Pov : BIAN "Hai, Iren. Kamu dengar suaraku, kan?" Aku mulai bermonolog saat menatap perempuan cantik itu terlelap dengan tenang di atas ranjang tanpa pergerakan sedikit pun. Selang infus dan ventilator pun terpasang untuk membantu pernapasannya."Bangunlah, Irena. Aku memaafkanmu. Meski perih, tapi aku berusaha menenangkan batin ini sendiri. Aku tahu, mungkin kamu pun merasakan sakit juga meski sakitmu dan sakitku jelas berbeda. Irena, kesalahan-kesalahan yang pernah kamu lakukan dulu padaku, anggap saja lunas. Bukan berarti aku amnesia, hanya saja, rasanya tak pantas selalu memendam kebencian pada sesama manusia, sementara Sang Pencipta memiliki maaf yang tiada batasnya." Kupejamkan mata perlahan lalu menghela napas panjang. Kembali menatap perempuan yang kini berstatus sebagai mantan istriku itu dengan air mata berlinang. Entahlah, aku benar-benar tak tega melihatnya seperti ini. "Iren, bangunlah. Kasihan Rizqi jika kamu pergi saat ini. Dia masih begitu membutuhkan hadirmu. Dia p
Baca selengkapnya