Suara Keevan berseru dengan lantang dan sukses membuat langkah kaki Arletta terhenti. Tampak wajah Arletta memucat. Tenggorokan wanita itu tercekat. Lidahnya kelu. Otaknya seketika menjadi blank.Arletta merasakan darahnya seperti berhenti mengalir dan terhenti tepat di kepalanya. Seperti bumi yang berhenti pada porosnya tubuh Arletta nyaris terhuyung ke belakang mendengar ucapan Keevan. Namun, mati-matian Arletta memperkokoh kakinya agar tetap berdiri tegak. Dada Arletta bergemuruh tak menentu. Segala hal yang dia rasakan begitu amat campur aduk. Emosi, marah, benci, dendam, kecewa—semua telah bercampur menjadi satu—membuatnya seakan kehabisan energy.Akan tetapi, Arletta berusaha untuk setenang mungkin sekalipun kondisi hatinya sedang sangat amat kacau. Detik selanjutnya, Arletta membalikkan tubuhnya—menatap Keevan dengan mata yang memiliki jutaan arti. Napas Arletta memburu. Emosi seakan ingin meledak kala mengingat apa yang dikatakan oleh pria itu.“Apa maksudmu, Keevan?” seru A
Baca selengkapnya