Beranda / Pernikahan / Wanita Kedua / Bab 11 - Bab 20

Semua Bab Wanita Kedua: Bab 11 - Bab 20

44 Bab

Senyum Termanis

Nazeela menatap sepasang ibu dan anak di hadapan. Kedua orang itu terlihat saling menyayangi. Anak perempuan--yang sepantaran dengannya--begitu telaten menyuapi sang ibu yang duduk di atas kursi roda. Sesekali dia membersihkan sudut bibir ibunya dengan saputangan. Senyum merekah di bibir keduanya. Sorot teduh sang ibu mengingatkan Nazeela pada sosok ibunya.Makam sang ibu masih merah, tetapi cobaan tak jemu bertandang mempermainkan takdirnya. Sejak kepergian wanita itu, air mata seolah betah jatuh di pipinya. Andai saja gadis itu tidak memiliki iman yang kuat, mungkin saja saat ini dia sudah masuk dalam deretan gadis frustasi. Namun, dia selalu menegarkan diri, berpegang teguh pada keyakinan jika Tuhan tidak akan pernah memberikan cobaan di luar batas kemampuan hamba-Nya."Jangan ngelamun, ngga baik." Suara Dru membuyarkan lamunan Nazeela tentang sang ibu. Gadis itu memalingkan wajah hendak menyembunyikan air yang tergenang di kelopak matanya."Aku boleh duduk di sini?" Nazeela meng
Baca selengkapnya

Dru

"Kapan aku bisa pulang, Kak?" tanya Hasan yang mulai membaik. Remaja itu sudah sepenuhnya bisa bicara satu minggu pasca operasi, dia tengah bersandar ke tumpukan bantal yang disusun di kepala brankar.Nazeela menghentikan gerakan tangannya yang sedang mengupas apel. "Tungguin perintah dokter dulu. Kakak takut kalau ada apa-apa nanti."Hasan menggangguk pelan. "Kak, aku minta maaf udah nyusahin. Pasti biayanya gede buat operasi aku."Nazeela menganjur napas perlahan, tangannya kembali lincah mengupas kulit apel merah. "Udah, jangan mikir yang berat-berat. Itu urusan Kakak.""Tapi, Kak. Ibu pasti marah banget sama aku. Sampai sekarang ngga mau jenguk aku di sini," keluh Hasan dengan suara bergetar."Aduh!"Mendengar ucapan Hasan, membuat konsentrasi Nazeela pecah, hingga pisau yang seharusnya membelah buah malah mengiris tangannya. Mata gadis itu seketika memanas, perih segera menjalari dinding hati, sesuatu tak kasat mata seolah menikam jantungnya. "Kakak, ngga papa?" tanya Hasan deng
Baca selengkapnya

Pertemuan

Fairuz baru saja menempelkan ponsel ke telinga ketika mendengar langkah mendekat. Dia menoleh dan melihat Nazeela berdiri tiga langkah di belakangnya. Gadis itu mengenakan pakaian steril khusus untuk ruang ICU. Sejak Farah anfal dua hari yang lalu, keduanya belum bertemu. Nazeela yang terlalu sibuk mengurusi Hasan dan Fairuz menemani Farah.Fairuz memalingkan wajah kembali menatap Farah yang masih terbaring diam di atas brankar. "Aku baru ingin menelponmu." Suaranya terdengar dingin."A-ada apa, Bang?" Nazeela berjalan lebih dekat ke arah brankar Farah, menggulung sedikit jarak yang terbentang antara mereka."Tolong temani Farah. Aku pulang sebentar," jawab Fairuz dengan raut datar, tanpa melihat lawan bicaranya. Nazeela menganjur napas pelan. Sepertinya pria itu masih kesal padanya. Gadis itu paham dan tak berkecil hati. Fairuz mungkin tak bermaksud kasar, dia hanya ketakutan jika terjadi sesuatu pada orang yang dia cintai."Iya, Abang pulang saja. Istirahat. Biar aku yang jagain K
Baca selengkapnya

Maaf

Maaf, aku menyusahkanmu ...."Lirih suara Farah mengucapkan kalimat pendek itu. Nazeela hanya mengangguk, lidah gadis itu kelu. Bahagia membuncah di dadanya. Dia tidak mengira bisa mendengar suara wanita berlesung pipit itu lagi, meski masih terlihat lemah, setidaknya dokter meyakinkan jika Farah mampu bertahan. Siang ini wanita tersebut telah dipindahkan ke kamar VVIP sesuai permintaan Fairuz via telpon. Setelah Nazeela mengabarkan kondisi sang istri. Haru menyelimuti hati si gadis. Tak dipungkiri pikiran buruk berkali-kali melintas dibenaknya. Namun, selalu dia tepis dan menumbuhkan keyakinan jika Farah pasti akan baik-baik saja."Kakak harus sembuh. Aku ngga mau lihat Kak Farah sakit kayak gini.""Aku juga ngga mau, Zee, tapi ....""Ngga ada tapi-tapian." Nazeela menggenggam tangan Farah yang dipasangi infus, "dokter bilang, udah enam bulan Kakak ngga pernah kemo lagi."Farah terdiam mendengar Nazeela menyela kalimatnya. Memang tidak ada yang bisa ditutupi lagi. Tiba-tiba wanita t
Baca selengkapnya

Kinaya

Kinaya mengetuk-ngetuk gelas yang berisi ice lemon tea yang tinggal separuh. Dia memilih mengamati pemandangan jalan raya dari jendela restoran. Matahari bersinar amat terik di.luar sana,.meski jam sudah menunjukkan pukul empat sore.Pedagang kaki lima dan asongan mendominasi trotoar yang seharusnya menjadi hak pejalan kaki. Kamacetan tak terelakkan ketika para pedagang juga memakai bahu jalan untuk menggelar dagangannya. Mata wanita itu juga sibuk mengamati pejalan kaki yang mondar-mandir turun-naik.dari jembatan penyebrangan. Apa saja dia perhatikan asal bukan pria di hadapan yang kini sedang menatapnya lekat."Puas matamu jalan-jalan?"Kinaya mendengkus. Sindiran pria itu membuatnya kesal. "Apa urusanmu dengan mataku. Kalau ngga suka jangan liat," ketusnya sembari menyorot lawan bicaranya.Pria itu terkekeh. "Masih saja judes."Kinaya memutar matanya malas. Dia menyeruput minumannya cepat, lalu bersiap berdiri. "Kalau ngga ada yang mau diomongin aku pergi, Dru.""Wait!" Dru menahan
Baca selengkapnya

Tak Berubah

Nazeela tersenyum melihat Farah makan dengan lahap. Tidak berapa lama Fairuz meninggalkan kamar, wanita itu membuka kelopak mata perlahan. Yang pertama dia lihat adalah sosok sang gadis sedang menatapnya dengan mata yang diselimuti embun. Farah mengangkat tangan, sebagai isyarat dia telah kenyang. "Udah, segini aja.""Satu suap lagi, Kak," pinta Nazeela dengan sendok teracung di depan mulut Farah.Namun, Farah menggeleng. "Perutku ngga sanggup lagi. Ntar malah begah, kekenyangan. 'Kan ngga lucu," balasnya terkekeh pelan.Nazeela meletakkan mangkuk yang berisi bubur yang tinggal separuh ke atas meja yang ada di sebelah brankar Farah. Dia menelisik raut wanita tersebut. Masih terlihat pucat dengan pipi yang semakin menirus, ada cekungan di kelopak mata bawahnya, dan kulit bibir yang mengelupas. Meski seperti itu kecantikan Farah tak berkurang sedikit pun. Benar sekali, jika kecantikan itu berasal dari hati, bukan rupa. Dia pernah mendengar sebuah hadis yang berbunyi. "Ingatlah bahwa
Baca selengkapnya

Masih Ada

Gerimis tak menyurutkan pedagang kaki lima menggelar dagangannya. Tumpukan kendaraan di jam-jam sibuk tak bisa dielakkan, sebab para pedagang tersebut juga memakai bahu jalan, hingga kemacetan mengular sampai puluhan kilo meter.Dru memutar tape musik yang terpasang di mobilnya. Suara Mahen mengalun merdu Melantunkan lagu anyarnya.Pernah aku jatuh hatiPadamu sepenuh cintaHidup pun akan kuberiApa pun akan kulaluiTapi tak pernah kubermimpiKau tinggalkan aku pergiTanpa tahu rasa iniIngin rasaku membenciTiba-tiba kamu datangSaat kau telah dengannyaSemakin hancur hatikuJangan datang lagi cintaBagaimana aku bisa lupaPadahal kau tahu keadaaannyaKau bukanlah untukkuJangan lagi rindu cintaKutak mau ada yang terlukaBahagiakan diaAku tak apaBiar aku yang pura-pura lupaTiba-tiba kamu datangSaat kau telah dengannyaSemakin hancur hatikuJangan datang lagi cintaBagaimana aku bisa lupaPadahal kau tahu keadaaannyaKau bukanlah untukkuJangan lagi rindu cintaKutak mau ada yang
Baca selengkapnya

Syarat

Tak semua yang kita inginkan bisa didapat. Adakalanya merancang masa depan dengan perhitungan seteliti mungkin, merasa tidak akan ada celah kegagalan mengambil tempat. Nyatanya, manusia hanya bisa berusaha, takdir seorang hamba Tuhanlah yang menggariskan dan kita hanya bisa menjalankan sebaik mungkin. Seperti skenario sebuah filem, telah terancang rapi dari awal hingga akhir.Pun dua insan yang pernah menulis kisah di masa lalu. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing, bergelut dengan perasaan gelisah. Dua hati yang pernah saling mengisi, mencoba mengais rasa yang dulu pernah ada. Mati-matian Farah menekan memori kala merajut kasih dengan Dru, dia tak ingin mengotori hati yang telah berpemilik. Tak mau terjebak pada romansa silam.Pun Dru. Pria itu memilih diam, seraya memandang rinai yang mulai tercurah deras. Sepertinya sang mega tak sanggup lagi menahan keinginan kandungan langit itu untuk segera mencumbu tanah. Dada pria itu seperti tertusuk duri-duri bunga mawar yang sedang mek
Baca selengkapnya

Keputusan

Nazeela tertegun melihat Dru berdiri di depan kamar rawat Hasan. Pria itu menatapnya dengan sorot lekat dan lama. Seolah ingin menggali apa yang tersimpan di sorot teduh milik sang gadis. "Kenapa?"Dahi Nazeela berkerut mendengar pertanyaan Dru. "Maksud Kakak?""Kenapa kamu simpan kesedihanmu sendiri, Zee ...? Kenapa kamu ngga cerita kalau Ibumu meninggal dunia?"Nazeela tersenyum getir. Melarikan pandangan ke arah lain. "Kakak baru pulang beberapa hari yang lalu dan selalu bertanya tentang Farah." Dia menjeda kalimatnya sesaat, seraya menghela napas perlahan. "Lagipula kita tidak sedekat itu untuk aku bercerita.""Kamu masih anggap aku orang lain?""Bukannya memang begitu? Kak Dru mantan majikan Ibu, saudara Bang Fairuz, majikanku." Mati-matian Nazeela menahan getar di nada suaranya. Mendengar kalimatnya sendiri, seolah menyadarkan siapa dirinya dan itu semakin membuat ngilu kembali bertandang ke dada.Dru maju selangkah. Melipat jarak yang dibentangkan Nazeela. "Jangan bicara seper
Baca selengkapnya

Berduka

Tangan Fairuz meremas kepalan tanah dari gundukan makam Farah yang ditaburi bunga. Tatapannya nanar ke arah nisan yang bertuliskan nama sang istri tercinta. Siluet kebersamaan mereka satu per satu datang menghantamnya. Senyum manis dan tulus selalu terukir di bibir sang wanita. Kemanjaan, canda, dan semua lelucon yang selalu menghidupkan rumah tangga mereka. Tidak pernah dia merasa jatuh cinta setiap hari kepada lawan jenis, tetapi sejak mengenal Farah, mata Fairuz tertutup untuk wanita lain.Berkali-kali Fairuz meyakinkan diri kalau semua yang terjadi hanya mimpi buruk dan Farah akan membangunkan, seraya menyodorkan segelas air mineral, lalu membaringkan kepala sang pria ke atas pangkuan. Wanita itu akan melantunkan sholawat hingga sang suami kembali tertidur.Rinai yang berderai dari mega membuyarkan kenangan tersebut. Ingatan Fairuz dipaksa kembali pada kenyataan di.hadapan, bahwa yang kini ada di depannya adalah makam Farah, tempat peristirahatan abadi sang terkasih. Ngilu berulan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status