Home / Romansa / MENGEJAR CINTA DOKTER DUDA / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of MENGEJAR CINTA DOKTER DUDA: Chapter 71 - Chapter 80

97 Chapters

bab 71. Uang yang Berkurang

Dengan berlari, dia menuju ke kamar asramanya. Mendadak dia terkejut saat baru saja membuka kamar asramanya karena dia melihat Putri sedang membuka lemari baju milik Amelia. "Putri, apa yang kamu lakukan?" tanya Laila kaget. Putri pun nyaris terlompat mendengar suara Laila dari belakang tubuh nya. Pandangan nya nanar menatap Laila, sedangkan Laila terkejut saat melihat Putri beberapa lembar uang berwarna merah, biru dan ungu di tangan gadis itu. Putri masih saja terdiam dan justru dengan santai mengunci pintu lemari mungil milik Amelia. "Put, uang siapa itu?" tanya Laila dengan to the point karena Putri yang masih terdiam. "Ini uang ku sendiri, La!" seru Putri yakin sambil memasukkan uang di dalam genggaman nya ke dalam saku."Heh, jangan bohong kamu, Put!" seru Laila mencekal tangan Putri yang hendak berlalu melewati nya. "Lepaskan tanganku, La!" Putri menepis tangan Laila kasar. Lalu dengan cepat berlalu dari hadapan Laila. Gadis itu menatap lemari di sebelah kanan nya dan kepe
Read more

bab 72. Meminta Pertimbangan Ibu Asrama

Laila menghela nafas kesal. "Tidak seberapa katamu? Aku tetap tidak terima. Kalau kamu tidak mau menegurnya langsung, ayo kita lapor kan pada ibu asrama!" cetus Laila tegas. Laila segera menarik tangan Amelia untuk keluar dari kamar asrama melangkah dengan cepat menuju ke kamar ibu asrama. Suasana ruang asrama saat itu sedang sepi. Beberapa penghuni asrama ada yang sedang makan siang di kantin, di warung, di ruang makan asrama, ada pula yang sedang belajar di perpustakaan kampus. Putri dan Rina tidak tampak di kamar asrama, sehingga Laila memilih untuk mengadukan kejadian Amelia pada ibu asrama untuk "mengadili"nya. Pintu kamar ibu asrama diketuk dan Laila mengucap salam. Tak lama kemudian pintu dibuka dari dalam oleh ibu asrama.Kedua gadis itu menatap ke arah ibu asrama. Tampak wajah Amelia yang ragu untuk masuk kedalam kamar ibu asrama. "Ada apa, Amel? Laila?" tanya ibu asrama menatap kedua anak asuhnya itu. Amelia menelan ludah dengan ragu, tangannya menarik tangan Laila aga
Read more

bab 73. Pengakuan yang Tidak Disengaja

Laila tersungkur ke lantai dan Amelia segera memeluk nya. "Astaga, La, bibir kamu terluka. Ayo ikut aku ke ibu asrama!" seru Amelia cemas. Tangannya terulur mendekati pipi Laila. Semua mahasiswi yang ada di depan kamar mawar, mulai berkerumun mengundang anak-anak dari kamar lain untuk mengerubungi dan melihat kejadian itu. "Apa kamu tahu, Mel, La! Kalian selama ini terlalu sok cakep, sok kaya, sok punya pacar. Aku muak mendengar semua cerita kalian. Enak sekali hidup kalian seperti tidak pernah hidup susah! Dan sekarang, kalian memfitnah aku mencuri uang Amelia yang nggak seberapa itu pada ibu asrama. Tarik kembali laporan kalian pada ibu asrama! Kalian jahat! Awas saja kalau sampai aku nggak bisa lulus atau sampai keluarga ku malu! Aku akan membalas ketidakadilan ini!" seru Putri lagi. Dia merengsek ke arah Laila yang masih bersimpuh di lantai depan kamarnya. Karena ada sebuah rencana yang sedang dia lakukan saat ini untuk menjebak Putri agar tidak sengaja mengakui perbuatannya.
Read more

bab 74. Surat Undangan yang Dibawa Dokter Marzuki

"Terimakasih. A-aku juga ingin minta maaf karena saat Putri menceritakan tentang uang yang hilang itu, aku terima mentah-mentah tanpa aku konfirmasi pada kalian. Kalian mau kan memaafkan dan kembali berteman denganku?" tanya Rina penuh harap. "Hm, yang lalu biarlah berlalu. Tidak usah dibahas lagi. Tapi memangnya Putri ngomong apa aja ke kamu, Rin?" tanya Laila. Walaupun dia sudah memaafkan kejadian kemarin, tapi dia penasaran juga dengan apa yang dikatakan Putri pada Rina, sehingga Rina juga menjauhi mereka. Rina menghela nafas sejenak. "Putri bilang kalian sombong, pelit, suka pamer tapi nggak mau ngasih kue atau jajan sih. Lalu dia bilang kalau Laila sudah memfitnah nya mengambil uang Amelia. Itu aja. Sekarang aku tahu, yang salah itu dia, bukan kalian," sahut Rina lagi. Laila tersenyum. "Sudahlah. Jangan dibicarakan lagi. Aku harap hal ini sudah selesai, Rin. Semua berhak mendapatkan kesempatan kedua, termasuk Putri. Jadi kalau dia mau makan atau belajar bareng kita, lebih baik
Read more

bab 75. Perihal Mengepel Lantai

Wajah Laila memang langsung memucat saat melihat dokter Marzuki yang membawa selembar kertas undangan pernikahan di tangannya."Itu ... Undangan untuk siapa, Dokter?" tanya Laila dengan menahan segala rasa cemburu dan cemas yang ada di hatinya. Dokter Marzuki mengangkat surat undangan pernikahan yang ada di tangan nya dan memperlihatkan nya pada Laila. "Oh ini. Ini untuk saya. Tadi saat mau jalan ke kantin, ada bidan yang memberikan undangan ini untuk saya," sahut Dokter Marzuki, membuat Laila nyaris melompat bahagia."Oh, syukur lah kalau begitu," ucap Laila tanpa sadar. Dokter Marzuki tampak mengerutkan keningnya lalu tertawa kecil seraya menoleh ke arah Laila. Sepertinya dokter Marzuki tahu kenapa Laila bertingkah seperti itu, tapi lelaki itu justru pura-pura tidak tahu dan menatap Laila dengan jenaka. "Emangnya kenapa, La? Kamu kok kayaknya seneng kalau saya mendapatkan undangan pernikahan?" tanya Dokter Marzuki tersenyum simpul. Laila tersipu. "Uhm, mitosnya kalau sering dat
Read more

bab 76. Hamil di Luar Nikah

Setahun kemudian, Hari ini malam Minggu, Laila berdiri di samping seorang ibu bersalin yang sedang berteriak kesakitan karena sedang mengalami pembukaan fase aktif* di jalan lahirnya. Dengan lembut, Laila memeriksa kontraksi perut dan setelah yakin ibu bersalin tersebut kontraksi nya sudah hilang, gadis itu memeriksa denyut jantung janin dengan Doppler yang dipegang nya. Suara jantung janin yang keras menunjukkan angka normal di mesin Doppler itu membuat Laila tersenyum.Saat ini Laila mendapat tugas praktek di salah satu rumah sakit negeri. Dan Laila telah bertekad untuk tetap bersemangat sampai akhir, menemani dan membantu bidan senior yang sedang bertugas dinas malam saat ini. Laila menunjukkan angka di Doppler pada bidan senior yang berdiri di samping nya. Bidan itu mengangguk. "Denyut jantung bayi sehat, kontraksi perut masih kurang aktif hang, Bu. Sekarang sudah waktu nya untuk periksa dalam. Mari diperiksa dulu."Pasien itu dengan mendesis menahan sakit di perut nya berusa
Read more

bab 77. Kalut

"Mas, aku telat tiga bulan. Aku bingung sekali karena setelah aku melakukan tes kehamilan, hasilnya positif ..."Hening sejenak lalu terdengar suara isak tangis lebih keras dari arah kamar Rina yang setengah terbuka itu. Laila seolah membeku di depan pintu kamar Rina. Badannya gemetar dan jantung nya berdebar kencang. Hilang sudah rasa lelah dan kantuknya setelah semalam dinas dengan pasien yang membludak. Gadis itu mematung di depan pintu kamar Rina, bingung dengan langkah apa yang sebaiknya dilakukan nya. Lama Laila menunggu apa yang akan dilakukan oleh Rina, sedangkan dia sendiri juga tengah "Mas, aku takut sama orang tuaku. Kamu mau kan menghadap orang tuaku bersama-sama. Kita harus menghadap orang tuaku, Mas! Aku ... takut. Hiks, hiks."Hening sejenak. Hanya helaan nafas Rina yang terdengar begitu putus asa. "Yang, kenapa kamu diam? Bicaralah dengan jelas. Apa yang harus aku lakukan sekarang?! Aku bingung. Pikiran ku benar-benar buntu," sambung Rina lagi.Gadis itu lalu menya
Read more

bab 78. Ketahuan Pihak Kampus

"Rina, berhenti! Jangan gil* kamu!"Laila dengan cepat menepis tangan kanan Rina yang sedang memegang cutter.Cutter itu terjatuh begitu saja di lantai. Rina terdiam dan menundukkan kepalanya saat Laila menyentuh bahunya dengan khawatir. "Rin, apa tangan mu sakit? Maaf kalau tadi aku terlalu kasar saat menepis ...,""Aku sudah hancur, Laila ..."Suara Rina begitu lirih terdengar. Kepala gadis itu tetap menunduk dengan rambut yang kusut masai. Laila terdiam. Sebenarnya dia tahu kalau telah lancang karena menguping percakapan temannya, tapi hal itu dilakukan nya karena dia sudah melihat Rina yang nyaris melakukan hal yang berbahaya, dan Laila tidak mau jika sahabat nya sampai melakukan hal yang lebih bod*h lagi. "Rin, aku tahu perasaan kamu. Aku akan membantu kamu untuk melewati hal ini," ujar Laila tulus. Suasana menjadi hening sejenak."Kamu tadi sudah menguping sampai mana?""Aku telah mendengar kan semuanya, Rin. Maafkan aku. Tapi aku akan ada selalu ada untuk kamu," sahut Laila
Read more

bab 79. Dikeluarkan dari Kampus

Tubuh Laila seakan membeku, dan Laila yakin bahwa Rina pun merasakan hal yang sama. "Bu, tapi Bu ..." Suara Rina nyaris seperti anak tikus yang terjepit saat melihat mata Bu Yanik melotot padanya. "Saya tidak bisa melakukan konsultasi laporan pasien sekarang. Urusan kamu lebih penting. Ayo ikut saya ke ruang periksa!" instruksi Bu Yanik terdengar tegas dan dingin. "Ba-baiklah, Bu," sahut Rina dengan suara lirih. Rina pun mengikuti Bu Yanik berjalan menuju ke ruang periksa. Ruang periksa yang dimaksud di sini adalah ruangan untuk melakukan ujian tahap atau ujian praktek. Ada sederet bed yang berfungsi untuk memeriksa pasien hamil saat ujian pemeriksaan kehamilan, patung-patung dan boneka peraga untuk ujian persalinan maupun perasat lain. Mata Rina dan Laila bertatapan saat Rina melewati teman nya itu menuju pintu keluar ruang dosen. Pandangan mata Rina seolah menyiratkan permintaan tolong pada Laila agar terlepas dari situasi seperti ini, tapi Laila pun tidak bisa berbuat apapu
Read more

bab 80. Berbaikan

"Yu, sakit perut kamu sudah semakin sering?" tanya Juleha yang baru saja muncul dari pintu kamar mandi ruang bersalin puskesmas membuat Laila terkejut. "Lho, Juleha? Kalian akan melahirkan bersamaan? Wah, Alhamdulillah. Semoga lancar ya proses persalinan nya," ujar Laila tulus seraya menurunkan kan tangan nya. Laila merasa Ayu dan Juleha tidak akan mau bersalaman dengannya tapi hal itu tidak menjadi masalah baginya. Juleha pun tidak kalah kaget melihat wajah Laila. "Kamu kok di sini sih? Bikin kaget saja!" cetus Juleha, menatap penuh rasa penasaran pada Laila dan Ayu bergantian. Laila hanya tersenyum. "Hm, aku memang sudah ijin pada kepala puskesmas untuk membantu persalinan di sini. Jangan cemas, aku sudah terlatih kok, insyaallah, tiga bulan lagi jadwalku wisuda. Jadi aku sudah resmi jadi bidan, Ju."Juleha melengos. "Aku tidak peduli dengan kapan kamu lulus. Kamu mau kesini karena mau pamer kalau kamu berhasil kuliah kan? Beda dengan kami yang sekarang justru akan menjadi emak
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status