Mas, buat apa uang segini?" tanya Iren sembari memperlihatkan lembaran uang yang baru saja diambilnya dari Atm. Aku tak terlalu peduli dengan pertanyaannya. Tak membalas, fokus melepas kaos kaki dan sepatu lalu menatanya di rak. Irena kembali mengejar dan mencecar dengan berbagai pertanyaan. Dia mengikutiku duduk di sofa ruang tengah. Entah mengapa aku benar-benar jengah dengan segala sikapnya. "Kenapa bulan ini kamu kasih uang segini, Mas? Biasanya juga lima kali lipat dari ini. Itu pun nggak cukup buat sebulan," sentak Irena kemudian. Seperti biasa, dia mulai menguji emosiku. "Berapapun nggak bakal cukuplah, karena kamu habiskan dengan laki-laki itu," balasku santai sembari menyandarkan punggung ke sofa. Irena mendelik seketika. Kuperhatikan wajahnya mulai memerah ketakutan. Entah alasan apalagi yang akan dia berikan, sementara aku sudah mengetahui semua kebusukan yang dia simpan selama ini. "Ma--maksudmu apa, Mas?" tanyanya mulai sedikit melunak. Aku menoleh lalu menatapnya le
Baca selengkapnya