Share

BAB 71A

Penulis: NawankWulan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Pov : Irena

Tiga hari papa dirawat. Tiga hari pula aku kalang kabut cari uang, tapi nihil. Om Bagas yang kupikir akan memberi uang pun sepertinya tak diizinkan anak dan istrinya yang rese itu. Entahlah.

Satu-satunya harta yang kupunya tinggal motor matic itu. Terpaksa aku menjualnya sebab tak ingin dicap pembohong oleh mama. Mama pasti juga begitu mengharapkan uang itu karena tak ada orang lain untuknya berharap selain aku.

"Gimana kabar papa, Ma?" tanyaku via telepon setelah menidurkan Rizqi di kamar. Lelah sekali rasanya hari ini. Uang sepuluh juta sudah di tangan, hati terasa lebih tenang meski ada sisi lain yang terasa begitu hambar.

"Alhamdulillah papa sudah lebih baik, Ren. Jantung papa memang bermasalah, tapi kata dokter sekarang sudah mulai membaik. Nanti sore mau cek lagi, kalau tak ada masalah besok diperbolehkan pulang. Kamu sudah dapat uangnya, kan?" tanya mama dari seberang.

Terdengar kecemasan dari suaranya yang lirih. Mungkin mama masih di kamar dan takut papa mende
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU   BAB 71B

    Tak ada sesal yang terlukis di wajahnya. Justru terlihat lengkungan senyum di kedua sudut bibirnya. Sebegitu cepat dia move on? Melupakan semua cerita cinta yang pernah dia agungkan untukku. Ah manusia. Tak patut memang berharap padanya. Sebab semudah itu hatinya berubah. Kemarin disesaki cinta yang membara, tapi siapa sangka hari ini dipenuhi benci yang tak terkira. Air mataku menetes juga. Keluar dari persidangan dengan langkah dan tatapan hampa. Tak tahu lagi bagaimana nasibku kini. Sehebat itu balasan yang harus kuterima saat ini. Balasan yang tak pernah kusangka sebelumnya sebab kupikir cinta Mas Bian itu akan selalu ada dan membara. Tak menyangka jika ternyata bisa menipis dan hilang tak bersisa. "Kenapa, Iren? Mau ngobrol denganku?" tanya Mas Bian saat aku mengekori langkahnya. Dia bersama pengacara tengah ngobrol di halaman parkir. Pengacara itu pun menganggukkan kepalanya ke arahku lalu pamit pulang lebih dulu. "Ada masalah lain?" tanya laki-laki itu lagi. Dia menyandar

  • FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU   BAB 72A

    Pov : BIAN|Bi, kamu di mana? Sudah dengar kabar soal Irena?| Aku baru saja membuka pesan dari mama yang masuk sepuluh menit lalu. Sepertinya pesan itu terkirim saat aku masih sibuk membereskan baju-bajuku dari rumah yang lama, rumah yang kini sudah berganti pemiliknya. Aku memang sengaja menjual rumah itu. Tak ingin lagi mengingat kenangan-kenangan buruk di dalammya. Aku malas jika selalu terbayang tentang Irena. Rasanya sakit itu kembali menjalar dalam dada, bahkan sekadar kudengar namanya. Kabar dari Irena tanya mama? Soal apa? Mungkinkah soal perceraianku dengannya yang sudah diketuk palu lima jam lalu? Namun mengapa mama harus kembali menanyakannya? Toh aku sudah menelpon dan menjelaskan semuanya pada mama. Mama pun sudah menghela napas lega sembari mengucapkan Hamdallah. Atau jangan-jangan mama lupa? |Bi, Irena kecelakaan beberapa saat setelah kamu menelpon mama tadi. Sekarang Irena dilarikan ke rumah sakit, cuma rumah sakit mana mama kurang tahu. Mama lihat dari siaran b

  • FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU   BAB 72B

    "Seharusnya kami memang tak melarang kalian bersama sejak awal. Keegoisan kamilah yang membuat kalian tak bahagia. Semua memang salah mama. Mama yang tak pernah mempedulikan perasaan Iren. Hanya peduli dengan gengsi dan sakit hati sendiri." Aku tak paham apa yang mama ucapkan. Hanya bisa menunduk dan terdiam, mendengarkan apapun yang sekiranya akan diceritakan mama padaku. Papa pun sama. Hanya sesekali terdengar menghela napasnya. Apa semua ini berhubungan dengan cerita mama waktu itu? Tentang hubungan mama Siska, Bude Vina dan Om Sony?"Mama tak merestui kalian menikah sebab ada masa lalu antara mama dengan mama dan Budemu Vina. Tak hanya mereka, tapi juga dengan mantan Om kamu. Sony." Mama kembali mendongak lalu menatapku beberapa saat. Air matanya menggenang, pun papa yang menggenggam erat jemari mama. Papa yang kulihat juga tak sehat. Ada kursi roda di samping tempat duduknya. Mungkinkah papa terjatuh? Entah. Aku tak berani banyak bertanya. Benar dugaanku barusan. Semua memang

  • FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU   BAB 73A

    Pov : BIAN "Hai, Iren. Kamu dengar suaraku, kan?" Aku mulai bermonolog saat menatap perempuan cantik itu terlelap dengan tenang di atas ranjang tanpa pergerakan sedikit pun. Selang infus dan ventilator pun terpasang untuk membantu pernapasannya."Bangunlah, Irena. Aku memaafkanmu. Meski perih, tapi aku berusaha menenangkan batin ini sendiri. Aku tahu, mungkin kamu pun merasakan sakit juga meski sakitmu dan sakitku jelas berbeda. Irena, kesalahan-kesalahan yang pernah kamu lakukan dulu padaku, anggap saja lunas. Bukan berarti aku amnesia, hanya saja, rasanya tak pantas selalu memendam kebencian pada sesama manusia, sementara Sang Pencipta memiliki maaf yang tiada batasnya." Kupejamkan mata perlahan lalu menghela napas panjang. Kembali menatap perempuan yang kini berstatus sebagai mantan istriku itu dengan air mata berlinang. Entahlah, aku benar-benar tak tega melihatnya seperti ini. "Iren, bangunlah. Kasihan Rizqi jika kamu pergi saat ini. Dia masih begitu membutuhkan hadirmu. Dia p

  • FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU   BAB 73B

    Mama beranjak dari kursi lalu gegas menghampiriku yang masih berdiri di depan pintu. "Gimana keadaan Iren, Bi?" tanya mama lirih sembari mengusap sudut matanya yang terus basah. Duka menyelimuti wajahnya yang semakin menua. "Belum sadar, Ma. Maaf, Bian nggak bisa berbuat banyak. Soal biaya rumah sakit, biar Bian saja yang urus," ucapku kemudian. Mama menatapku beberapa saat lalu kembali menangis. Wanita di depanku itu berusaha menutup mulutnya dengan telapak tangan, mungkin agar suara tangisnya tak terlalu terdengar. "Makasih banyak, Bi. Kamu memang baik dan bertanggungjawab. Irena tak salah memilihmu sebagai pasangan. Hanya saja mama yang tak bisa melihat kebaikanmu hanya karena dendam di masa lalu. Maaf terus merepotkanmu, padahal status kamu dan Iren tak lagi sama seperti dulu. Saat ini mama benar-benar takut jika Irena pergi. Kehilangan seorang anak itu begitu menyakitkan sebab mama pernah merasakannya belasan tahun lalu. Kakaknya Irena, Cantika yang pergi selamanya karen kanke

  • FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU   BAB 74A

    Pov : Dania "Semangat pagi, Sayang. Gimana, udah enakan badannya?" Mas Reza sudah duduk di samping pembaringan sembari tersenyum manis ke arahku. Aku yang ternyata bangun kesiangan. Bakda subuh, aku memang sengaja rebahan sebab kepala mendadak pusing sepertinya bumi bergoyang-goyang nggak jelas. Mas Reza pun membantuku ke kamar setelah menyiapkan secangkir kopi untuknya di meja makan. Dia begitu mengkhawatirkanku, sebab itulah memintaku untuk istirahat. Tak perlu menemaninya joging seperti biasanya. "Mas joging sendiri deh, Sayang. Rena juga belum bangun. Biarlah, mungkin dia kecapekan karena kemarin main seharian dengan papanya, kan?" Ucapan Mas Reza tadi pagi kembali terlintas dalam ingatan. Rena Bagaskara. Iya, nama anak perempuanku itu memang sudah diganti. Cukup singkat sekarang. Mas Bian yang meminta agar nama anak semata wayangnya itu tak ada hubungannya dengan masa lalu. Toh semua hanya karena dendam dan keegoisan semata, bukan karena memang menyukai namanya. "Mas, udah

  • FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU   BAB 74B

    Kabar bahagia itu benar-benar datang. Aku positif hamil dan kini hampir empat bulan janin itu tumbuh di rahimku. Malaikat kecil yang begitu diimpikan Mas Reza dan papa karena memang mereka yang paling antusias saat mendengar kabar bahagia ini. Aku sendiri tak paham mengapa papa selalu bilang bahwa ini adalah cucu pertama yang begitu dinantikannya. Padahal Mas Aris juga sudah memiliki buah hati. Rista yang kini berusia tujuh tahun. Saat aku merasakan hari-hari yang membahagiakan, kabar duka pun datang. Mas Bian benar-benar berpisah dengan Irena. Tak hanya itu saja, bahkan kabar tak terduga itu pun datang. Kepergian Irena yang mendadak benar-benar membuatku shock seketika.Tak terasa bulir bening menetes dari kelopak mata. Mengingat dan sengaja membaca kembali pesan-pesan yang dia kirimkan beberapa hari sebelum kepergiannya.|Maaf jika sudah mengganggu hari-hari bahagiamu, Dania. Aku dapatkan nomor barumu dari mama, setelah berusaha meyakinkannya jika aku tak akan menyakitimu. Entahla

  • FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU   BAB 75A

    Pov : DANIASyukuran empat bulan digelar hari ini. Banyak sekali tamu yang datang. Tak hanya keluarga papa, tetangga dan teman-teman Mas Reza, tapi juga beberapa karyawan Mas Reza. Tak ketinggalan mama dan Mas Bian. Laki-laki itu tengah ngobrol dengan Mas Reza dan Mas Fano. Entah membicarakan apa, tapi di sampingnya ada jagoan kecil yang begitu familiar. Rizqi. Laki-laki kecil yang tampan itu sekarang menjadi anak asuh Mas Bian. Meski tetap tinggal bersama kakek dan neneknya, tapi biaya hidup dan pendidikannya ditanggung Mas Bian. Begitu yang kudengar dari cerita Mas Reza beberapa menit lalu padaku. Aku sangat bersyukur akhirnya Mas Bian lebih ikhlas menerima segala takdirNya. Kulihat sekarang dia jauh lebih tenang, murah senyum dan tak lagi gemar melamun seperti dulu. Mungkin memang banyak belajar arti hidup yang sebenarnya, sebab akhir-akhir ini memang banyak sekali ujian yang menerpanya. Banyak perubahan yang kulihat darinya. Selain lebih tenang, Mas Bian juga terlihat lebih d

Bab terbaru

  • FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU   EXP 5 : BIAN [TAMAT]

    Pov : BIANLima kali bertemu dengan gadis itu, membuatku semakin yakin jika dia memang bidadari yang Allah kirimkan untuk melengkapi hidupku. Dia yang sederhana, tapi terlihat nyaris sempurna. Tak ingin seperti laki-laki lain yang mengajaknya pacaran demi embel-embel saling mengenal, aku lebih nyaman mengikuti pesan mama untuk langsung melamarnya. Selain umur tak pantas lagi mengobral cinta, status duda juga membuatku sadar diri bahwa aku tak muda lagi. Urusan ditolak atau diterima urusan nanti. Yang penting aku sudah berusaha mengutarakan isi hati. Setelah aku memberinya waktu untuk istikharah selama seminggu. Akhirnya waktu yang ditunggu pun tiba. Waktu di mana Maura akan mengatakan pilihannya untuk mengiyakan atau menolak niat baikku. Tak mengapa kalaupun dia menolak. Aku cukup sadar diri, terlalu banyak perbedaan antara kami. Lagipula, aku juga tak ingin dia menerima lamaran ini karena terpaksa. Aku tak ingin dia seperti Dania beberapa tahun silam yang terpaksa mengiyakan per

  • FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU   EXP 4 : BIAN

    Pov : BIANSeperti itulah awal perjalan cintaku dengan Maura. Aku yang tak berani mengungkapkan cinta karena merasa bukan pria idamannya dan dia yang memilih diam menunggu pria baik melamarnya. Setidaknya seperti itulah yang dikatakan sang mama. Hingga aku memberanikan diri untuk melamarnya detik ini. Tak ingin kembali menyesal, andai ada laki-laki lain yang lebih dulu melamar bahkan ingin segera mengikatnya dalam kehalalan. Iya, aku tak ingin menyesal ke sekian kalinya. Disaksikan mama dan anak kesayanganku Rizqi, aku kembali ke rumah ini. Rumah dengan dua lantai berwarna hijau pupus. Ada seorang laki-laki lain yang memang sudah lebih dulu datang. Laki-laki tampan, sepertinya juga mapan dan berpendidikan. Dia terlihat begitu akrab dengan mama dan papa Maura. Sementara aku duduk dengan gelisah dan tak tenang. Rasanya ingin mengajak mama untuk pulang, tapi sayangnya mama masih cukup sibuk ngobrol dengan Tante Lydia. "Pa, jangan khawatir. Tante Maura pasti lebih memilih papa," bisik

  • FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU   EXP 3 : BIAN

    Pov : BIAN "Maura maunya laki-laki yang lebih dewasa, lebih ngemong dan setia, yang pasti bisa bimbing dia ke jalanNya." "Maura nggak suka pacaran sebelum nikah. Dia ingin pacaran setelah halal karena semua jadi berpahala dan InsyaAllah berkah." "Maura memang masih ingin sendiri, tapi jika ada laki-laki baik melamarnya, kenapa enggak? Tak ada salahnya menikah muda asalkan sudah siap segala konsekwensinya." Cerita-cerita mama barusan membuatku bertanya-tanya. Mungkinkah aku ada di salah satu pria idamannya? Bibirku kembali tersenyum saat membayangkan pertemuanku dengannya kemarin sore secara tak disengaja. Aku yang tengah memperhatikan Rizqi dan Rena di alun-alun tak jauh dari rumah mama, mendadak bertemu dengannya yang juga tengah mengantar keponakan-keponakannya bermain di sana.Tiap kali weekend, tempat itu memang ramai pengunjung. Pedagang kaki lima pun banyak berjejeran, menjajakan aneka kuliner murah meriah yang unik dan enak di lidah. Tak hanya golongan menengah ke bawah

  • FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU   EXP 2 : BIAN

    Langit gelap. Mendung menggantung di sana. Sepertinya sebentar lagi hujan akan tiba. Angin berhembus menampar wajah yang gelisah. Beberapa minggu belakangan, jam tidurku mulai berantakan. Makan pun rasanya hambar. Berulang kali mama menyindirku soal jatuh cinta, tapi aku selalu menegelaknya. Di usia nyaris 35 tahun ini, mungkinkah aku merasakan jatuh cinta kembali? Aku yang sudah dua kali gagal berumah tangga, masihkah ada perempuan yang percaya jika aku tipe laki-laki setia?Entahlah. Namun kehadiran gadis itu beberapa waktu lalu di restoran ini benar-benar membuatku kesulitan tidur. Namanya Maura. Gadis manis dengan hijab dan gamis panjangnya itu adalah anak Tante Lydia yang tak lain teman arisan mama. Mama tak sengaja lewat di depan restoran yang kubangun dua tahun belakangan pasca resign dari kantor dulu, karena itulah sekalian mampir dan memperkenalkanku dengan perempuan itu. Tak banyak hal yang mama bicarakan. Hanya sekadar perkenalan biasa. Mama pun tak ada rencana menjodoh

  • FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU   EXP 1 : BIAN

    Pov : BIAN Tahun berlalu. Kepergian Irena membuat perubahan besar dalam hidupku. Aku memang memilih berpisah dengannya, tapi tak menyangka jika perpisahanku itu tak hanya perpisahan dunia. Namun dia benar-benar pergi meninggalkan semua menuju alam keabadian yang nyata.Air mata tak terasa lolos begitu saja dari porosnya tiap kali mengingat bagaimana perjuanganku dulu untuk mendapatkannya. Hingga dia menghancurkan semua kepercayaan yang kupunya. Memilih laki-laki lain yang nyatanya tak pernah tulus mencintainya. Laki-laki yang kini disesaki perasaan bersalahnya dan pamit pergi bersama teman hidupnya yang baru. Dia yang memberikan sekepal tanggungjawab untukku dan dia yang puluhan kali minta maaf karena telah menusukku. Zaky."Gue mau minta maaf sama Lo, Bian. Selama ini gue udah hancurin keluarga Lo. Gue nikam Lo dari belakang. Semua salah gue. Gue ancam Iren hingga dia menuruti semua kemauan gue. Rizqi sebagai tamengnya sebab Iren tahu jika dia adalah darah daging gue. Iren selalu b

  • FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU   BAB 76 [END]

    Pov : DANIAPapa dan Mas Reza tampak begitu khawatir saat kubilang ada bercak coklat di celana dalam. Mereka saling pandang lalu buru-buru mengajakku ke klinik yang tak jauh dari rumah. Klinik Medika.Setelah mengantri di urutan ke empat, akhirnya aku diizinkan untuk masuk ke dalam ruangan. Seorang dokter mempersilakanku duduk dan menceritakan keluhan yang terjadi. Dengan serius sang dokter mendengarkan ceritaku. Mas Reza bertanya ini itu, terlihat cukup khawatir dengan kesehatanku dan calon buah hatinya. Selama di mobil, papa memang menceritakan bagaimana aku sampai terjengkang dari kursi. Mas Reza beberapa mengucapkan istighfar saat papa menceritakan ulah menantu pertamanya. Papa juga menceritakan bagaimana wajah asli Mas Aris dan istrinya itu. Aku sendiri tak menyangka jika firasatku tentang ketidakberesan mereka ada benarnya. Beruntung papa sudah tahu sebelumnya. Aku hanya khawatir papa shock saat mendengar rekaman percakapan Mas Aris dan Mbak Shila yang rencananya akan kuberi

  • FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU   BAB 75A

    Pov : DANIASyukuran empat bulan digelar hari ini. Banyak sekali tamu yang datang. Tak hanya keluarga papa, tetangga dan teman-teman Mas Reza, tapi juga beberapa karyawan Mas Reza. Tak ketinggalan mama dan Mas Bian. Laki-laki itu tengah ngobrol dengan Mas Reza dan Mas Fano. Entah membicarakan apa, tapi di sampingnya ada jagoan kecil yang begitu familiar. Rizqi. Laki-laki kecil yang tampan itu sekarang menjadi anak asuh Mas Bian. Meski tetap tinggal bersama kakek dan neneknya, tapi biaya hidup dan pendidikannya ditanggung Mas Bian. Begitu yang kudengar dari cerita Mas Reza beberapa menit lalu padaku. Aku sangat bersyukur akhirnya Mas Bian lebih ikhlas menerima segala takdirNya. Kulihat sekarang dia jauh lebih tenang, murah senyum dan tak lagi gemar melamun seperti dulu. Mungkin memang banyak belajar arti hidup yang sebenarnya, sebab akhir-akhir ini memang banyak sekali ujian yang menerpanya. Banyak perubahan yang kulihat darinya. Selain lebih tenang, Mas Bian juga terlihat lebih d

  • FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU   BAB 74B

    Kabar bahagia itu benar-benar datang. Aku positif hamil dan kini hampir empat bulan janin itu tumbuh di rahimku. Malaikat kecil yang begitu diimpikan Mas Reza dan papa karena memang mereka yang paling antusias saat mendengar kabar bahagia ini. Aku sendiri tak paham mengapa papa selalu bilang bahwa ini adalah cucu pertama yang begitu dinantikannya. Padahal Mas Aris juga sudah memiliki buah hati. Rista yang kini berusia tujuh tahun. Saat aku merasakan hari-hari yang membahagiakan, kabar duka pun datang. Mas Bian benar-benar berpisah dengan Irena. Tak hanya itu saja, bahkan kabar tak terduga itu pun datang. Kepergian Irena yang mendadak benar-benar membuatku shock seketika.Tak terasa bulir bening menetes dari kelopak mata. Mengingat dan sengaja membaca kembali pesan-pesan yang dia kirimkan beberapa hari sebelum kepergiannya.|Maaf jika sudah mengganggu hari-hari bahagiamu, Dania. Aku dapatkan nomor barumu dari mama, setelah berusaha meyakinkannya jika aku tak akan menyakitimu. Entahla

  • FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU   BAB 74A

    Pov : Dania "Semangat pagi, Sayang. Gimana, udah enakan badannya?" Mas Reza sudah duduk di samping pembaringan sembari tersenyum manis ke arahku. Aku yang ternyata bangun kesiangan. Bakda subuh, aku memang sengaja rebahan sebab kepala mendadak pusing sepertinya bumi bergoyang-goyang nggak jelas. Mas Reza pun membantuku ke kamar setelah menyiapkan secangkir kopi untuknya di meja makan. Dia begitu mengkhawatirkanku, sebab itulah memintaku untuk istirahat. Tak perlu menemaninya joging seperti biasanya. "Mas joging sendiri deh, Sayang. Rena juga belum bangun. Biarlah, mungkin dia kecapekan karena kemarin main seharian dengan papanya, kan?" Ucapan Mas Reza tadi pagi kembali terlintas dalam ingatan. Rena Bagaskara. Iya, nama anak perempuanku itu memang sudah diganti. Cukup singkat sekarang. Mas Bian yang meminta agar nama anak semata wayangnya itu tak ada hubungannya dengan masa lalu. Toh semua hanya karena dendam dan keegoisan semata, bukan karena memang menyukai namanya. "Mas, udah

DMCA.com Protection Status