ya, dia Amira. Perempuan malang yang terus saja dihinggapi masalah hid
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-06-28
Baca selengkapnya

Bab 23. Negosiasi

Lagi-lagi desisan napasnya kembali terdengar frustrasi. Mendengar penuturan Amira, membuat dada Ramon terasa membuncah resah akibat kesalahan yang dia lakukan. Tidak salah apa yang dia katakan dalam tangisnya ini. Ramon tahu, mana perempuan yang sudah tidak perawan dan mana yang masih.Ramon tak tahan. Dia akhirnya memecahkan kesunyian yang hanya di hinggapi Isak tangis adik angkat Sagha itu. “Jangan terlalu lama di sini. Sebentar lagi akan turun hujan.” Amira sontak saja melirik sana-sini, mencari sumber suara. Tak sadar rupanya Ramon ada di belakangnya. Segera kepala itu mendongak, menatap wajah yang sudah sangat akrab dalam kamus kebenciannya.“Pergilah. Aku sedang tidak ingin bertengkar denganmu,” usir Amira, memalingkan wajah. Ramon meneguk ludah. “Aku sedang tidak ingin membuat keributan denganmu. Aku hanya ingin memberitahu, kalau hujan akan segera turun. Sebaiknya kau berteduh atau kau akan kebasahan,” lanjut Ramon, masih kekeuh. Amira mendengus, tertawa singkat. “Setelah
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-01
Baca selengkapnya

Bab 24. Rencana Farah

Seorang ajudan berpakaian serba hitam terlihat rapi berjajar di depan pintu kamar. Sang atasan memerintah untuk selalu berjaga dan mengawasinya. Tidak boleh lengah barang satu detik pun.Di dalam kamar yang super mewah dengan gaya modern, terdapat seonggok daging utuh yang sedang menatap layar ponselnya begitu lamat. Dia duduk di kursi meja kerjanya sejak dua jam terakhir. “Apa yang sebenarnya terjadi padanya? Siapa yang telah melenyapkan pria malang itu?” Perempuan itu bergumam.Di terus menggulir layar ponsel yang menampilkan beberapa artikel tentang seseorang yang masih sangat penasaran untuknya. Tentang calon anak tirinya dulu yang tiba-tiba saja lenyap begitu saja. Alasan melesatnya senjata api bukanlah sesuatu yang bisa anggap biasa. Siapa yang tidak tahu tentang olahraga ekstrim itu? Semuanya sudah menggunakan pengaman yang baik juga keselamatan yang cukup. Juga orang-orang yang masuk ke dalam sana tidaklah orang sembarangan. Orang awam akan olahraga tersebut, tidak pernah d
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-02
Baca selengkapnya

Bab 25. Kegeraman Amira

Amira langsung saja melakukan mobil yang terparkir menuju Intext. Dalam pikirannya, dia sudah menebak kalau ini ada sangkut pautnya dengan Farah. Mana mungkin Intext tiba-tiba saja merosot. Tentu ada udang di balik batu. Hanya butuh waktu sekitar lima belas menit untuk sampai ke perusahaan besar itu. Tanpa pikir dua kali, kakinya langsung saja bergegas masuk guna melihat kondisi. Tepat saat kakinya melewati meja resepsionis, tanpa sengaja ekor matanya menangkap sosok yang tidak asing.Keasingan itu membuat kakinya berhenti melangkah yang tadinya akan segera masuk ke dalam ruang pertemuan. Tubuhnya berbalik, kemudian berjalan perlahan ke depan meja.“Kau? Sejak kapan kau masuk lagi ke Intext?” tanya Amira, heran.Yang bersangkutan tersenyum kecil, tampak meremehkan. “Maaf, apa kau seorang bos? Sejak kapan masalah karyawan kau ambil alih? Apa kau lupa? Kau juga seorang pesuruh!” Amira ikut mendengus. “Apa jangan-jangan masalah ini kau penyebabnya? Tapi tunggu dulu, siapa yang memperke
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-03
Baca selengkapnya

Bab 26. Perasaan Bersalah Ramon

“Pergilah ke ruanganku. Tunggu di sana. Aku akan menyusul,” ucap Ramon, setelah tangannya membebaskan tangan Farah yang tadi hendak melayang.Alih-alih menurut, justru Amira mengerutkan dahinya begitu heran. Kenapa Ramon ada di sini? Bukannya sudah Amira bilang tadi, untuk menunggu di rumah saja? Laki-laki ini memang keras kepala. “Pak, kenapa kau di sini? Aku sudah bilang, tunggu saja di rumah. Aku akan menyelesaikan semua ini,” kata Amira, protes.Ramon menoleh ke arah perempuan berkaos oblong celana jeans itu. Tatapannya yang dingin juga tajam, dapat membuat Amira terdiam meski tanpa kata sekali pun. “Ini perusahaanku. Ini pekerjaanku. Dan ini, adalah urusanku. Aku yang paling tahu tentang semua ini. Kau hanya akan membuang-buang waktumu dengan berhadapan dengan semua ini. Sebaiknya menurut. Pergi dan tunggu di sana,” jelas Ramon. Kepalanya kembali memutar kepada Farah yang ada di hadapannya.“Ikut denganku. Aku ingin berbicara denganmu!” Ramon segera melenggang lebih dulu. Tak m
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-04
Baca selengkapnya

Bab 27. Ramon Mulai Percaya

Ramon sejenak memaku di ambang pintu ruangannya, guna menatap potrait Amira yang sedang termenung di sofa sana. Gadis itu duduk sambil memainkan jemarinya. Dalam bayangan Ramon, dia kembali melihat hari-hari terakhir bersama Amira. Mengingat bagaimana dia mengulum gadis itu, menghina, mencaci, bahkan harus merebut mahkotanya. Sekejam itukah dirimu Ramon?Lama berdiam, akhirnya Ramon membuka suara. Dia mengetuk pelan daun pintu sambil berdehem. Kepala Amira langsung menoleh lalu berdiri. Dia menatap kedatangan Ramon yang mulai mengikis jarak mereka. “Pak, apa semuanya sudah selesai? Bagaimana dengan Farah? Lalu Intext, apa sudah baik-baik saja? Bagaimana hasilnya, Pak?” cerca Amira, tanpa jeda.Ramon sejenak hanya diam, memandangi pahatan wajah Amira yang memang terlihat khawatir. Lima detik berikutnya, dia pun membersihkan tenggorokan siapa membalas.“Apa kau se khawatir itu? Bahkan kalau pun aku jatuh, kau tidak akan ikut rugi. Apa sebenarnya kau takut tidak akan mendapatkan kemewa
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-05
Baca selengkapnya

Bab 28. Persyaratan Ibu Kevin

Kerutan kekesalan tercetak sangat jelas di wajah Amira begitu melihat tampang Ramon yang super sombong. Laki-laki itu berdiri di dekat mobilnya sambil menatap layar ponsel Amira yang sempat dia rebut dari genggam si empunya. Kepala Ramon meneleng, menyadari kalau Amira masih bergeming di ubin kantor dekat pintu masuk. Dia mengangkat kepala pelan, seolah bertanya kenapa malah diam. Amira lagi-lagi hanya bisa menghela napas, memutar bola matanya begitu malas, juga mendesis mengumpati Ramon dalam hati. Tidak ada yang bisa di perbuat, kecuali menuruti perintah laki-laki itu. Begitu sampai di depan mobil, segera Amira masuk tanpa menghiraukan Ramon. Sementara itu, Ramon tetap bergeming di sana menunggu Amira menatapnya untuk bertanya kenapa dia hanya diam. Dan benar saja, Amira segera menoleh kembali ke arah Ramon sambil menaikkan dua alisnya. “Ayo masuk, Pak. Katanya kau sudah terlambat,” ujar sang sopir.“Sopir saya biasanya membukakan pintu. Dia lebih dulu memastikan saya masuk. Sete
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-06
Baca selengkapnya

Ban 29. Kembali Teringat

“Apa-apaan? Pak, apa maksudnya ini?” Ramon tidak mau menjawab alias abai. Laki-laki bertubuh jangkung itu berjalan lalu duduk di salah satu sofa tunggu. Amira yang menyaksikan tingkah Ramon ini pun, lagi-lagi hanya bisa mendengus, membuang napas frustrasi. “Ayo Nona, ikut kami.” Amira mengalihkan pandangan saat salah satu pelayan perempuan itu menarik lengannya. Tak ada yang bisa dilakukan Amira, kecuali hanya menurut. Ramon sudah mulai menaruh rasa percaya pada Amira. Hanya saja, sikap angkuh dalam dirinya yang sudah tertanam sejak lahir, enggan mengatakan kalau dia sebenarnya hanya ingin meminta sebuah maaf. Mengajak Amira ke tempat itu tidak semata-mata hanya untuk membuat gadis itu mengubah penampilan, tapi juga ingin membuatnya sibuk sesaat dari segala sesuatu yang menyulitkan. Ramon ingin Amira sejenak menikmati hari yang berjalan, tanpa ada perasaan beban yang menyerang.Hampir lima belas menit Ramon menunggu. Di sela waktu dia membaca beberapa majalah yang tersedia. Baru
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-07
Baca selengkapnya

Bab 30. Tawaran Kevin

“Kevin, apa yang kau lakukan di sini?” tanya Amira penasaran. Laki-laki itu sebentar melirik Ramon sambil tersenyum tipis. Kakinya yang jenjang berhenti di antara keduanya yang mana sisi ke sebelah Amira lebih terlihat dekat. “Aku ada urusan dengan pemilik Mall ini. Bagaimana denganmu, apa yang kau lakukan di sini? Sedang berbelanja?” “Ah tidak. Aku hanya ingin menemani Pak Ramon saja.”Kevin kembali melirik laki-laki tinggi di sana usai mendengar jawaban Amira. Detik kemudian dia mengangguk-angguk delapan mengerti. “Kebetulan sekali kita bertemu. Aku mengirim pesan padamu, tapi kenapa tidak kau balas? Sebenarnya aku ingin mengatakan sesuatu padamu,” ungkapnya, terlihat berharap. “Mau mengatakan apa?” Kevin diam. Dia tidak bisa melanjutkan perbincangan kalau masih ada Ramon di sana. Akan terasa canggung nanti kalau ada orang ketiga yang mendengar obrolan mereka. Niat Kevin memang ingin membuat Ramon peka terhadap situasi, namun tetap saja laki-laki di sana mengeraskan kepalanya.
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-09
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status