Antara Tahta dan Cinta Ayah Mertua

Antara Tahta dan Cinta Ayah Mertua

last updateLast Updated : 2023-10-27
By:  C_helineCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
6 ratings. 6 reviews
102Chapters
4.7Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Ramon tahu, kalau cinta Amira hanyalah sebatas asa untuk putranya. Hanya saja, setelah kematian Dired dan tertuduhnya Amira menjadi tersangka, telah membuat Ramon gelap mata. Seolah Ramon adalah 'Tuhan' yang selalu membuat kehidupan Amira bak di neraka. "Kau mabuk, Pak. Aku akan mengantarmu sampai ke rumah." "Kenapa kau masih mempedulikan aku, setelah semua perlakuanku padamu?" "Karena aku ingin kau menepati janjimu untuk mencari siapa pembunuh kakakku." Ramon kalah. Ya, dia kalah dalam binar mata Amira yang legam. Benar apa kata Sagha, Amira adalah perempuan yang baik serta mudah membuat jatuh cinta. "Aku mencintaimu, Amira," ucap Ramon, tanpa sadar dalam mabuknya. "Kau hanya sekedar orang asing bagiku terlepas dari fakta bahwa kau tadinya adalah calon Ayah Mertuaku."

View More

Chapter 1

Bab 1. Alat Pengaman

[Ayah aku akan datang terlambat, tolong sambut kedatangan Amira lebih dulu.]

Ramon Reano Dirgamanta, laki-laki jangkung yang kini dilumuri usia nyaris separuh abad pemilik perusahaan yang bergerak dibidang marketing itu, menuruni anak tangga sambil mengenakan jasnya. Dari jaraknya yang masih terhitung jauh, Ramon sudah bisa melihat potrait seorang gadis telah berdiri di depan pintu rumahnya dengan sorot mata yang tak sengaja dia tangkap.

Perempuan itu mengenakan dres hitam pekat selutut. Rambutnya dibiarkan terulur dengan model sedikit meliuk sampai dada. Sepatunya berwarna silver menyatu dengan warna anting juga kalung halus yang dia kenakan. Tanpa sadar, Ramon menarik kedua sudut bibirnya ketika senyum gadis itu menyapanya lebih dulu.

“Oh halo, apa kau sudah lama menunggu? Maaf, tapi saya sedang menyiapkan beberapa hal tadi,” ucap Ramon, saat jarak mereka sudah terkikis.

“Tidak juga, Pak. Saya baru saja sampai. Maaf jika kedatangan saya merepotkan,” sahut gadis itu, santun.

“Saya tidak keberatan sama sekali jika itu menyangkut anak saya. Saya sangat menyayangi anak saya, jadi maaf jika kesannya saya terlalu ikut camput dalam hubungan kalian atau apalah itu.”

Gadis pemilik bola mata gelap itu hanya bisa tertawa ringan. Sebelumya dia tidak mengira bahwa calon ayah mertuanya akan seramah dan selugas ini. Dalam pikirannya, orang tua adalah sosok yang paling kaku dan sulit diajak beriteraksi. Ternyata salah.  Ramon tidak sekaku orang tua pada umumnya.

“Dired bilang kalau dia akan datang terlambat, bagaimana kalau kita tunggu di atas saja?” tawar Ramon.

“Tentu, Pak,” singkat gadis itu.

Ramon mulai berjalan lebih dulu, lalu diikuti calon menantunya. Dalam langkah, Ramon sempat dibuat gugup karena kali pertama dia kembali berinteraksi dengan lawan jenis setelah dua tahun lalu istrinya meninggal dan enam bulan lalu dia gagal menikah.

“Saya hampir lupa, namamu Amira bukan?” kata Ramon, guna mengusir kecanggungan.

“Benar, Pak. Amira Meycana.” Amira menjawab.

“Apa saya tidak sopan jika bertanya tentang latar belakangmu?”

“Ah, tentu tidak, Pak. Saya tidak keberatan sama sekali.”

Ramon mengulas senyum, sambil membuka pintu raksasa yang sudah sampai mereka tuju. Dia membuka dua belah benda pipih itu lalu memperlihatkan isi ruangan yang sudah dia tata sebaik mungkin.

Tepat saat sepasang bola mata Amira menatap ruangan itu, sebuah binar kagum terbit dalam pandangan yang terasa begitu cepat berubah. Sungguh mewah dan terkesan begitu intim ruangan itu. Desain interiornya mirip dengan rumah-rumah kerajaan. Amira bahkan hampir menepuk wajah, mengira kalau yang ada di depannya ini hanyalah gambaran mimpi siang bolong semata.

“Ayo masuk. Kenapa hanya diam saja?” tegur Ramon, menguapkan lamunan singkat Amira.

“Ah iya, Pak.”

Amira yang masih kagum dalam pandangannya, tidak menyadari bahwa Ramon akan melangkah dari hadapannya. Hal itu seketika saja menimbulkan kecelakaan kecil yang membuat tubuh Amira hampir terhuyung jika saja tidak cepat ditangkap Ramon.  Entah kenapa waktu terasa melambat saat Amira dapat merasakan sentuhan tangan Ramon bahkan seolah dapat masuk dalam tatapan Ramon yang super dalam.

“Apa kau baik-baik saja?” tanya Ramon, sambil melepaskan pengannya pada bahu Amira.

Perempuan itu mengangguk ringan sambil memperbaiki keadaan diri juga debaran jantungnya yang tiba-tiba naik satu oktaf. Dia meneguk ludah, merasa kalau atmosfer mulai terasa canggung.

“Tidak apa-apa, Pak. Maaf saya tidak melihat jalan,” sesalnya akan kejadian bodoh ini.

Ramon menyingkap celananya guna menunduk untuk memunguti isi tas Amira yang terjatuh dan beserakan. “Kau sedang gugup. Itu hal yang wajar,” sahut lai-laki itu kemudian.

Amira yang baru sadar pun ikut menunduk sambil memunguti beberapa alat kosmetik dan juga ... alat pengaman yang kini tengan dalam genggaman Ramon. Melihat calon ayah mertuanya sedang memegang benda konyol itu, membuat Amira ingin menghilang saja saat ini juga. Bukan lagi gugup yang menyerang, melainkan ketakutan dan juga malu yang datang bersamaan.

“Pak ... itu ...”

Amira menunda ucapannya saat Ramon tiba-tiba saja menyergapnya dengan mendorongnya ke tembok. Mata elang Ramon akhirnya beraksi, saat mengetahui hal yang ganjal dari calon menantunya ini. Napas Amira tercekat, seiring mengerasnya cekikkan yang dilayangankan Ramon terhadapnya.

“Katakan dengan jujur, apa tujuanmu mendekati putraku!” erang Ramon, mengintimidasi.

Tanpa sadar, air mata menjejaki wajah Amira. Sakit dilehernya seolah membunuhnya secara perlahan. Bagaimana caranya menjawab, jika aksi Ramon ini tak juga dia usaikan. Untuk meyakinkan Ramon dalam tuduhannya yang tiba-tiba, Amira hanya bisa menggeleng-geleng meski memaksa.

“Putraku laki-laki yang polos. Dia tidak pernah melakukan hal yang menjijikkan. Lantas apa yang saat ini sedang kulihat? Apa kau sedang berniat mempermainkan putraku itu?” lanjut Ramon, kali ini berteriak sambil menghempaskan Amira ke arah sembarang.

Amira tersungkur dan terjtuh di lantai. Dia terbatuk-batuk sambil memegangi lehernya yang terasa sakit. “A-aku, ti-tdak berniat ... buruk pada Dired. Benda itu bukan milikku. Ini salah paham.”

Tepat saat Amira usai menjelasakan tentang benda ‘konyol’ itu, saat itu pula dering ponsel mengudara. Ramon yang kini dalam balutan amarah yang ditimbulkan logika, meraih benda persegi itu dari dalam sakunya. Tak dia hiraukan siapa yang memanggilnya dalam panggilan suara. Dia masih fokus membaca rancana gadis di depannya, niat seperti apakah yang akan perempuan itu lakukan pada putranya.

“Halo-halo?”

Ramon tersadar, suara dari ponsel yang rupanya sudah dia gulir tombol jawab mengudara. Secepatnya dia meletakkan di daun telinga siap mendengarkan pernyataan apa yang akan dia terima dari sosok yang tak dia kenali sebelumnya.

“Pak Ramon, putra Anda ditemukan tewas dalam kejadian peluru melesat di area pelatihan.”

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Erwin Sirait
lanjutttt kakccx
2023-09-13 08:08:06
0
user avatar
Cheline S
lanjut dong kak
2023-09-13 07:43:31
0
user avatar
3B Meiza Astuti
kak, ceritanya nggak di lanjutin lagi? soalnya aku penasaran akhir dari kisah mereka, apalagi Ramon dan Amira hehe
2023-08-22 11:47:23
2
user avatar
C_heline
Terima kasih udah mampir
2023-06-17 14:35:54
0
default avatar
Cahaya Asa
Bagus ceritanya.
2023-06-17 12:13:18
1
user avatar
Lona O'S
wah keren... Belibet nih urusan percintaannya. ha ha ha
2023-06-17 11:47:11
1
102 Chapters
Bab 1. Alat Pengaman
[Ayah aku akan datang terlambat, tolong sambut kedatanganAmira lebih dulu.]Ramon Reano Dirgamanta, laki-laki jangkung yang kinidilumuri usia nyaris separuh abad pemilik perusahaan yang bergerak dibidangmarketing itu, menuruni anak tangga sambil mengenakan jasnya. Dari jaraknyayang masih terhitung jauh, Ramon sudah bisa melihat potrait seorang gadis telahberdiri di depan pintu rumahnya dengan sorot mata yang tak sengaja dia tangkap.Perempuan itu mengenakan dres hitam pekat selutut. Rambutnyadibiarkan terulur dengan model sedikit meliuk sampai dada. Sepatunya berwarnasilver menyatu dengan warna anting juga kalung halus yang dia kenakan. Tanpasadar, Ramon menarik kedua sudut bibirnya ketika senyum gadis itu menyapanyalebih dulu.“Oh halo, apa kau sudah lama menunggu? Maaf, tapi sayasedang menyiapkan beberapa hal tadi,” ucap Ramon, saat jarak mereka sudahterkikis.“Tidak juga, Pak. Saya baru saja sampai. Maaf jikakedatangan saya merepotkan,” sahut gadis itu, santun.“Saya ti
last updateLast Updated : 2023-05-27
Read more
Bab 2. Bekas Gambar Tangan
“Di mana Farah?! Katakan padaku, di mana dia?!”Amira bejalan cepat dengan wajah yang kini berantakan akibatterjangan air mata. Matanya sembab, riasannya hancur, rambutnya tak lagitertata. Sepatu silver hak tinggi itu lepas dari kakinya yang jenjang.Tangannya mengepal kuat, seolah tahu siapa dalang dari kematian sang kekasih “Nona Farah tidak masuk. Apa-apaan kau menyebutnyatidak sopan seperti itu?” jelas salah satu teman kerjanya di bar yang bingungmelihat sikap Amira.Gadis itu mendesis, tidak percaya. Dia kembali berjalan menyusurilorong bar yang mana isinya adalah sejumlah kamar. Dia yakin, ada Farah didalam sana. Farahlah dalangnya. Farah juga yang menaruh alat pengaman itu didalam tasnya. Amira yakin itu.“Keluar! Farah, di mana kau? Cepat keluar!” Satu persatu pintu kamar yang dia lewati ditendang untukmencari Farah yang bersembunyi. Pintu kamar terakhir terbuka tepat saat Amirahendak menendangnya. Sosok perempuan berambut pirang samar keluar dari dalamsana. Amira
last updateLast Updated : 2023-05-27
Read more
Bab 3. Nafsu dalam Dedam
“Aku memang perempuan miskin yang tidak punya apa-apa.Namun, aku bukanlah perempuan hina dan cintaku tulus untuk Dired. Akumencintainya bahkan rela menyerahkan nyawaku padanya,” sahut Amira.“Jangan membuat skenario yang tidak-tidak di sini. Aku akanmembunuhmu jika kau menyebut nama putraku lagi.”Tepas saat Ramon selesai dalam ucapannya, tubuh Amira jatuhdan terbaring tak sadarkan diri lagi. Tak ada raut panik dalam pahatan wajahRamon. Dia menatap gadis itu tenang sambil membayangkan betapa menyedihkannyahidup putranya. Dia mencintai perempuan ini dengan tulus, akan tetapi cintanyaitu sendirilah yang membawanya dalam kematian yang buruk.**Farah datang dengan dua gelas anggur merah di tangannya. Disudut sana tepatnya disofa depan kaca transparan menggambarkan objek kota,sedang duduk laki-laki berparas tampan dengan rahang tegas.“Tenangkan dirimu. Jangan terlalu banyak memikirkan hal-halberat dulu,” ucap Farah sambil menyerahkan satu gelas minuman pada Ramon.Laki-laki it
last updateLast Updated : 2023-05-27
Read more
Bab 4. Antara Cinta dan Kepercayaan
“Lepaskan Amira! Jangan sakiti dia!”“Siapa kau?” singkat Ramon, datar.“Kau tidak perlu tau itu. yang harus kau lakukan hanyalahmelepaskan Amira. Dia tidak bersalah!” desak laki-laki di sana.Ramon menyeringai tipis. “Kau kekasihnya?” tebaknya, lebihterdengar sebuah tuduhan.“Bukahkah sudah kukatakan padamu? Kau tidak perlu tau itu...”“Tidak akan kulepaskan dia. Siapa pun kau, bahkan Tuhansekali pun yang memintanya, aku tidak akan melepasakan pembunuh itu. Dia harusmerasakan kepedihan yang lebih pedih dari pada kematian!” potong Ramon, mulaigeram.“Kau orang kaya. Kau punya banyak uang dan kau punyakekuasaan. Tapi kenapa kau menuduh orang sembarangan tanpa mencari tahu dulukebenarannya? Bukankah orang-orang sepertimu lahir karena memiliki nilaikepintaran di atas rata-rata?” singgungnya.“Itulah kenapa Tuhan tidak menciptakan orang-orang sepertimumemiliki banyak uang, karena kau mudah ditipu oleh perempuan tidak bergunaseperti Amira itu. Kau ...”Bug!Belum selesai ucapan
last updateLast Updated : 2023-05-27
Read more
Bab 5. Tuhan tidak Memaafkan Manusia yang Sudah Mati
“Nona, kau mau ke mana?”Amira terlojak, saat tiba-tiba seorang pria menghampirinya. Amira yang sebelumnya hilang kesadaran dibangunkan oleh mimpi buruk yang mampir di tengah lelapnya. Tak bisa tidur lagi, Amira segera bangun, meskimasih dalam kondisi yang memprihatinkan. “A-aku, aku mau keluar sebentar.Aku ingin menghubungi seseorang,” jawabnya, memang hendak melakukan hal tersebut.“Tuan Ramon melarangmu ke mana-mana. Saya akan membawakan teleponnya ke dalamkamar. Silakan kembali ke sana, Nona.”Rupanya salah satu pengawal Ramon sengaja disuruh berjaga di salah satu bangsalVVIP yang di pesan oleh Ramon. Amira baru tahu, kalau Ramonlah yang membawanyadan bukan orang yang ada dalam benaknya sejak tadi. Perempuan itu lantasmendengus, tak percaya kalau Ramon rupanya belum cukup puas dengan menyiksanyakemarin malam.“Baiklah. Aku akan kembali ke kamar. Tapi tolong bawakan aku telepon. Aku inginmenghubungi seseorang,” sahut Amira, menyerah. Tidak ada tenaga jika harusmelawan sek
last updateLast Updated : 2023-05-27
Read more
Bab 6. Salah Tanggap
Satu jam setelah acara kremasi jenazah Dired kemarin, Ramon memerintahkan seluruh anak buahnya untuk membawa orang-orang yang bersama Dired pasca-insiden ke hadapannya. Tak butuh waktu lama. Mengingat Ramon adalah laki-laki yang dikenal bengis sebagai seorang atasan, hanya butuh hitungan menit saja dia dapat bertemu dengan sosok yang melayangkan tembakan ‘melesat’ itu pada Dired. “Katakan, kenapa kau membunuh putraku?” Kalimat itu masih terdengar rendah, namun mengintimidasi. “Ma-maaf, Pak. Sa-saya hanya di suruh. Saya tidak mempunyai alasan apa pun untuk membunuhnya, Pak.” Terbata-bata laki-laki itu menjawab. Ramon mengeraskan rahang, dengan sorot mata yang kian menajam. Dadanya rasanya dibakar, setelah mendengar pengakuan laki-laki ini. “Siapa? Siapa orangnya?” tanya Ramon lagi. “No-Nona A-Amira,” aku pria itu. Sejak detik itulah Ramon mulai menanam dendam pada Amira dan memberikan cap pembunuh padanya. Pengakuan laki-laki ini seolah menjadi alasan baginya untuk menghukum gadi
last updateLast Updated : 2023-06-16
Read more
Bab 7. Investor Nakal
“Lepaskan!” desis Amira, masih menahan suaranya. “Kenapa? Kau mau membalasku? Kau mau membunuhku seperti yang kau lakukan pada Tuan Dired?”Tak tahan kepalanya terus saja mendongak, Amira pun membalas dengan melintir tangan sang lawan hingga tersungkur. Perempuan di sana meringis, kesakitan. “Kau tahu aku seorang pembunuh. Jadi jangan main-main denganku, atau kau akan mati seperti tikus di tanganku!” ancam Amira, lantas pergi melenggang begitu saja. Dia berjalan tegas mengangkat kepala, sambil merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Jangan kira Amira adalah perempuan yang menerima segala perlakuan buruk. Dia bukan tokoh protagonis dalam drama, yang siap menerima segala perlakuan tidak etis dengan tabah dan senang hati. Tepat melintasi tikungan lorong lantai dua, potrait Ramon langsung saja tersuguh di depan matanya. “Akhirnya kau mengaku juga? Kukira statementmu tidak akan pernah berubah,” ujar Ramon, tepat saat dia menatap mata Amira. “Tidak ada yang bisa kulakukan selain m
last updateLast Updated : 2023-06-16
Read more
Bab 8. Amira di Lecehkan
Kedua kalinya suara tawa Riko mengudara. Betapa menggelitik baginya kekukuhan pendirian Amira, yang seolah menganggap bahwa Ramon itu adalah orang yang paling baik baginya. “Amira, sadarlah. Ramon itu monster. Tidak ada yang betah berada di dekatnya. Lihat saja sekarang, istrinya, orang-orang terdekatnya bahkan putranya di ambil Tuhan darinya. Karena apa? Karena Tuhan merasa menyesal telah menciptakan orang seperti–”Plak! Sebagian ucapan Riko kembali tertelan, sebab tamparan yang dilayangkan Amira. Jari telunjuk gadis itu mengacung tajam, sambil mengancam, “Jaga ucapanmu! Tidak ada yang berhak mendikte takdir seseorang termasuk kau!” Riko mendengus, mengusap pelan pipi kanannya. Sementara Ramon, bergeming. Tidak ada ekspresi juga reaksi. Laki-laki itu hanya memakukan tatapannya pada kepala bagian belakang Amira. Hanya itu yang bisa dia lihat. “Aku sudah bilang padamu, bukan? Salahku menanggapi perintah. Salahku tidak menelaah baik-baik titah atasanku. Jadi tolong, pergi dari sin
last updateLast Updated : 2023-06-17
Read more
Bab 9. Mencuri Ciuman Ramon
“Berjanjilah akan menjaga Amira. Aku akan melakukan apa yang kau perintahkan jika kau mau berjanji.” Ramon tersentak dari lelapnya yang singkat. Dia membuka mata menatap ke sekeliling. Tegukan ludah itu terasa berat, apalagi saat mengingat alasan terbangun adalah Sagha. Dia dibawa kembali pada saat Sagha terjatuh setelah mengucapkan janji. Laki-laki itu segera bangun dan berlari kecil keluar keluar dari ruangannya. Disela langkah Ramon meminta salah satu anak buahnya untuk mengambilkan ponsel. Pria berpakaian lengkap ala bodyguard itu langsung saja membawakan ponsel baru sesuai perintah. “Beri tahu aku di mana Riko.” Setelah mengetik beberapa nomor juga melakukan panggilan suara, Ramon terdengar memerintah orang yang dia hubungi. “Pak Riko sedang berada di hotel tak jauh dari Bar Farah, Pak.” “Cepat ke sana dan cari si Brengsek itu!” Ramon memutuskan panggilan, sebelum masuk ke dalam mobil. Jaraknya juga tempat Riko cukup memakan waktu. Memerintah anak buah akan memberinya sedik
last updateLast Updated : 2023-06-18
Read more
Bab 10. Tentang Amira
“Pak Ramon. Pak! Pak!” Ramon terkesiap, secepatnya menyadarkan diri. “Ah, iya. Ada apa?” “Ini beberapa berkas yang Bapak minta kemarin. Kami sudah memastikan kevalidan isinya, Pak.” Seorang ajudan berpakaian formal tadi, menyerahkan pada Ramon sebuah map di atas meja. Ramon mengangguk-angguk, tak ada jawaban. Dia masih bingung, kenapa dia bisa lengah tadi. Apa yang membuatnya melamun hingga tidak sadar akan kedatangan anak buahnya. “Kau boleh pergi,” kata Ramon mengakhiri. Setelah tubuh jangkung tadi melengos dari hadapannya, dia segera menyugar rambutnya cukup kasar, seraya mendesah merasa frustrasi. Entah apa yang dipikirkan Ramon sampai lupa tentang dirinya sendiri.Deru napas itu kembali mengudara, mengenyahkan segala beban pikiran. Atensinya beralih pada berkas dalam map kuning di depannya, lalu membuka dengan segera. Tepat saat Dired memperkenalkan Amira secara tersirat waktu itu, saat itu juga Ramon meminta pada ajudannya untuk mencari tahu latar belakang Amira. Setela
last updateLast Updated : 2023-06-18
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status