Beranda / Rumah Tangga / SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN / 59. Pertemuan Dengan Para Ipar

Share

59. Pertemuan Dengan Para Ipar

Penulis: Mastuti Rheny
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-02 12:53:15
“Budhe Nia, Pakdhe Mirza ... !”

Sontak aku menoleh dan langsung tersenyum ketika melihat wajah sumringah Riska ketika menyongsong kami dengan langkahnya yang panjang.

Sementara Dina dan Muctar bersama kedua anaknya yang lain berjalan dengan langkah gontai menuju arah yang sama dengan kami.

Sekilas aku melihat tatapan Dina yang agak lain, tampak ragu ketika semakin mendekat.

Tapi saat ini perhatianku lebih tertuju pada Riska yang selama ini memang cukup dekat dengan kami.

“Budhe lama sekali kita nggak ketemu, aku kangen sama budhe.”

Setelah itu Riska mendekatiku dan berbisik lirih.

“Ibu nggak ngijinin aku buat dolan ke rumahnya Budhe lagi.”

Sejenak wajah Riska tampak murung tapi ketika melihat bayiku yang sedang tersenyum riang di dalam stroller, air muka gadis tanggung itu langsung berubah ceria.

“Ya Allah, ganteng banget Budhe. Wajahnya kayak Pakdhe Mirza ini.”

Riska menjadi sangat antusias dan langsung mendekati bayiku dan mengudangnya.

“Ya jelas, bapaknya ganteng jadi ana
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   60. Memulai Usaha

    Perhatian Erna langsung teralih pada Arman yang sekarang sudah berada di depannya dan mulai ikut memberikan selamat.“Terima kasih,” jawab Erna singkat.“Oh iya, apa kamu datang sendiri Man?” tanya Andika menimpali.Arman diam tak menjawab.“Jadi benar berita itu kalau sekarang Maysaroh sudah pergi membawa anak-anak kalian?” Erna ikut menyahut.Seketika air muka Arman berubah keruh.Sebaliknya Erna malah tersenyum simpul.“Biarkan saja dia pergi, bukankah kamu masih memiliki istri lain yang lebih cantik dan menggoda yang sesuai dengan selera kamu? Jadi kamu nggak usah sedih gini.”Tanggapan Erna sungguh sangat di luar dugaan. Bagaimana mungkin dirinya yang juga seorang istri bisa memiliki pikiran seperti ini, malah menunjukkan kesetujuan atas perselingkuhan

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-03
  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   61. Sahabat Dekat

    “Jadi bagaimana Pak, Bu, kalian menyetujui usulanku ini kan?”Aku masih ragu, hingga kemudian aku malah melihat senyuman lebar dari wajah suamiku.“Sepertinya itu usulan yang bagus.”Tanpa aku sangka Mas Mirza mengemukakan persetujuannya.Aku langsung menoleh dan memandangnya lekat.“Mas, apa kamu yakin Mas? Kita bahkan belum memiliki ilmu untuk membuka usaha garmen,” tanyaku memberikan alasan.Pria yang memiliki usaha tambang dan jasa pengiriman barang itu langsung menampakkan keseriusan di wajahnya.“Kami akan mendampingi kalian, nanti Bapak dan Ibu akan saya ajak untuk menemui teman-teman saya yang memiliki usaha di bidang yang sama. Kita berkumpul dalam satu komunitas yang sama, sebagai sesama pengusaha muslim dan pastinya kami dengan senang hati akan saling membantu.”

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-04
  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   62. Amarah Arman

    Setelah 25 thKetika mendengar teriakan dari arah depan, dengan penuh rasa ingin tahu aku bersama Mutia langsung menghampiri asal suara.Tak pernah aku sangka kalau sekarang Arman yang datang sambil berteriak lantang dengan wajah kemerahan menampakkan amarah.Melihatnya emosional aku menjadi ragu untuk mendekat lagi, meski pria bertubuh agak bongsor dengan perutnya yang kian membuncit itu mulai menyadari keberadaanku bersama Mutia.Ketika menangkap kemunculanku dengan sorot matanya yang tajam, Arman sendiri yang langsung menyonsongku saat aku sudah menghentikan langkah."Kenapa kamu membuat keributan di rumahku?" sergahku tak nyaman pada adik iparku yang sedang dikukung amarah tanpa aku tahu apa sebabnya.Aku sedikit terkejut karena Arman mengetahui keberadaan rumahku, padahal dia benar-benar mengabaikan pemberitahuan dari Mas Mirza tentang kepindahan kami dari rumah lama.Tak ada satupun dari saudara iparku yang datang, baik saat kami akan pindah rumah atau setelah aku melahirkan.Me

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-05
  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   63. Arman Yang Tak Mau Disalahkan

    Aku kian lekat menelisik wajah suamiku. “Apa Mas yakin Mas benar-benar tidak tahu keberadaan Maysaroh dan anak-anaknya sekarang?” Mas Mirza termangu membalas tatapanku sejenak lalu menggeleng. “Kalau saja aku tahu, Nia.” Aku kemudian ikut mendesah panjang bersama suamiku. Sepertinya Maysaroh memang benar-benar tak ingin diganggu oleh siapapun bahkan oleh kami berdua yang selama ini cukup dekat dengannya. “Mungkin sudah saatnya Arman belajar untuk membenahi dirinya. Karena dengan segala yang pernah dia miliki dia malah menjadi pribadi yang kurang baik. Sikapnya kepada kita juga sangat berlebihan sama sekali tak peduli dengan kesulitan kita kemarin.” “Mungkin kamu benar. Tapi aku tetap berharap Arman bisa memperbaiki kesalahannya dan dia masih mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan kembali apa yang pernah dia miliki.” Mas Mirza mulai melirikku lalu tersenyum tipis namun terkesan gamang. “Sejak dulu kamu memang terlalu baik, selalu tak pernah mampu melihat kesusahan orang lain m

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-07
  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   64. Arman Yang Keras Kepala

    Aku segera menenangkan suamiku yang sudah mulai terbawa emosi kala mendapati sikap keras kepala Arman.“Kenapa kamu malah menyalahkan wanita sebaik Maysaroh yang bahkan sudah mendampingi kamu sejak awal hingga kamu bisa mendapatkan semuanya?”“Mas salah, aku mendapatkan semua ini atas kerja kerasku sendiri.”“Pikiran kamu benar-benar picik,” sergah Mas Mirza sengit.“Kenapa Mas membela Maysaroh sampai seperti ini? Kenapa Mas membela orang lain bukan adik kamu sendiri?”“Itu semua karena kamu memiliki pemikiran yang salah?”“Kenapa Mas Mirza tidak menanyakan dulu kepadaku apa alasanku lebih memilih Lulu?”Arman masih saja tak mau untuk disalahkan.“Kalau begitu katakan padaku apa kelebihan Lulu hingga kamu mengabaikan istri kamu sendiri Maysa

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-07
  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   65. Pertemuan Dengan Maysaroh

    “Ke mana saja kamu selama ini May?” tanyaku semakin tak sabar.Perempuan berhijab itu tak langsung , dia malah memandangi sejenak ketiga anaknya yang sedang mengajak Akbar bermain.“Aku mengajak anak-anak tinggal di luar kota, bahkan aku sudah mengajukan perpindahan ke sekolah lain,” jawab Maysaroh tak sepenuhnya berterus terang.Maysaroh seperti terlihat enggan untuk menyebutkan tempat tinggalnya yang sekarang kepada kami.“Sungguh aku merasa bersalah sama kamu dan anak-anak kamu May,” sahut Mas Mirza kemudian. Tatapan suamiku sekarang berubah luruh saat memandang pada ketiga keponakannya yang sepertinya tampak baik-baik saja itu.“Mas Mirza sama sekali tak bersalah, jelas ini bukan salah Mas Mirza meski Mas Arman itu adik kandung Mas.”Aku mulai menyentuh tangan Maysaroh, aku ingin menegaskan kehadiranku padan

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-08
  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   66. Kegesitan Akbar

    Mirza POV“May, apa kamu kenal dengan pria itu?”Istriku bertanya dengan penuh rasa ingin tahu pada sosok pria bertubuh tegap yang sekarang sedang berjalan menghampiri kami.Aku juga diliputi rasa penasaran sekarang, langsung melemparkan tatapanku ke arah Maysaroh menunggu jawaban dari mantan adik iparku itu.Tapi ketika melihat gestur tubuh Maysaroh yang canggung dengan disertai raut mukanya yang tampak tersipu, aku mulai bisa menebaknya. Meski awalnya terasa sangat sulit untuk bisa menerima jika wanita sebaik Maysaroh tak lagi menjadi bagian dari keluargaku akibat kebodohan adikku sendiri yang sudah menyia-nyiakannya.Aku kira lelaki itu pasti seseorang yang sedang dekat dengan Maysaroh saat ini.Meski tak mudah menerimanya tapi aku berpikir bagaimanapun Maysaroh berhak untuk menata hidupnya lagi d

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-09
  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   67. Jatuh Sakit

    “Memangnya apa yang sedang kamu pikirkan sekarang?”Aku mengungkapkan rasa penasaranku.Shania kembali menarik nafasnya dalam-dalam.“Sampai berapa lama kita bisa terus bersama anak kita Mas? Apa kita bisa menyaksikan dia saat dia sudah mendewasa nanti?”Shania mulai mengatakan kegusarannya yang nyatanya juga menjadi kegundahanku.“Bagaimana jika kita sudah meninggalkan dia sebelum dia bisa mandiri?”Saat mendapati Shania kian terbawa dengan kecemasannya segera aku meraih tangannya dan menggenggamnya erat sembari mengulas senyuman tipis.“Kita masih memiliki Allah yang akan menjaga putra kita.”Aku kian dalam memindai wajah istriku yang sekarang tampak begitu lelah karena kurang beristirahat sejak Akbar semakin aktif dan senang berlarian.

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-10

Bab terbaru

  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   109. Dalam Ketidakpastian

    Cukup lama aku bersimpuh di samping pusara Mas Mirza. Berusaha keras menegarkan diri meski air mataku tetap saja tak bisa aku tahan.Walau aku begitu kehilangan tapi aku enggan hanyut dalam kesedihan yang hanya akan membuat hatiku tidak bisa menerima takdir yang sudah digariskan.Aku tak mau terjebak dalam kekufuran yang hanya akan membuatku tidak bisa menerima kenyataan jika Mas Mirza tidak lagi bersamaku.Akbar yang sejak tadi mendampingi, berusaha menguatkan aku dengan sentuhannya yang selalu aku rasakan pada pundakku.Putraku mampu menempatkan dirinya dengan sangat baik hingga aku merasa tidak sendiri.“Ma, ini sudah digariskan oleh Allah, ikhlaskan Papa, Ma,” gumam Akbar bijak.Aku memandang luruh pada putraku meski sebelah tanganku masih berpegang pada nisan suamiku.Saat memandang Akbar aku merasa jika Mas Mirza seakan masih bersamaku. Wajah mereka terlalu mirip yang membuat hatiku malah menjadi lebih tegar.Aku berusaha menyunggingkan senyumku dan membalas genggaman tangan mun

  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   108. Diambang Perpisahan

    “Bagaimana kamu mengenal dia?”Aku bertanya penuh rasa penasaran.Sebaliknya Yusuf malah terlihat ragu, bahkan dia kemudian mulai menarik nafas dalam.Sementara istrinya memberi tatapan penuh arti disertai sebuah anggukan ringan yang membuat Yusuf kembali mengarahkan tatapannya padaku.“Sebenarnya Mas Herlambang adalah kakak kandungku, kami bertemu setelah sekian lama terpisah karena keadaan.”“Kakak kamu?”“Tapi sebenarnya ada hal lain juga yang aku rasa Mbak Nia perlu ketahui.”“Tentang apa?” tanyaku sedikit mendesak.“Kalau sebenarnya Mas Herlambang menyimpan sebuah perasaan pada Mbak Nia sejak lama. Karena memang Mas Herlambang sudah begitu lama mengenal Mbak Nia.”“Kami sebelumnya sudah saling mengenal?” tanyaku tak bisa sepenuhnya percaya.“Iya, karena sebenarnya Mas Herlambang sendiri yang sudah membawaku untuk diletakkan di depan rumah ayah dan ibu, Mbak Nia dan ketika itu Mbak Nia sendiri yang menemukan aku terlebih dahulu. Kata Mas Herlambang yang memperhatikan Mbak Nia dari

  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   107. Masuk Pesantren

    “Maksud Budhe apa ya?” Riska sekarang malah terlihat ragu.“Apa kamu memiliki perasaan yang sama dengan Danar?” Aku kembali mendesak.“Budhe, aku tidak bisa memastikan apapun. Untuk sementara aku tak memikirkan semua itu, aku hanya berpikir untuk memperbaiki diriku dulu, seperti yang sudah aku katakan aku ingin masuk pesantren dan belajar ilmu agama, meski sepertinya aku sudah sangat terlambat untuk memulainya Budhe.”“Tidak, jangan pernah berpikir seperti itu.”Aku mulai menggenggam tangan Riska.“Kalau kamu sudah membulatkan tekad kamu seperti itu, budhe akan membantumu. Budhe juga berencana akan memasukkan Akbar ke pesantren dan setelah budhe bisa membujuk Akbar, baru kita akan sama-sama ke sana. Karena kebetulan budhe memiliki adik angkat yang sekarang sudah memiliki sebuah pondok pesantren yang cukup besar.”Aku mulai mengulas senyumku di depan Riska yang masih menampakkan keresahannya itu.“Nanti kita akan sama-sama datang ke sana.”Aku berusaha meyakinkan Riska lagi.“Te

  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   106. Perasaan Riska

    Sontak aku dan Mas Mirza menjawab salam itu bersamaan, sembari aku menggiring kursi roda yang diduduki Mas Mirza untuk bergerak ke ruang tamu.Aku dan Mas Mirza langsung mengunggah kekagetan saat mendapati sosok Arman sedang berdiri di ambang pintu memandang kami dengan ragu dengan keadaannya yang jauh berbeda, tak lagi seperti dulu yang selalu memakai pakaian rapi dan gayanya yang cenderung angkuh.Bahkan saat terakhir datang dulu adik suamiku itu masih menampakkan sikapnya yang suka memaksa saat meminta untuk bisa tinggal di rumah kami.Tapi kini pria itu terlihat sangat sederhana bahkan gestur tubuhnya terlihat canggung dan ragu saat kami mulai mempersilakan masuk.“Arman, masuklah,” ucapku ramah.Sementara Mas Mirza hanya diam dengan tatapan yang sejak tadi memindai pada diri adiknya yang pastinya membuat suamiku itu bertanya-tanya.“Lama kita tidak bertemu ya,” ungkapku memulai percakapan ketika pria yang sekarang terlihat kurus dan jauh lebih tua itu sudah duduk di hadapan kami.

  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   105. Keinginan Suamiku

    Saat aku datang, aku melihat wajah sendu Mas Mirza. Tatapannya menjadi nanar ketika aku memandangnya.“Ada apa Mas?” tanyaku penasaran sembari aku duduk di dekatnya yang saat ini Mas Mirza sedang duduk termangu di kursi rodanya.“Tidak ....”Mas Mirza malah memandangku semakin lekat.“Apa ada yang ingin kamu sampaikan Mas?” tanyaku agak mendesak karena aku menjadi sangat penasaran.Mas Mirza kemudian malah menggeleng.“Tidak, tidak ada,” gumam Mas Mirza.Tapi ketika melihat ekspresi wajahnya yang penuh kegundahan aku tetap tak bisa menghalau rasa ingin tahuku.Aku masih tak yakin jika Mas Mirza jujur saat ini.“Katakanlah Mas, apa yang sedang Mas pikirkan saat ini?”Mas Mirza masih termangu sesaat meski kemudian ia mulai menarik nafas panjang.“Aku hanya merasa bosan,” gumam Mas Mirza kemudian sembari memandangi kedua kakinya yang sudah nyaris tiga tahun ini tak bisa digerakkan lagi.Tapi setelah itu Mas Mirza malah tersenyum lebar.“Sudahlah lupakan semua itu, bagaimana keadaan pabri

  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   104. Sikap Ganjil Herlambang

    “Budhe Nia!”Sontak aku menoleh dan memandang dari kejauhan melihat sosok Danar mendekat ke arah kami.Sekarang perhatian kami tertuju pada Danar yang semakin memacu langkahnya.“Apa persoalan kamu di kampus sudah selesai?” tanyaku memastikan karena tadi Danar memang harus datang ke kampus untuk mengurus beberapa hal yang membuatnya tak bisa mengikuti jalannya persidangan yang sudah memasuki fase akhirnya.“Sudah Budhe, semuanya sudah selesai.”Danar mengatur sejenak nafasnya yang tampak tersengal.“Bagaimana sidangnya? Keputusan hakim bagaimana?” tanya Danar menjadi sangat penasaran.“Sudah, Roby kena 10 tahun dan Dina juga ikut dijadikan tersangka meski saat ini dia masih buron.”Sejak di pemakaman nyatanya Dina benar-benar mengikuti apa yang dikatakan oleh

  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   103. Fakta Lain Tentang Didit

    “Kenapa kamu berkata seperti itu?”Aku menjadi penasaran dengan apa yang dikatakan Danar. Aku merasa dia sedang menyembunyikan sesuatu dariku saat ini.Pria muda yang juga mewarisi kesempurnaan wajah ibunya itu meski kakaknya memiliki wajah yang lebih mirip sang ibu itu malah mendesah panjang.“Mas Didit mungkin tidak akan berubah karena di dalam penjara dia masih saja menjadi pemadat, karena benda haram itu semakin mudah didapat di dalam sana.”Aku terperangah ketika mendengar apa yang dikatakan Danar. Keponakanku itu mengunggah wajah sedihnya yang menunjukkan rasa prihatin atas keadaan sang kakak.“Apa benar yang kamu katakan ini?”“Kurasa Budhe sudah banyak mendengar berita seperti ini di berbagai media,”gumam Danar.Ganti aku yang menarik nafas panjang menjadi tak bisa berk

  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   102. Rencana Masa Depan

    “Katakan saja apa permintaan kamu Nak?” Aku menunggu Riska mengatakan apa yang sedang diinginkannya saat ini. Tapi sekarang gadis yang sebenarnya masih terlalu muda untuk menghadapi segala kepedihan hidup itu malah terlihat ragu saat melihatku. “Bantu aku untuk memisahkan diri dari Ibu,” tegas Riska kemudian. Aku terperangah sejenak, tapi kemudian bisa dengan segera memaklumi keinginannya yang barangkali wajar karena memang Riska hancur seperti ini karena ulah ibunya sendiri. Melihat aku diam tak langsung memberikan jawaban Riska kemudian malah memandangku dengan gelisah. “Budhe, aku tak mau hidupku hancur lagi jika Ibu sampai menemukan keberadaanku.” “Jadi ini juga menjadi alasan kamu untuk masuk ke pesantren?” “Tapi aku benar-benar ingin memperdalam ilmu agama Budhe,” tegas Riska pada akhirnya.

  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   101. Ketakutan Riska

    “Ayo Bu Nia, tunggu apalagi silakan masuk ....” Tatapan pria itu kian menegas seakan ingin memaksaku untuk segera masuk ke dalam mobilnya. Aku merasa tak memiliki pilihan lain yang membuatku akhirnya tetap menerima tumpangan pria itu hingga akhirnya aku sampai ke pabrik tempat usahaku selama ini berjalan. “Terima kasih banyak Pak untuk semua bantuannya,” ucapku sebelum aku keluar dari dalam mobilnya. Lagi-lagi Herlambang mengulas senyumnya. “Tak usah terlalu dipikirkan Bu Nia, oh iya soal pengacara buat mengawal kasusnya Riska, aku sudah melakukan koordinasi dengan beberapa pengacara langgananku, mereka bahkan sudah melakukan tugasnya untuk mengumpulkan semua bukti dengan mengajak dokter yang menangani Riska bekerjasama. Insya Allah kita bisa menyeret pelaku kekejaman pada Riska ke penjara untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.” Herlambang berucap d

DMCA.com Protection Status