"Sudah, nggak usah terlalu difikirkan omongan Umi tadi. Umi memang begitu orangnya, nanti lama-lama juga bakal luluh setelah kita beri cucu. Apalagi setelah melihat betapa lucu cucunya nanti," seloroh Mas Rahman mencoba menghibur hatiku. "Auw! Sakit, Yang!" Dia menjerit kesakitan, karena tanganku muncubit pinggangnya. "Gimana mau kasih cucu Umi, Mas? Bikin aja nggak boleh!" Sergahku, tak lupa ku hadiahi suamiku itu pelototan. Tapi dasar Mas Rahman, dia malah nyengir lebar. "Nggak boleh itu kalau Umi lihat, Sayang. Kalau nggak, kan, nggak pa-pa. Iya, kan? Masa iya kita mau ihik-ihik di depan Umi." Mas Rahman menangkap tanganku yang hendak menggebuk nya, lalu menarik tubuh ini ke dalam pelukannya. "Mas! Aku sudah wudlu, batal kan jadinya!" Protes ku tak terima. "Terlanjur batal sayang, bagaimana kalau kita lanjut babak selanjutnya." Mata yang biasa menatapku teduh itu, kini berubah genit. "Ogah! Nanti digrebek Umi!" Usai berkata aku masuk ke kamar mandi. Ada-ada saja suamiku itu,
Terakhir Diperbarui : 2023-06-12 Baca selengkapnya