Home / Rumah Tangga / Pesona Istri Dari Desa / Chapter 321 - Chapter 330

All Chapters of Pesona Istri Dari Desa: Chapter 321 - Chapter 330

377 Chapters

Fix, aku tergila-gila denganmu

Setidaknya dia peduli meski dia masih dingin. Aksen kembali tidur, padahal aku ingin menanyakan siapa wanita yang menelpon tadi. Rasa cemburu tidak bisa kutahan. "Apa dia mantan, Mas?" tanyaku. Sebisa mungkin aku tidak terlihat cemburu. Antara rindu semua bercampur di hatiku. "Siapa?" tanyanya balik."Wanita yang menelpon tadi." Memperjelas jika aku cemburu. Rasa ini tak bisa kutahan."Bukan siapa-siapa," balasnya. Jujur aku tidak terima jika dia mulai berpaling padaku. Aku memang salah, tapi kami belum memulai kisah ini. Mengapa dia begitu menawan, hanya menatapnya saja rasanya begitu mendebarkan.Setelah itu tidak ada lagi pembicaraan, meski aku ingin dia mengatakan bahwa hanya aku yang dihatinya. Namun, sayangnya itu tidak mungkin terjadi karena Aksen lagsung berbalik diri lagi. Aku turut membelakanginya karena sebal juga melihat dia yang cuek padaku. Rasanya ingin cepat pagi agar tidak tersiksa dengan perasaan ini. Apa Aksen sebelumnya seperti ini? Rasanya begitu menyiksa.**
last updateLast Updated : 2024-02-03
Read more

Siapa Takut?

Selama sarapan, pikiranku tak fokus, jangan sampai aku kalah main rubik dengan Aksen. Itu artinya aku dan dia akan melaksanakan ibadah malam ini. Buatin Arvian adik? Ada-ada saja Aksen ini. Aku bahkan tak berselera makan dibuat olehnya."Ayo Bund, makan yang banyak biar kalahin Daddy," ucap Arvian semangat."Meski Arvian ragu, sih," sambungnya lagi."Main apa?" tanya Daddy."Main rubik opa," balas Arvian."Memangnya kamu bisa, Mon?" tanya Daddy. Astaga, Daddy juga ikut meragukanku. Aksen hanya senyum tipis, jelas dia merasa menang karena banyak pendukungnya. "Aku tunggu, pastikan kalah biar nanti malam kita ...," ucapnya sambil menyatukan tangannya. "Jangan pede tuan Aksen, aku yang akan menang," balasku tak mau kalah."Buktikan nyonya Monica," balasnya nyengir. Diih!Aksen terlebih dulu selesai untuk sarapan, dia terus tersenyum tak jelas beda jauh denganku yang dilanda kegalauan. Aku benar-benar tak fokus selama di meja makan. Takut kalah intinya, tapi bukannya dia suamiku yang ha
last updateLast Updated : 2024-02-07
Read more

Akhirnya ....

"Wah bunda keren ....""Yeay, aku menang!" spontan aku berteriak. Bunda dan daddy terlihat lemas, mereka tak percaya jika aku bisa mengalahkan Aksen. Selain itu, bunda yang ingin melihatku dengan Aksen untuk buatkan Arvian adik, kandas begitu saja. Duh, senangnya hati ini.Aksen terdiam, sembari mengangkat jempolnya. Dia terus tersenyum. Setidaknya dia menerima kekalahannya. Walaupun kami tidak jadi bersatu di ranjang cinta. Sepertinya aku pun sudah berfikir yang aneh-aneh. "Istriku memang keren," ucapnya jujur. Duuh, meleleh hati ini buat. "Non keren banget, tapi kok bisa menang, ya," ucap bik Jum. Dia terlihat tidak percaya dengan kemenanganku."Akui saja, Bik, jika nona manis anak bunda Nina ini memang keren," balasku pede. Yang jelas kali ini aku menjadi pemenangnya. Apalagi semua memikah Aksen, makin mekar ini telinga."Iya, keren, tapi kenapa harus curang," bisik Aksen tiba-tiba. Aku ketahuan!"Itu namanya strategi, Bang," balasku.Bunda tak ada bicara sedikit pun. Kecewa nam
last updateLast Updated : 2024-02-08
Read more

Kamu Candu Bagiku

Aksen tak henti-hentinya memandangku. Aku dibuat salah tingkah olehnya. Sesekali aku menghalau wajahnya agar berhenti memandangku. Namun, dia seperti tak ingin berjauhan terus menempel di sampingku."Jangan menatapku begitu, malu." Aku menutup wajahku dengan selimut, Aksen terus menatapku. Dia langsung membuka selimut yang kugunakan untuk menutup wajahku."Tak sia-sia aku menunggumu, sayang," ucapnya mengecup keningku."Jangan rayu lagi, masih terasa, nih.""Kamu candu bagiku," ucapnya yang langsung merangkulku. Astagfirullah, tidak mungkin, kan dia mau menerkamku lagi."Kamu membuatku gila, tuan Aksen!" Dia hanya tersenyum tidak jelas mendengar ocehanku. "Kita kan mau buatkan Arvian adik, Sayang. Harus semangat."Aku langsung mendelik membuat tuan Aksen tertawa lepas. Namun, entah mengapa aku begitu menyukainya. Ah, sepertinya aku pun sangat menikmati semua ini."Bangunlah, Sayang. Sudah lama aku ingin mandi bersamamu," balasnya.Mandi bareng maksudnya? Duh, kenapa tuan Aksen begit
last updateLast Updated : 2024-02-09
Read more

Bertemu Mantan

Pagi menyapa, selepas acara pesta kecil-kecilan aku tertidur pulas. Ditambah Aksen yang tak pernah puas sejak semalam, dia terus menggodaku. Hingga gelutan panas itu mewarnai permainan kami sampai pagi. Sebelumnya aku memang tak seberuntung orang lain, dimanja dan disayang sepenuh hati oleh pasangan. Bersamanya aku menemukan sesuatu yang berbeda, meski kuakui dia begitu perkasa di ranjang."Sudah bangun ratuku?" Aksen mendekatiku, tak lupa mengecupku."Sudah pagi ternyata," balasku yang masih malu karena telat bangun.Aksen terlihat rapi dan siap untuk berangkat ke masjid. Baju koko putih menambah kesan gagah di wajahnya. Dia begitu bersinar membuat debaran di hatiku semakin kuat."Aku tinggal sebentar, ya, mau ke masjid dulu sama Arvian," ujarnya."Siap sayang.""Pulang-pulang sudah cantik, ya.""Mau kemana?""Mau jogging sayang," balasnya lembut. Dia memang selalu menjaga pola hidupnya."Aku ikut.""Beneran?" selidiknya tak percaya."Beneran, lah, masak aku bohong," balasku."Oke."
last updateLast Updated : 2024-02-10
Read more

Mantan oh Mantan

Aku melirik Aksen agar tidak bertarung dengan mantan meresahkan, bukan tanpa sebab itu karena abang Brayen sangat jago main basket, tetapi sepertinya Aksen tidak peduli. Dia bahkan menantang balik."Santai saja, doakan yang terbaik," ucapnya sambil melirikku. Sekilas kulihat Abang Brayen mengepalkan tangannya. Cemburu sangat terlihat jelas di wajahnya. Memangnya aku peduli?Aksen bersiap bertanding dengan Abang Brayen. Apa dia mengintai kami sepanjang hari? Dia begitu sangat totalitas dalam menyiapkan pertandingan ini. Tak tanggung-tanggung dia juga menyiapkan suporter agar banyak pendukungnya. Ckck ... kelakuan mantan!"Mantan meresahkan," ucapku. Aksen tertawa geli melihatku yang berkata demikian."Itu artinya dia sebenarnya kalah, makanya cari-cari kesalahan.""Sepertinya.""Apa dia jago main basket?" tanya Aksen. Sebenarnya aku tidak ingin jujur, tapi aku harus mengatakan sebenarnya agar Aksen menyiapkan diri sebaik-baiknya."Iya, dia sangat jago, Mas.""Oh ...." Dia hanya ber oh
last updateLast Updated : 2024-02-11
Read more

Tak Percaya

Puas sekali ketika melihat mantan kalah. Wajah marah abang Brayen tak bisa disembunyikan. Ah, memangnya aku pikirin, ternyata dia memang tak patut diperjuangkan. Sepanjang perjalanan aku tak henti tersenyum ditambah genggaman Aksen yang membuat hati meleleh. "Kondisikan senyumnya, manis," ledek Aksen mencubit hidungku."Lucu, Mas.""Apanya yang lucu?" tanya Aksen."Ada deh." Dia memang tidak peka sama sekali.Tanpa malu sepanjang jalan genggaman tanganku tak pernah lepas dari genggamannya. Seperti ini indahnya pernikahan, hanya berada didekatnya jantung ini tak bisa dikondisikan."Boleh panggil aku abang?" tanya Aksen tiba-tiba padaku. Aku menutup mulut tak percaya. Ternyata diam-diam ada yang ingin dipanggil abang."Alasannya?""Pengen aja, kayaknya seru dipanggil abang.""Harusnya jelas kenapa ingin dipanggil abang." Aku mulai mengomporinya, penasaran saja kenapa tiba-tiba ingin dipanggil abang."Biar romantis," jawabnya lagi."Itu saja?" "Karena aku cemburu ketika kamu manggil ma
last updateLast Updated : 2024-02-15
Read more

Penyesalan Brayen

Aku akan terus berusaha agar bisa mendapatkanmu. Walaupum dengan cara kotor sekali pun. _Brayen"Sudahi Tuan, semakin tuan memaksa semakin tersakiti," ucap Fahmi asisten yang selalu menjagaku."Kamu mungkin tidak pernah merasakan yang namanya penyesalan.""Justru karena penyesalan itu harusnya tuan sadar jika nyonya Monica harus bahagia."Dia benar, tapi nyatanya hati ini terlanjur sakit. Bayangan aku yang menelantarkan Monica dan Arvian selalu menghantuiku. Rasa penyesalan ini sangat menyiksaku."Tuan Aksen bahkan membantu mengurangi beban kita yang hampir bangkrut." Iya, Aksen dengan sukarela membantu semua asetku yang bangkrut. Bagi Aksen jika aku terpuruk maka Arvian anakku juga terpuruk. Sebaik itu Aksen. Namun, aku justru sebaliknya.Aku sampai tidak menyangka jika ada laki-laki yang sebaik Aksen. Laki-laki yang tulus, tapi hatiku yang disakiti tetap saja menganggap Aksen jahat.Bagi Aksen yang penting Monica bahagia, tapi kenapa aku seperti tidak rela. Rasanya aku tak ingin dia
last updateLast Updated : 2024-02-22
Read more

Resah

Arvian memelukku, menciumku beberapa kali. Menambah deretan perasaan yang tak menentu dariku. Sebenarnya apa yang sedang Arvian pikirkan, aku merasa ada hal yang Arvian sembunyikan dariku. Pikiranku tentu saja pada ayahnya--Brayen."Ikutlah dengan ayah, Arvian," ucap abang Brayen."Aku ibunya, aku lebih berhak!" Tak bisa kutahan segala yang mengganjal di hatiku. Fix, ini semua pasti abang Brayen terlibat."Beda ceritanya jika kamu belum menikah," balas abang Brayen lagi. Dia belum mau mengalah."Arvian butuh sosok ayah, tapi itu bukan kamu!""Jangan egois Monica! Tidak ada anak yang mau orang tuanya berpisah, kamu saja yang peka!""Lalu aku harus bersamamu? Harusnya anda introspeksi diri!" dia diam, kenapa masih ada bayang-bayang mantan, bukankah dia sudah mendapatkan semua yang diinginkan? Aksen memegang tanganku dengan lembut. Seperti memintaku untuk tidak melanjutkan lagi. Arvian yang melihat kami berseteru hanya diam, Aksen memeluknya dengan lembut."Jangan berdebat di depan anak
last updateLast Updated : 2024-03-02
Read more

Kamu adalah masa laluku

"Stop Arvian!" tanganku gemetar melihat Arvian yang berada di atas sendiri. Sekolah sebagus ini bahkan lepas kendali tidak melihat ada siswa sendiri yang di atas.Arvian hanya menatapku, aku merasa tatapannya terasa asing. Aku ingin mendekat, ternyata suara yang tidak asing itu terdengar."Jangan panik seperti itu, aku ada di sini," ucap abang Brayen yang tiba-tiba hadir.Aksen langsung menarikku agar aku tidak mendekat, suasananya begitu menegangkan. Untungnya sekolah ini sangat besar dan memiliki gedung yang tidak bisa dijangkau dengan siswa, jadi tidak ada yang bisa melihat kami. "Apa maumu?! Jangan jadikan anak sebagai korban obsesimu!" teriakku kembali. Rasanya tidak percaya melihat Arvian yang dijadikan alat oleh ayahnya sendiri."Kami hanya ngobrol, kenapa kamu sepanik itu," ucapnya enteng.Apa? Sepanik itu? Dia bahkan berani membawa Arvian untuk pasti dikelabui. Abang Brayen memang tidak bisa diprediksi. "Apa maumu tuan Brayen, semua maumu sudah kami turuti. Jangan jadikan
last updateLast Updated : 2024-03-15
Read more
PREV
1
...
3132333435
...
38
DMCA.com Protection Status