***Seperti biasa, rumah bukan lagi tempat pulang ternyaman sejak Mas Rafa menikahi Andin. Namun, jika bukan kembali ke sini, ke mana lagi aku harus membawa Naura. Menjawab pertanyaannya tentang sikap Ayahnya yang berubah saja aku belum mampu, apalagi saat dia bertanya kenapa kami mendadak harus pindah.“Nau, langsung mandi ya!”“Iya, Bu.” Naura menyahuti.Sementara itu, aku masuk ke dapur, memeriksa apakah hari ini Andin memasak makanan atau tidak.“Sesuai dugaanku, Andin yang malas tidak memasak makanan apapun untuk Mas Rafa,” ucapku sembari geleng-geleng kepala.“Hebatnya, Mas Rafa sama sekali nggak protes! Coba kalau aku yang nggak masak, pasti banyak sekali ceramahnya,”Aku berdecak membandingkan sikap Mas Rafa terhadapku dan Andin. Sungguh berbeda.“Jangan-jangan mereka baru makan seharian ini?” Aku bertanya curiga. Benar-benar pemalas maduku itu ternyata.Tiba-tiba aku memikirkan sebuah ide. Senyum muncul di antara sudut bibirku. “Lihat saja apa yang akan aku lakukan padanya ma
Read more