Tepat saat Farah pergi, Amira langsung memutar kepala menatap potrait Ramon yang masih terlihat mengerang dalam hati. Tangannya, matanya, mimik wajahnya, begitu tersirat kegusaran yang tiada tara. Detik itu juga, suara gaduh sebab hempasan Ramon pada barang-barang di atas meja membuat atmosfer semakin tegang. Amira ragu, apakah dia harus keluar atau tetap tinggal untuk menemani Ramon yang sedang kacau. “Kenapa kau selalu berusaha membuatku tidak yakin akan keberadaanmu, Tuhan?!” teriak Ramon, menumpahkan emosi. Tanpa sadar, atau mungkin sebab kekecewaan yang begitu menyayat, matanya berembun hingga akhirnya basah. Dua tangan itu menopang tubuh di atas meja, dengan kepala yang menunduk lelah. “Pak, tenanglah,” kata Amira, ragu.Hendak mendekat, langkah itu langsung terhenti, saat kepala Ramon terangkat menatapnya. Amira meneguk ludah berat, takut, was-was, langsung menyerangnya dalam waktu singkat. “Apa kau juga sedang ingin mempermainkanku? Apa manusia memang tidak pernah puas ji
Terakhir Diperbarui : 2023-06-25 Baca selengkapnya