"Mama egois, Mama hanya mementingkan diri sendiri!" ucapku dengan nada suara menyeringai. Plak ! Tangan kanan yang biasanya membelai pipiku itu kini berubah menjadi bara api yang membakar pipiku. Sungguh, tamparan keras itu membuat pipiku memerah, sangat sakit dan teramat sangat sakit. Dalam beberapa jam pipi ini penuh dengan tamparan keras mama Anita. Wanita yang selama ini menjadi malaikatku, penghapus air mata dan kesedihanku, bidadari cantik yang selalu menjadi penyemangatku kini berubah terasa seperti orang asing yang tidak memiliki rasa kasih sayang kepadaku. "Tidak cukupkah tamparan sebelumnya, Ma? Haruskah Mama bersikap sangat kasar seperti ini?" Dalam isak tangis dan mulut bergetar, akhirnya aku menyampaikan sebuah kata protes atas sikap mama kepadaku. "Harusnya kamu sadar, Kania, sikapmu telah melewati batas." "Mama yang terlalu memaksakan kehendak, bukan Kania yang melewati batas." "Tidak ada orang tua yang berniat jahat kepada putrinya karena semua orang tua ingin ha
Kini, sebagian hatiku menyalahkan takdir yang Tuhan berikan, dan sebagian lagi hati ini disadarkan oleh secercah hidayah yang ku abaikan, dimana kesombongan jiwa ini membuatku tidak bisa menerima kebaikan. Tok ..., tok ..., tok .... "Kania, kamu sudah tidur, Nak? Papa masuk ya!" Suara papa Gunawan terdengar di balik kamarku, hingga dengan bersegera ku hapus air mata yang mengalir membasahi pipiku. Sungguh, aku tidak ingin papa melihatku menangis karena hal itu akan melukai hati dan perasaan beliau. Aku juga langsung bergegas berbaring di ranjang sembari menutup wajahku dengan selimut karena aku terlalu malu untuk bertemu dengan papa. "Kania, Papa masuk ya, Nak!" Terdengar olehku suara langkah kaki papa yang pelan dan tenang. Ya, papa Gunawan memang seorang lelaki yang berwibawa dengan pembawaan yang sangat tenang, bahkan ketenangan yang beliau pancarkan membuat orang-orang disekitarnya juga merasakan kedamaian. "Kania, Papa tahu kamu belum tidur, Nak." Papa Gunawan meng
Aku membaringkan kembali tubuhku di ranjang, mencoba memejamkan mata, berharap ketika hari esok datang menyapa, diri ini bisa berkata, "Kania, ternyata ini mimpi," ucapku sembari mencubit pipiku ini. Ya, aku sangat berharap senyumku esok hari secerah matahari pagi ketika menyapa seluruh penjuru bumi. Namun, semakin aku memaksakan diri untuk tidur, semakin aku membayangkan banyak hal, salah satunya adalah rencana liburanku bersama Arya. Ya, kami berdua telah berencana jalan-jalan ke Yogyakarta tahun ini, tapi bagaimana mungkin kami akan pergi sementara aku akan menikah dengan lelaki lain. Tidak etis dan tidak sopan rasanya jika seorang wanita yang sudah di khitbah harus memikirkan lelaki lain bahkan merencanakan liburan dengan lelaki itu, terlebih lagi lelaki itu bukan muhrim untukku. Sejak dekat dengan Arya, aku dan dia tidak pernah jalan-jalan arau liburan bersama, kami berdua hanya sesekali menghabiskan waktu di cafe sekedar hanya untuk membeli ice cream favoritku. Namun, kedekatan
Ya, kini aku mulai pasrah dengan jalan hidup yang Tuhan berikan kepadaku. Aku juga memilih jalan yang paling dekat dengan Tuhan karena aku percaya kalau ada doa kedua orang tua yang menjadi wakil Tuhan di dunia."Assalamualaikum, Kania," sapa salah seorang jemaah di musala yang datang menyapaku. Aku menolah dengan pelan sembari menatap wajah sang wanita dengan seksama. Terlihat seorang wanita separuh baya dengan senyum sumringah yang terlihat indah di wajah, senyum yang sangatku kenal dan telah lama sekali tiduh kulihat. Sejujurnya aku sangat merindukan senyum manis itu, 'Apakah ini nyata?' ucapku di dalam hati sembari mengucek-ngucek mataku.'Mama Arina?' ucapku di dalam hati ketika melihat wanita separuh baya yang kini mendekatiku."Kania, bolehkan kita ngobrol sebentar?" tanya Arina, wanita paruh baya yang tidak lain adalah wanita yang akan menjadi calon mertuaku dulu."Waalaikumsalam, Ma," jawabku sembari tersenyum kepada mama Arina, seolah tidak percaya dengan apa yang kulihat sa
'Apa yang dilakukan Adrian disini?' ucapku di dalam hati dengan rasa penasaran yang mulai menghantui pikiranku. Namun, aku kembali menyadarkan diriku kalau aku tidak boleh terjebak kembali pada bayang-bayang masa lalu."Kania, kamu ngapain disini?" Tiba-tiba aku melihat sosok Arya melangkahkan kakinya mendekatiku dan Adrian, dengan langkah kaki gemetar dan hati yang terlihat dipenuhi kecemburuan. Ya, lelaki itu akhirnya memberanikan dirinya menyapaku dan Adrian. Aneh memang, lelaki itu memang selalu tidak suka melihat wanita yang selama ini ada didekatnya dan selalu meminta bantuan kepadanya, kini malah sedang bersama lelaki lain."Kania, kamu dari mana saja, aku mencari mu ke mana-mana," ucap Arya lembut seolah tidak terjadi apa-apa antara mereka sebelumnya.Semarah atau secemburu-cemburunya Arya, ia tetap berusaha untuk tetap tenang dan santai jika berhadapan dengan orang lain. Ia tidak ingin orang lain memandang dan menilainya buruk hingga rusaklah image-nya sebagai seorang laki-la
Aku mendengar suara Arya samar karena suara itu bercampur dengan lalu lalang kendaraan lainnya.'Ah, tidak mungkin, ngapain juga lelaki yang tidak tahu iba itu disini.'Pikiran ini mencoba menyangkal apa yang didengar oleh telingaku, karena aku tidak ingin lagi berharap kepada seseorang yang jelas-jelas akan membuatku kecewa. Walaupun sebenarnya dari hati yang terdalam diri ini sangat ingin sekali ada Arya disini, karena keberadaan lelaki itu saja sudah cukup menghibur diri ini, sebab wajah lelaki itu benar-benar meneduhkan dan membuat aku ingin terus menatapnya, seperti obat penenang yang membuat diriku merasakan kedamaian bahkan wajah itu membuat diriku ketagihan, dimana aku akan mencari lelaki itu jika aku sedang sedih atau dirundung masalah, agar perasaanku tenang dan menjadi lebih baik."Kania, kamu dengar aku tidak! Berhenti!" ucap Arya yang posisi motornya kini ada di sebelah ojek yang kutumpangi.Pip ..., pip ..., pip ....Beberapa kendaraan lain pun menjadi hiruk pikuk karena
Aku tidak ingin membahas apapun sekarang, apalagi hal yang berhubungan dengan hati dan perasaan, karena yang saat ini yang aku butuhkan adalah ketenangan. Bukannya aku ingin membuat kesalahpahaman antara Arya ataupun Ardian, hanya saja aku merasa tidak perlu menjelaskan apapun kepada dua lelaki yang hanya akan menambah beban pikiranku nantinya. Ya, Adrian adalah masa laluku, Arya juga bukan siapa-siapa bagiku, kecuali seseorang yang mengaku sebagai kakakku."Dek, apakah Mas sudah tidak berarti apa-apa lagi bagimu?" tanya Arya dengan nada suara tinggi."Mas, semua yang kulakukan salah di matamu, jadi percuma juga jika dijelaskan," ungkapku sembari memalingkan wajahku dari lelaki yang egois itu."Pak, jalan!" pintaku kepada supir taxi agar sang supir tidak terlalu lama mendengarkan pertengkaran hebat ku dengan Arya. Walaupun sebenarnya aku sangat tahu kalau Arya tidak akan turun dari taxi sampai ia mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang diajukan. Ya, kini aku hany berusaha berdamai kar
Kata-kata yang keluar dari lisan Arya seperti sebuah ledakan besar yang membuat aku syok, bahkan jantungku berdebar sangat kencang dengan seluruh tubuh menggigil dari ujung rambut hingga ujung kaki, bukan karena aku merasakan sakit atau ketakutan, namun karena aku mendengar kata-kata yang tidak pernah aku dengarkan sebelumnya dari lelaki yang selama ini selalu ada di dalam hati dan pikiranku.Sejujurnya ada rasa bahagia karena kata-kata itu keluar dari lelaki yang selama ini ada di setiap suka duka ku, namun ada juga rasa tidak percaya karena lelaki yang ada di depanku itu selama ini tidak pernah ingin membahas perasaan apapun denganku. Apalagi sejak kulihat ia bermesraan dengan wanita lain, membuatku jijik dan muak dengannya. Ia sama saja dengan lelaki lain, ia buaya dan tidak bisa dipegang omongannya."Mas, tidak usah membahas hal yang serius dengan kata-kata bercanda seperti itu, karena menikah itu adalah perkara sakral dan hanya orang-orang yang serius saja yang berhak membahasnya,
"Kania, Mas yakin kamu akan mendapatkan lelaki terbaik dan terhebat seperti yang kamu harapkan selama ini. Ikhlaskan dia yang telah pergi dan buka hati untuk dia yang nantinya akan mengisi hari-harimu. Mas yakin, wanita baik sepertimu akan mendapatkan lelaki terbaik juga, karena jodoh adalah cermin diri, dan wanita baik-baik akan dipersatukan juga dengan lelaki baik-baik," ucap Arya menasihati ku.Kutatap lelaki itu dengan seksama, penuh kekaguman dan rasa syukur. Ya, akhirnya aku menyadari kalau Arya adalah sosok lelaki yang bisa mengayomiku, ia menasehatiku layaknya seorang kakak laki-laki kepada adiknya, melindungi dan menjagaku seperti saudaranya sendiri. Aku tahu, Arya adalah laki-laki. Ia memiliki naluriah laki-laki, sikap dan jiwa seorang lelaki yang mungkin saja mudah jatuh dan dimanfaatkan oleh wanita yang tidak benar-benar tulus mencintainya. Ia mungkin juga akan tergoda dengan wanita cantik dan seksi seperti sebelumnya, karena tantangan terbesar seorang lelaki yang telah su
"Ma, Bella terkagum-kagum dengan agama islam. Islam begitu memuliakan kedua orang tua dan Mama adalah surganya Bella."Bella bersujud dan mencium telapak kaki mamanya dengan tulus dan ikhlas. "Sayang, apa yang kamu lakukan? Jangan seperti ini, Sayang!" Mama Ratna membantu putri kesayangannya untuk bangun dan bangkit. Beliau memeluk putri kesayanggannya itu. Rasa haru dan bahagia memenuhi hati dan fikiran mama Ratna, betapa ia sangat bahagia dan bersyukur karena memiliki putri yang teramat sangat baik dan berbakti seperti Bella."Nak, kamu benar-benar permata dalam kehidupan Mama dan Papa. Maaf karena selama ini kami membiarkanmu tumbuh sendiri tanpa perhatian dan kasih sayang."Mama Ratna membelai lembut rambut putrinya, matanya mengisyaratkan sebuah penyesalan yang teramat sangat dan keinginan untuk membalas sesuatu yang telah hilang menjadi senyum kebahagiaan untuk Bella."Ma, apa Bella boleh nggak usah ke kantor dulu? Bella ingin fokus di rumah dan belajar agama. Biar Lara saja y
"Tentu jadi, Sayang, nanti kita packing dan membereskan semua perlengkapan travelling," ujar mama Ratna bersemangat."Ma, emangnya Papa mau libur ngantor?" Papa Herman juga salah seorang manusia yang sangat gila dan mencintai pekerjaan, hingga Bella ragu papanya bisa ikut jalan-jalan dengan mereka atau tidak."Tenang, Sayang, perusahaannya 'kan punya kita, jadi tidak ada alasan bagi Papa untuk menolak," terang mana Ratna.Papa Herman menggeleng-gelengkan kepalanya sembari tersenyum melihat dua wanita yang sangat dicintainya itu terlihat bersangat untuk liburan di luar kota.Ya, memang benar, Bella dan keluarganya sudah lama sekali tidak liburan bersama. Setidaknya sakitnya Bella menjadi perekat hubungan keluarga Bella."Terima kasih, Papa." Bella tersenyum dan terlihat sangat bersemangat."Kalau begitu, sekarang Papa ke kantor dulu ya. Papa ingin menyiapkan semua berkas-berkas dan pekerjaan yang tertumpuk sekalian memberikan tugas untuk dikerjakan oleh sekretaris papa selama kita tid
Bella memeluk mama Ratna, ia tidak bisa berkata apa-apa karena saat ini yang bisa dilakukannya hanya menangis."Sayang, Mama ada untukmu."Mama Ratna menepuk-nepuk punggung putri kesayangannya sembari membelai rambut Bella dengan penuh cinta dan kasih sayang."Ma, apa kita boleh berjalan-jalan ke luar kota? Bella ingin sekali liburan dan menenangkan fikiran," ucap Bella lembut namun tersedu-sedu."Tentu boleh, Nak. Bella boleh pergi ke mana saja yang Bella inginkan. Apa kamu pengen ke luar negeri, Sayang?" Mama Ratna ingin mewujudkan semua keinginan anak kesayangannya karena yang terpenting baginya adalah Bella bisa kembali ceria lagi dan bisa tersenyum lagi seperti dulu."Ma, Bella ingin liburan sama Mama dan Papa, tapi Bella ingin di Indonesia saja," terang Bella.Bella menatap wajah mama dengan penuh harap.Mama Ratna kemudian menghapus air mata yang mengalir di pipi putri kesayangannya itu."Sayang, Bella ingin ke mana?" Mama Ratna bertanya dan mendengarkan keinginan putri kesay
Bella tidak peduli dengan pertanyaan Rasya, mau tidur atau berpura-pura tidur saat ini yang ingin Bella lakukan hanya diam sembari menutup matanya."Bella, aku tahu kamu tidak tidur, tapi kalaupun kamu tidur maka beristirahatlah dengan tenang, aku akan membangunkanmu ketika kita telah sampai di rumah," ujar Rasya.Rasya terus melajukan mobilnya dengan hati yang berkecamuk, penuh dengan kegelisahan dan rasa bersalah. Hingga akhirnya mereka sampai di rumah Bella.Rasya menatap Bella, gadis cantik itupun terlihat sangat cantik saat menutup mata.Rasya kemudian menghapus air mata yang sedari tadi membasahi pipi Bella, hati Rasya terlihat sangat hancur karena melihat hal itu terjadi."Bella, kita sudah sampai di rumah." Rasya membangunkan Bella yang sebenarnya tidak tidur itu.Bella membuka matanya kemudian memaksakan dirinya untuk tersenyum. Bella tidak ingin melihatkan wajah murung qtau bersedih lagi kepada Rasya."Sya, kamu harus singgah di rumah, aku ingin membuatkanmu salad buah untu
Mama Rasya menatap Bella dengan lembut dan penuh kasih sayang. Beliau kemudian menggenggam tangan Bella dengan hangat, Bella merasakan ketulusan di sana."Sayang, Mama sangat merindukan Bella, maaf untuk banyak hal dan terima kasih banyak karena masih mau datang berkunjung ke sini."Ucapan tulus yang ke luar dari mulut mama Rasya membuat Bella terharu, hingga tanpa sadar air mata lagi-lagi membasahi pipi Bella.Kutatap mata mama Rasya dengan air mata yang tidak bisa berhenti ke luar dari mataku. Beliau juga melakukan hal yang sama."Tante, apa benar Tante merindukan Bella?"Dengan nada tersedu-sedu aku ingin memastikan tentang apa yang baru saja aku dengar bukanlah mimpi belaka."Tentu, Sayang, hanya kamu seorang gadis yang Tante anggap seperti anak sendiri dan Tante berharap kamu bisa menjadi istrinya Rasya." Secara terang-terangan mama Rasya mengungkapkan apa yang disimpannya di hatinya. Sementara Bella saat ini terlihat haru bercampur kaget."Bagaimana mungkin seseorang yang melar
Sahabat menjadi cinta, itulah hubungan yang dijalani oleh Bella dan Rasya pada awalnya. Jadi, hubungan percintaan mereka semasa SMA tidak lagi jaim-jaiman namun lebih menjurus kepada persahabatan. Saling menyayangi dan saling menjaga, saling mendukung dan selalu bersama dalam berbagai situasi dan kondisi, baik suka maupun duka. Begitulah hubungan Bella dan Rasya pada waktu itu. Hubungan yang membuat iri banyak mata ketika memandangnya."Bell, aku nggak nyangka ternyata kamu merindukan makanan buatanku."Rasya menatap mata Bella dengan takjub, ia tidak menyangka Bella merindukan masakannya. Ya, semasa SMA Bella dan Rasya memang sering bertukar makanan dan saling mencicipi makanan satu sama lain."Sya, tentu saja aku merindukan masakanmu, bahkan kamu membawakan aku makanan seriao hari, bagaimana mungkin aku melupakanny," ujar Bella dengan senyuman."Baiklah, kalau begitu kita kembali ke rumah sakit ya!" Rasya menghidupkan mesin mobilnya dan bersiap untuk melajukan mobilnya kembali ke r
Bella ingin sekali berdiri dan memeluk Adrian, menghapus air mata yang ada di pipi Adrian serta membelai lembut rambut Adrian. Namun apa daya, Bella tidak memiliki tenaga apa-apa untuk melakukan semua itu selain menangis menatapi lelaki yang terbaring lemah dengan banyaknya luka memar di tubuhnya."Bella, jangan menangis!" Adrian mencoba mengangkat tangannya, namun tangannya yang baru saja dioperasi itu tidak bisa digerakkan sama sekali. Hingga keinginannya untuk menghapus air mata Bella menjadi terurungkan. Adrian juga sangat ingin memeluk Bella, menghapus air mata yang ada di pipi Bella, membelai rambut gadis cantik itu dan memberikan semangat kepada Bella.Namun apa daya, Adrian tidak lagi mampu bergerak dan melakukan apa-apa selain berbaring, bahkan untuk berbicara saja Adrian sangat kesusahan."Adrian, cepatlah sembuh! Aku berjanji aku akan memperlakukanmu dengan baik jika kamu sembuh."Dengan membelai tangan Adrian, Bella menatap wajah yang penuh dengan perban itu dengan tangis
Mama Ratna penasaran dengan apa yang terjadi kepada Adrian, bagaimanapun juga Adrian adalah lelaki yang membantu Bella ketika Bella hancur ketika kehilangan kekasih hatinya. Walaupun mama Ratna sangat menyukai Rasya dan berharap dokter tampan itu yang akan menjadi menantunya, mama Ratna tetap tidak bisa melupakan hutang budinya kepada Adrian. Adrian adalah lelaki yang menjadi matahari saat bumi yang ditinggali oleh putri kesayangannya ditutupi oleh awan kelam."Adrian mengigau memanggil-manggil nama Bella."Papa Herma ln berhenti sejenak, beliau sepertinya juga teramat sangat mengkhawatirkan Bella."Bella?" Mata mama Ratna terbelalak, seolah ingin menanyakan sesuatu, namun beliau takut kalau suaminya marah."Kasihan Adrian, Tante, kedua orang tuanya masih berada di luar negeri. Namun, saat ini dia ditemani oleh tunangannya, tetapi Adrian sedikitpun tidak menyebut nama tunangannya," jelas Rasya.Penjelasan Rasya membuat mama Ratna paham, bahwa ada cinta yang tulus dari relung hati ter