All Chapters of KUKEMBALIKAN SUAMI PADA CINTA PERTAMANYA: Chapter 31 - Chapter 40

45 Chapters

BAB 31

Aku memperlambat langkah menuju ruang rawat eksklusif, sengaja melakukan itu agar Dokter Juwita bisa berlama-lama dengan Abram. Biar bagaimana kerasnya pendirian ini, ibaku pada sesama masih di atas."Telpon mamah dong, Yah. Entar kita kemalaman." Suara Abram yang muncul dari sudut koridor bersama Mas Langit membuyarkan lamunanku yang memilih duduk di ruang tunggu. "Kirain di dalam? Padahal mamah sedari tadi tungguin di sini," kataku mengerutkan alis sambil menatap lelaki datar itu sejenak sebelum menghadap ke Abram. "Aku yang ngajak ayah keluar. Emang mamah dari mana?" ujar Abram memandang kami bergantian. "Kan, papa tadi manggil mamah." Abram memukul jidatnya sambil tertawa, "Kok, aku bisa lupa, ya?!" lanjutnya dengan mimik lucu."Aku ke sana dulu. Tungguin, ya!" sela Mas Langit setelah membuka gawainya. Lantas dia beranjak ke arah ruangan yang tadi kudatangi. Aku rasa itu pesan Mas Rian. Tuh, kan, mereka memang sedang merencanakan sesuatu di belakangku.Setelah memastikan Mas La
Read more

BAB 32

"Aku akan ikut kalian. Itung-itung refreshing." Emak memasukkan makanan terakhir ke mulutnya lalu mengangkat piring dengan tergesa. Aku menautkan alis melihat prilaku dan kalimat beliau yang menurutku aneh."Aku gak ada-." "Anggi semalam menelepon, ngajak Abram isi waduk belakang rumah," ucap Mas Langit memotong kalimatku sambil mengambil tisu lalu melap mulut Abram belepotan yang sedang sarapan mie kuah bikinannya.Lihatlah! Selain pandai mengambil hati Emak, si kembar, dan terutama Abram. Juga hatiku sendiri yang tak mengingkari kebaikannya. Dia beda dari Mas Rian yang menarik simpati dengan materi melalui bantuan sana-sini. Mas Langit punya daya seakan tulus tak bercela. Jika mau dibandingkan, dua-duanya begitu melenakan, juga membuat gumpalan yang menyumbat di rongga pernafasan di ujung kisah.Perlahan aku menatap satu-persatu wajah-wajah keluargaku. Mimik mereka begitu bersuka mendengar kalimat Mas Langit. Bahkan si kembar ikut tergesa menyelesaikan sarapan dan gegas berlomba ke
Read more

BAB 33

Refleks badan berdiri lalu menatap Mas Langit yang membuang pandangan saat aku menajamkan mata ke arahnya. Sementara sosok cantik masih berdiri tegak memandang syahdu ke arah Mas Rian yang belum mengubah posisi. Ah, cinta memang selalu menciptakan lara, bagi jiwa yang terlanjur terkunkung. Semoga hanya diri yang lemah ini saja yang selalu terjerambab dalam posisi menyakitkan itu. Benar-benar di luar perkiraan. Aku sangka Mas Rian akan memohon kerelaanku melepas hak asuh Abram seperti permintaannya kemarin-kemarin? Kenapa jadi ingin ...? Rasioku hari ini benar-benar tak bisa diajak kerjasama memikir orang-orang yang berpendidikan tapi tak pandai ini, menurutku. Apa mereka kira semudah itu mengubah status pernikahan cuma dengan kata menyesal? Lalu tujuan Mas Langit mengucap ijab kabul hanya sebagai Muhallil -? Ya, Tuhan ... Begitu matang hambamu membuat rencana seakan lupa pada takdirMu yang pasti berlaku."Terus terang aku syok hari ini. Beri waktu menelaah atas semua yang terjadi,"
Read more

BAb 34

"Aku mohon, Bu. Sebentar saja, kok. Nanti sopir yang jemput," ulang Bibik memohon. Aku belum mengeluarkan sepatah kata sebagai jawaban. Pikiranku masih fokus ke Mas Langit.Mungkin karena lama menunggu, Bibik tampaknya menyerah. Telingaku sempat menangkap seduh lirih sebelum panggilan ditutupnya. Kasihan juga. Tapi, mau diapa. Bukan tak ingin membantu, selain ada yang lebih penting, takut akan semakin menambah masalah.Saat sedang meletakkan ponsel, tiba-tiba ingatan mengarah ke Anggi. Aku rasa inilah salah satu cara mencari tahu ke mana Mas Langit. Huft, ternyata diriku terlalu cemas, hingga tak bisa berpikir positif. Bisa saja kan Mas Langit pergi dinas atau apalah dalam rangka kerja? Tak sempat mengabari karena sibuk misalnya? Atraksi Mas Rian membuat pikiranku selalu berfikir negatif.Tanpa menunggu lama, aku menekan tombol panggil ke nomor Anggi. Tidak aktif! Sampai panggilan ke sepuluh, masih sama. Rasa khawatir semakin mendera, kemungkinanya semakin mendekat.Dengan pesimis aku
Read more

BAB 35

Aku menghentikan langkah, lantas melihat sekilas Mas Langit kemudian menyorot ke Abram. Anak itu meyodorkan tangan hendak berpindah ke gendonganku, tatapnya penuh permohonan. Tuh, perkiraanku tak meleset."Besok saja kalau ingin bicara, Mas. Silakan tentukan tempat dan waktu," ujarku meraih Abram dan membawa ke mobil. Mas Rian berhenti mengejar saat aku naikkan tangan tanda tak ingin berdebat."Itu kalau Mas ingin. Atau tidak sama sekali." Tatapku setajam ucapanku. Hari ini penuh kesedihan, jiwa ini seakan tak berada di tubuh. Beradu urat leher dengan mantan sudah tak menyiutkan nyaliku seperti dulu. Sudahlah ... Jangan dibahas! Yang kubutuhkan sekarang adalah tempat istirahat untuk menetralkan kewarasan. Titik."Oke, besok aku hubungi."' Mas Rian mundur beberapa langkah. Dia terlihat pasrah. Ck! 'Kenapa baru sekarang kau belajar mengalah, Mas? Setelah diantara kita hanya abu yang tersisa akibat dibakar di pengadilan?' lirihku dalam hati melihat sosoknya di kaca spion yang masih ter
Read more

BAB 36

KUKEMBALIKAN SUAMI PADA CINTA PERTAMANYABAB 36"Maaf, sepertinya pembicaraan kita tak bisa dilanjutkan," ujarku saat ponsel Mas Rian terus bergetar. Dalam hati aku bersukur, benda canggih yang disetel tanpa dering itu bisa menghentikan pertemuan yang membuat otak tidak fokus. Ya, pertemuan yang benar-benar menguji keimanan. Semoga ini cara Allah menolongku yang mulai diselimuti kebimbangan.Mas Rian meraih benda pipihnya lalu mengetik sejenak, kemudiaan meletakkan lagi yang terlebih dahulu telah dinonaktifkannya. Haddeh!"Bagaiamana kalau penting, Mas? Ada pasien kritis misalnya?" protesku tiba-tiba marah. Pekerjaan dokter berhubungan erat dengan nyawa. Tak segampang itu beralasan apapun jika tanggung jawab memanggil."Ada Dokter Hari," jawabnya gamblang. Dokter yang disebutnya itu teman seahli. Aku mengenalnya ketika dia bersenda gurau dengan Abram.Tuh, lelaki ini masih seperti dulu, tetap egois level tinggi. Lalu apa gunanya kalimat 'ingin berubah' yang selalu diperdengarkan di t
Read more

BAB 37

"Tidak apa-apa, Ti. Aku akan baik-baik saja," ujarku menatap lantai lalu melangkah gontai. Tuti yang menyadari keadaanku mengawasi dari bawah. Seluruh persendian seperti kehilangan fungsi setelah membaca surat berwarna putih. Ya, isi sama, panggilan sama, dan mungkin pengantarnya juga sama. Cuma ajuan yang berbeda. Bukan cuma kehilangan yang jadi prioritas sekarang, tapi pandangan masyarakat? Perasaan Emak? Dan apa kata orang-orang di pengadilan jika melihatku? Tidak cukup setahun digugat kasus yang sama? Ah, aku butuh peraduan untuk menangis. Andai doraemon ada di dunia nyata, aku ingin meminjam laci ajaibnya untuk berpindah ke bumi lain. Sepertinya otakku mulai tak waras.'Oke! Andai kamu hanya bertamu. Setidak, pamitlah sebelum pulang, Mas. Berkunjung ke rumah orang saja, ada adabnya, kan? Apalagi ini menyangkut hal besar yaitu pernikahan yang dipertanggung jawabkan kelak ikrarnya di depan Allah. Tidakkah dirimu menyakitiku terlalu dalam dengan kepergianmu tanpa pamit, tanpa sepat
Read more

BAB 38

"Apa maksud, Mas," tanyaku tersulut."Aku pikir kamu sudah tahu jawabannya," kata Mas Rian santai."Oh, begitu. Baik. Semoga kalian sukses," kataku menghapus bening yang tiba-tiba membasahi. Entah kenapa bila menyangkut Mas Langit, air mata ini gampang sekali jatuh. Padahal, aku sudah memprediksi mereka akan sampai ke sana. Bukankah dari awal tujuan Mas Rian memang hanya menjadikan Mas Langit muhallil? Dan ajaibnya, lelaki yang paham agama itu mau saja? Sudahlah .... Hati ini akan mengikhlaskan semuanya. Bahkan tak akan datang ke pengadilan untuk mempercepat proses perpisahan resmi itu."Aku harap kita hanya berkomunikasi sebatas Abram saja. Karena kita tidak tahu cara kerja syetan." Selesai berucap, aku menuju ke kamar dan menutup rapat pintunya. Meski telah berucap ikhlas, tak apa kan meluapkan rasa dengan menyendiri?Aku keluar saat mendengar ketukan bersamaan suara Abram memanggil. Alhamdulillah, Mas Rian sudah tak terlihat lagi. Tampak Abram telah rapi sambil menjinjing tas r
Read more

BAB 39

Dengan was-was aku membuka kaca. Tampak lelaki berpostur tinggi memakai celana hitam, dipadu hodi, dan masker warna sama, membungkuk hendak mengetuk lagi. Matanya merah diterpa cahaya pagi. Rasa takut membuatku menatapnya sekilas lalu mencermati banpers mobil yang rusak. Sepertinya aku menabrak kendaraan kelas penjahat. Aduh ... Kira-kira dia mau damai saja dengan ganti rugi, ya? Tapi, apa isi kantongku cukup memperbaiki mobil tajir itu? Lagi, lagi, bantu hambaMu yang lemah ini ya, Rabb .... "Papa?" ujar Abram membuatku menyipit lantas memperhatikan seksama dari atas ke bawah. Semoga penglihatan Abram tak salah Ya, Tuhan. Plisss ....Benar! Dia Mas Rian! Ngapain berpakaian begitu? Kayak mafia di film-film saja. Hampir-hampir aku jantungan dibuatnya."Kamu bikin aku jadi begini?" ujarnya dengan sorot tajam. Hah? Sepertinya dokter itu benar-benar butuh terapi jiwa. Sudah berpenampilan aneh, sekarang menuduh orang lain penyebanya. Tapi ngomong-ngomong kenapa aku tak ingat sama sekali m
Read more

BAB 40

"Pintu rumah selalu terbuka lebar, jika Mas ingin menjumpai Abram." Selesai berucap, aku segera bergegas ke luar. Sementara Abram masih menunggu papanya bereaksi. Dokter itu masih setia menekuri lantai saat aku melaluinya.Sebelum mencapai ambang, aku sempatkan melihat ke belakang. Mas Rian menarik putranya dalam pelukan, lama sekali, sambil menangis lirih. Ya, perpisahan memang menyakitkan. Namun, bertahan dalam gerogotan luka yang tak pernah hilang, sama saja bunuh diri secara perlahan.[Kupinta maafmu dari prilaku dosa, salah, dan khilaf selama hidup bersamaku, Mas. Meski hubungan kita telah usai, tak ada niat sama sekali untuk menjauhkanmu dengan Abram ke depannya. Tetaplah jadi papa yang terbaik, pun suami yang bertanggung jawab. Semoga kita semua dalam lindungan Allah sampai maut memanggil]Tak memungkiri, air mata jatuh jua mengiring pesan singkatku. Baru kali aku sempat dan sepenuh hati meluangkan waktu menulis kata maaf dan perpisahan setelah hampir setahun jatuh talak. Seras
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status