Home / Rumah Tangga / 180 Hari Menuju Akad / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of 180 Hari Menuju Akad: Chapter 21 - Chapter 30

86 Chapters

21. Keinginan Menyampaikan Isi Hati

"Suster, tolong bantuannya ya!" ucap mama Anita tanpa menatap ke arahku sedikitpun, seolah amarah dan kekecewaan yang beliau rasakan membuat beliau enggan untuk menatapku, putri kandungnya sendiri. "Biar Papa saja yang mendorong kursi rodanya, Ma. Mama dan Suster tunggulah di kamar Kania," ujar papa lembut. "Ah, terserah Papa aja lah!" Mama Anita berjalan memasuki rumah kami, meninggalkanku dan papa Gunawan dengan tumpukan barang yang kebetulan dibantu oleh suster membawakannya. Papa Gunawan terlihat mulai aneh dengan sikap mama Anita, namun sepertinya kali ini beliau mencoba mengabaikannya karena papa bukanlah orang yang mudah terpancing emosi dan amarah sesaat. Papa Gunawan mendorong kursi rodaku dengan sabar menuju kamarku. Kurasakan betapa hangat dan lembutnya cinta dan kasih sayang papa kepadaku, bahkan beliau memperlakukan aku seperti tuan putri yang sangat dimuliakan dan dimanjakan, hingga air mata tiba-tiba jatuh membasahi pipi bulat ku. Ya, bagaimana aku akan tega me
last updateLast Updated : 2023-07-13
Read more

22. Sulit Diungkapkan

'Kamu dimana? Kenapa kamu selalu menghilang saat aku sedang membutuhkanmu? Kenapa kamu menghindar saat kita berdua bertengkar?' ucapku di dalam hati sembari membayangkan wajah Arya. Arya selalu menghindar dan kabur jika aku membicarakan hal serius dengannya. Ia menghilang dan tidak bisa dihubungi saat aku bertengkar dengannya. Ia tidak ingin berdebat denganku atau bahkan membahas semua yang ingin kutanyakan kepadanya, namun lebih memilih menghindar seperti seorang pengecut yang tidak punya nyali sama sekali. "Dasar buaya!" Rasa kesal ini membuatku membanting bantal guling yang ada di ranjangku hingga hampir mengenai wajah papa. "Kania, ada apa, Nak?" ucap papa sembari menangkap bantal guling yang ku lempar secara tiba-tiba tanpa tahu kalau papa akan masuk ke kamarku. "Ma-, maaf, Pa." Dengan wajah gugup dan rasa bersalah, aku menundukkan wajahku karena aku sama sekali tidak ada niat ingin melemparkan bantal ke wajah papaku. Sementara itu, papa Gunawan berjalan pelan mendeka
last updateLast Updated : 2023-08-01
Read more

23. Kekesalan Hati

"Ma, ayo keluar!" ucap papa Gunawan sembari menggandeng tangan mama Anita untuk keluar dari kamarku. Sungguh, rasanya ingin sekali aku kabur dan keluar dari rumah ini dari pada setiap harinya aku terus-terusan menanggung perasaan yang membuatku harus membenci mamaku. Aku sangat tahu dan sangat paham sekali kalau dalam agamaku melawan kepada orang tua adalah dosa besar karena restu Allah ada pada restu kedua orang tua dan murka Allah ada pada murka orang tua. Aku juga merasa merasa sangat takut jika kesalahan dan hidup yang kujalani tanpa restu orang tua membuat hidupku tidak berkah, tentram dan damai, tapi bukan berarti kedua orang tuaku harus memaksakan kehendak yang membuatku tidak punya hak atas diriku sendiri. Ya, bagaimanapun juga aku harus bergerak cepat sekarang, aku tidak boleh lengah karena ini menyangkut masa depanku. Aku menghapus air mata yang mengalir di pipiku, aku bangkit dari pembaringanku, dan walaupun berat kakiku tetap berusaha melangkah menuju cermin yang terl
last updateLast Updated : 2023-08-09
Read more

24. Tidak Menerima Takdir

Aku merasakan keberadaan papa Gunawan yang menguatkan ku. Papa Gunawan menatapku dengan seksama, tatapan yang penuh dengan sejuta tanda tanya. Sungguh, perasaan seorang ayah pasti akan sangat terluka melihat kondisi anaknya sedang tidak baik-baik saja, bahkan tanpa dikatakan dan dijelaskan saat ini papa Gunawan paham kalau putri kesayangannya ini sedang menanggung beban yang sangat berat sekali saat ini. "Aw, sakit! Pelan-pelan dong, Suster!" ucapku dengan nada suara membentak dan volume tinggi. Luka dan kekecewaan hidup yang kurasakan sekarang membuatku menjadi mudah emosi dan melampiaskan amarahku kepada orang lain. Ya, sebenarnya aku sangat sadar kalau sikapku sangat jauh dari kata sopan dan menghargai orang lain, namun tidak ada yang bisa kulakukan sekarang selain meluapkan emosiku lewat amarah. Sungguh, rasanya sedikit perasaan di hati ini begitu lega, seolah separoh beban berat yang saat ini ku junjung di kepalaku terlepaskan. "Apa yang terjadi? Kenapa berteriak-teriak?" sorak
last updateLast Updated : 2023-08-14
Read more

25. Pergolakan Batin

"Kania." Ucapan lembut seorang ayah yang membuatku merasa luluh lantah hingga ditusuk-tusuk paku. "Kania, Papa dan Mama sayang sama Kania. Semua yang kami berdua lakukan adalah yang terbaik untukmu, Nak." Untuk sesaat papa Gunawan terdengar menghentikan ucapannya, seolah menjeda apa yang akan beliau sampaikan. Namun, tidak ada yang bisa kulakukan sekarang, selain terisak seperti ingin dilindungi dan dikasihani. "Kania ingin tidur, Pa! Apakah Kania tidak boleh beristirahat bareng sebentar?" ucapku tanpa menatap papa, karena saat ini aku memilih untuk tidur nyenyak tanpa ada gangguan apapun, termasuk keluarga dan orang tuaku. "Sayang, Mama Anita tidak bermaksud marah kepadamu, Nak." Papa Gunawan tentu tidak ingin jika aku dan mamaku bertengkar hanya gara-gara hal sepele, karena ikatan antara orang tua dan anak tidak akan lepas dan tidak akan putus meski bertengkar hebat. Pertengkaran itu hanya sebuah gambaran ekspresi kekecewaan seseorang kepada orang yang disayang, atau juga seba
last updateLast Updated : 2023-08-15
Read more

26. Merindukan Arya

Ya, sudah hampir lima jam waktu yang ku habiskan di depan laptop tanpa rasa ngantuk atau lelah sedikitpun, bahkan aku tidak meminum air putih sama sekali hingga tak kusadari kalau kerongkongan ini terasa kering, aku dehidrasi. Ku tatap jam di dinding kamarku, arloji merah muda dengan karakter hello kitty itu terpampang nyata di depanku. Waktu telah menunjukkan pukul enam sore, waktu dimana harusnya aku bersiap, karena sebentar lagi azan magrib akan segera berkumandang, tapi saat ini akan berubah menjadi waktu dimana sang perawat akan mengantarkan makanan dan obat untukku. Hingga aku bergegas untuk mematikan laptopku, berpura-pura berbaring di tempat tidurku dengan wajah yang terlihat kusut, agar ciri khas muka bantal itu tidak membuat sang perawat curiga dengan kegiatanku hari ini, karen ia hanya akan berpikir kalau aku memang baru saja bangun dari tidurku. Tok ..., tok ..., tok .... Ya, yang benar saja, dalam waktu sepersekian detik sang perawat masuk ke kamarku. "Nona Kania, suda
last updateLast Updated : 2023-08-16
Read more

27. Pertemuan Tidak Sengaja

[Waalaikumsalam, Mas] Walaupun berat, namun aku mencoba untuk memulai diri ini agar terbiasa memanggil Arya dengan panggilan ,"Mas." [Lagi apa?] Kata-kata pembuka yang selalu diucapkan oleh Arya ketika memulai pembicaraan denganku. Saat aku dan dia sedang dalam pertengkaran atau kesalahan pahaman. [Tidak ngapa-ngapain] Jawaban singkat dan terdengar cuek itu adalah salah satu bentuk sikap merajuk ku kepada lelaki itu. Hatiku bercampur aduk sekarang, ingin rasanya aku menemui Arya dan mengatakan padanya kalau aku tidak bisa hidup tanpanya, aku tidak ingin dia meninggalkanku atau pergi dari hidupku, tapi sebagian lain dari diriku ingin sekali meninju dada bidang lelaki itu karena ia membuat hatiku porak-poranda dalam keraguan dan kebimbangan. [Kania, kamu dimana? Tidak sedang berantem sama Mama 'kan?] Lelaki yang bernama Arya itu memang pandai sekali menebak apa yang terjadi kepadaku. Bahkan ia membaca pikiranku tanpa harus kukatakan kepadanya. [Ayo bertemu di tempat bi
last updateLast Updated : 2023-08-20
Read more

28. Sebatas Kakak Adik

Pertanyaan Andika membuatku tersadar, hingga diri ini langsung membuang muka karena salah tingkah. Bahkan seluruh tubuhku gemetar seperti seorang pencuri yang baru saja ketahuan mengambil sesuatu oleh pemiliknya. "Saya adalah kakak Kania, kamu sendiri siapa?" Arya yang tidak ditanya malah menyela pertanyaan Andika, bahkan jawabannya itu terdengar sangat ketus sekali sehingga membuatku menjadi tidak enak hati kepada Andika, namun sebagian hatiku merasa tidak terima karena Arya menyebutku sebagai adiknya. "An-Andika, ma-maaf," ucapku gugup dengan wajah tertunduk malu. Aku sungguh tidak bisa membayangkan bagaimana saat ini aku ingin kabur dari dua orang lelaki yang saat ini saling berpandangan dan bertatap muka penuh dengan kebencian. "Dek, siapa lelaki ini?" Nada suara Arya terdengar lantang, ada amarah memuncak dengan darah mendidih yang memanaskan tubuhnya. "Dia Andika, teman sekantorku." Jawaban singkat yang keluar dari lisanku, setidaknya bisa membuat Arya puas dan lega, h
last updateLast Updated : 2023-08-22
Read more

29. Tamparan Mama

"Mama egois, Mama hanya mementingkan diri sendiri!" ucapku dengan nada suara menyeringai. Plak ! Tangan kanan yang biasanya membelai pipiku itu kini berubah menjadi bara api yang membakar pipiku. Sungguh, tamparan keras itu membuat pipiku memerah, sangat sakit dan teramat sangat sakit. Dalam beberapa jam pipi ini penuh dengan tamparan keras mama Anita. Wanita yang selama ini menjadi malaikatku, penghapus air mata dan kesedihanku, bidadari cantik yang selalu menjadi penyemangatku kini berubah terasa seperti orang asing yang tidak memiliki rasa kasih sayang kepadaku. "Tidak cukupkah tamparan sebelumnya, Ma? Haruskah Mama bersikap sangat kasar seperti ini?" Dalam isak tangis dan mulut bergetar, akhirnya aku menyampaikan sebuah kata protes atas sikap mama kepadaku. "Harusnya kamu sadar, Kania, sikapmu telah melewati batas." "Mama yang terlalu memaksakan kehendak, bukan Kania yang melewati batas." "Tidak ada orang tua yang berniat jahat kepada putrinya karena semua orang tua ingin ha
last updateLast Updated : 2023-09-12
Read more

30. Pergolakan Luar Biasa

Kini, sebagian hatiku menyalahkan takdir yang Tuhan berikan, dan sebagian lagi hati ini disadarkan oleh secercah hidayah yang ku abaikan, dimana kesombongan jiwa ini membuatku tidak bisa menerima kebaikan. Tok ..., tok ..., tok .... "Kania, kamu sudah tidur, Nak? Papa masuk ya!" Suara papa Gunawan terdengar di balik kamarku, hingga dengan bersegera ku hapus air mata yang mengalir membasahi pipiku. Sungguh, aku tidak ingin papa melihatku menangis karena hal itu akan melukai hati dan perasaan beliau. Aku juga langsung bergegas berbaring di ranjang sembari menutup wajahku dengan selimut karena aku terlalu malu untuk bertemu dengan papa. "Kania, Papa masuk ya, Nak!" Terdengar olehku suara langkah kaki papa yang pelan dan tenang. Ya, papa Gunawan memang seorang lelaki yang berwibawa dengan pembawaan yang sangat tenang, bahkan ketenangan yang beliau pancarkan membuat orang-orang disekitarnya juga merasakan kedamaian. "Kania, Papa tahu kamu belum tidur, Nak." Papa Gunawan meng
last updateLast Updated : 2023-10-01
Read more
PREV
123456
...
9
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status