Home / Pernikahan / SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN: Chapter 51 - Chapter 60

109 Chapters

51. Bingkisan Balasan

  “Tunggu ... !” Ketika kami menoleh ke belakang dan mendapati seorang perawat tergopoh-gopoh mengejar kami, hatiku mulai diliputi oleh rasa penasaran. “Ada apa ya Sus?” tanyaku sembari mendekati sosok berpakaian serba hijau itu. “Maaf, ada barang yang tertinggal, sajadah dan mushaf,” ucap wanita berhijab itu sembari menyerahkan semua barang itu padaku. Aku langsung menerima sembari tersenyum penuh rasa terima kasih. “Terima kasih ya Sus,” ucapku pelan. Sepertinya tadi aku terburu-buru karena terlalu sungkan kalau membuat Mutia dan suaminya menunggu agak lama di saat aku berkemas, jadi justru barang penting itu yang tertinggal. Setelah menerima barang kami yang tertinggal kemudian kami melanjutkan langkah yang tertunda untuk menuju mobil yang ternyata sudah disiapkan oleh Idham di depan
Read more

52. Kunjungan Dari Maysaroh

 Kembali aku mengagumi ketegaran istriku ketika dia mempersilakan tamu-tamu yang bertandang ke rumah kami dengan segala keramahannya. Terpaksa aku kembali menunda niatku untuk berbelanja. Segera aku mengambil alih dan menjamu para tamu yang masih termasuk saudara jauh istriku.                                                                                                                 
Read more

53. Kabar Tentang Perselingkuhan Arman

Shania POV Ketika melihat Maysaroh tak berhenti menangis aku langsung mendekap tubuh kurusnya demi bisa melerai kesedihan yang saat ini lugas terunggah. “Katakan pada kami, apa yang terjadi sebenarnya?” Aku bertanya dengan penuh rasa simpati. Untuk beberapa saat aku membiarkan adik ipar suamiku itu menumpahkan tangisku, menunggu segala kesedihannya mereda, hingga akhirnya dia siap untuk menceritakan masalahnya kepada kami. Saat Maysaroh akhirnya mengurai pelukanku sembari mengusap wajahnya yang basah, aku berusaha menenangkannya dengan mengusap lembut lengannya. “Aku tahu kamu ada masalah, ceritakan saja pada kami, barangkali kami bisa membantu kamu.” Mas Mirza kemudian ikut menimpali, “Apa ini tentang Arman?” Ketika mendengar nama suaminya disebut gurat wajah Maysaroh langsung beru
Read more

54. Rencana Pernikahan Anak Erna

 Meski aku masih merisaukan tentang Maysaroh yang sedang bermasalah dengan suaminya, juga tentang rasa kecewaku karena Erna sama sekali tak mengabarkan pada kami tentang rencananya untuk menikahkan anak sulungnya, aku tetap berusaha untuk menampakkan ketenangan diri. Lagipula aku tak bisa ke manapun lebih memfokuskan perhatian pada bayiku. Kehadiran putra kami yang kami beri nama Akbar itu telah menghujani kami dengan banyak kebahagiaan. Meski aku harus menebusnya dengan rasa lelah karena sering begadang untuk bisa menyusui bayiku, nyatanya bahagiaku tak juga berkurang. Walau terkadang tubuh tuaku membutuhkan istirahat yang lebih tapi untunglah Mas Mirza selalu siap siaga membantuku. Kami bergantian menjaga Akbar, mengganti popoknya, memandikannya juga menidurkannya. Kehadiran Akbar telah mengubah dunia kami. Meski kami sering kepayahan karena harus mengurus bayi di
Read more

55. Uang Dari Mana?

 “Memangnya apa yang bisa aku bantu?” Aku bertanya masih dengan mengunggah keramahanku. “Bantu aku untuk bersih-bersih atau merapikan rumah setelah kami hajatan.” Erna mengungkapkan tujuannya dengan terlalu lugas. Sungguh sangat diluar dugaan kalau Erna sudah menanggalkan segala rasa hormatnya pada kami sebagai saudara tua baginya. Aku memilih diam tak menanggapi. Tapi Mas Mirza langsung menyela dengan tegas, “sepertinya kami tidak bisa melakukan permintaan kamu, karena  tepat di hari itu kami sudah membuat janji dengan seseorang.” Aku sontak menoleh ke arah suamiku yang masih menyajikan sebentuk ketenangan meski aku bisa membaca dengan jelas di wajahnya kalau sekarang Mas Mirza sudah mulai memendam kegeraman menghadapi tingkah saudara iparnya yang benar-benar tidak tahu diri itu.
Read more

56. Pak Herlambang

“Mas, apa aku boleh tahu Mas mendapatkan uang dari mana?”Aku bertanya dengan lugas.Mas Mirza menentang tatapanku dengan keyakinan yang mengemuka.“Bukankah aku sudah mengatakan kalau aku sudah bertemu dengan seorang dermawan yang dengan hati tulus bersedia membantu kita?”“Bantuan seperti apa yang akan dia berikan? Apa dia yang akan membeli rumah kita?”Aku menebak penuh rasa penasaran.Suamiku malah menggeleng tegas.“Rumah kita memang sudah aku tawarkan dan sebentar lagi akan ada yang berminat, tapi bukan Pak Herlambang yang membelinya.”“Mas, apa kamu yakin dia menolong kita dengan tulus.”Mas Mirza kembali tersenyum lebar.“Sejak kapan kamu menjadi sangat mudah berprasangka buruk seperti ini?”Aku kembali mendesah pelan.“Mas, setelah apa yang pernah kita alami akan lebih baik jika kita selalu tetap waspada.”“Pasti kamu mengkhawatirkan tentang penipuan yang pernah aku alami.”“Sebagai seorang istri aku hanya mengingatkan Mas.”Mas Mirza kemudian mulai mendekat lalu memegang ked
Read more

57. Rumah Baru

“Itu dia Pak Herlambang ... “ Mas Mirza kemudian bergegas mengajakku mendekat. Aku mulai ikut melangkah di samping suamiku. “Pak Herlambang?!” sapa suamiku ketika kami sudah berdiri di dekatnya. Pria yang terlihat memiliki penampilan parlente itu kemudian mulai menoleh ke belakang memandang ke arah kami. Ketika matanya beradu denganku, aku berusaha mengulas senyuman menandakan keramahan yang wajar sebagai bentuk basa-basi. Tapi secepatnya tatapan pria yang terlihat masih muda itu diarahkan kembali kepada suamiku yang kemudian kian mendekat sembari menerima uluran tangan darinya dengan sebuah jabat erat yang diwarnai keramahan. “Pak Mirza, mari-mari duduk.” Pria berambut klimis itu langsung mempersilakan. Mas Mirza langsung membantuku untuk duduk dan mendekatkan
Read more

58. Rumah Tangga Arman

 “Bagaimana Nia, kamu setuju kalau Akbar dititipkan?” Mas Mirza menyergapku dengan tatapan penuh tanya. Sepertinya suamiku menyerahkan semua keputusan kepadaku. Sementara Lala menunggu jawabanku dengan tatapan penuh harap. Sejak awal aku tahu kalau perempuan yang tinggal hanya bersama dengan anak tunggalnya yang sekarang sudah SMP itu sangat suka dengan Akbar yang memang begitu menggemaskan. Aku diam untuk beberapa memilih memandang lekat pada bayiku yang sedang bermain sendiri di dalam boks bayi. Saat teringat tentang kebutuhannya pada asiku, segera aku memiliki keyakinan untuk membawa saja buah hati tercintaku untuk pergi bersama kami dengan segala resiko yang tadi sudah disebutkan suamiku. “Sebaiknya kita bawa saja, Akbar bersama kita Mas.” Mendengar jawabanku Lala langsung mendesah kecewa.&
Read more

59. Pertemuan Dengan Para Ipar

“Budhe Nia, Pakdhe Mirza ... !” Sontak aku menoleh dan langsung tersenyum ketika melihat wajah sumringah Riska ketika menyongsong kami dengan langkahnya yang panjang. Sementara Dina dan Muctar bersama kedua anaknya yang lain berjalan dengan langkah gontai menuju arah yang sama dengan kami. Sekilas aku melihat tatapan Dina yang agak lain, tampak ragu ketika semakin mendekat. Tapi saat ini perhatianku lebih tertuju pada Riska yang selama ini memang cukup dekat dengan kami. “Budhe lama sekali kita nggak ketemu, aku kangen sama budhe.” Setelah itu Riska mendekatiku dan berbisik lirih. “Ibu nggak ngijinin aku buat dolan ke rumahnya Budhe lagi.” Sejenak wajah Riska tampak murung tapi ketika melihat bayiku yang sedang tersenyum riang di dalam stroller, air muka gadis tanggung itu langsung berubah ceria. “Ya Allah, ganteng banget Budhe. Wajahnya kayak Pakdhe Mirza ini.” Riska menjadi sangat antusias dan langsung mendekati bayiku dan mengudangnya. “Ya jelas, bapaknya ganteng jadi ana
Read more

60. Memulai Usaha

 Perhatian Erna langsung teralih pada Arman yang sekarang sudah berada di depannya dan mulai ikut memberikan selamat. “Terima kasih,” jawab Erna singkat. “Oh iya, apa kamu datang sendiri Man?” tanya Andika menimpali. Arman diam tak menjawab. “Jadi benar berita itu kalau sekarang Maysaroh sudah pergi membawa anak-anak kalian?” Erna ikut menyahut. Seketika air muka Arman berubah keruh. Sebaliknya Erna malah tersenyum simpul. “Biarkan saja dia pergi, bukankah kamu masih memiliki istri lain yang lebih cantik dan menggoda yang sesuai dengan selera kamu? Jadi kamu nggak usah sedih gini.” Tanggapan Erna sungguh sangat di luar dugaan. Bagaimana mungkin dirinya yang juga seorang istri bisa memiliki pikiran seperti ini, malah menunjukkan kesetujuan atas perselingkuhan
Read more
PREV
1
...
45678
...
11
DMCA.com Protection Status