Home / CEO / Menjadi Istri Pengganti CEO Arogan / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Menjadi Istri Pengganti CEO Arogan : Chapter 1 - Chapter 10

105 Chapters

Pertemuan Kedua

“Sedang apa kau di sini?” tanya laki-laki berperawakan tinggi besar dan berwajah tampan setelah membuka pintu ruangan itu. Sama sekali tidak tampak raut ramah di wajahnya. “Aku ….” Adriana kesulitan menjawab. Dia meraih map beserta isinya yang berserakan di lantai, lalu meletakkannya di atas meja. Setelah mampu menguasai dirinya, dia membuka mulutnya kembali.“Aku bekerja di sini. Sebagai asisten pribadi pemilik ruangan ini,” jawab Adriana cepat sambil mengerjapkan matanya dua kali.Laki-laki itu, Adriana mengenal namanya sebagai Daren Liew, berjalan mendekat ke arahnya. Langkah Daren sangat anggun dengan tatapan matanya yang tidak beralih dari Adriana, seperti seekor singa jantan yang tengah mendekati mangsanya yang tidak berdaya. Adriana mundur satu langkah, sengaja menjaga jarak dari Daren.“Aku tidak membutuhkan asisten pribadi. Aku juga tidak menginginkan dirimu berada di sini,” ucap Daren santai. Dia meletakkan tasnya, lalu menghadap kea rah Adriana.“Tapi …” Adriana menelan l
Read more

Penolakan

"Bisa kau ulangi lagi kata-katamu?"Daren mendorong kursinya mundur. Dia bangkit berdiri, lalu berjalan perlahan dengan kedua matanya memindai sosok Adriana yang masih berdiri di depan pintu. Rupanya gadis itu punya nyali untuk menemuinya dengan menyampaikan omong kosong. "Perkataanku cukup jelas untuk kau dengar. Aku hanya meminta waktu selama satu bulan. Setelah itu, aku berjanji akan menghilang dari hidupmu. Selamanya." Adriana menjawab sangat tegas tanpa rasa takut. Daren berhenti tepat di depan Adriana. Jarak mereka terlalu dekat sehingga Daren bisa melihat hembusan napas Adriana yang cepat. Adriana pasti berusaha menahan rasa malunya untuk menemuinya kembali, batinnya dalam hati."Aku tidak mau. Sekali aku bilang tidak, maka itu berarti kau tidak memiliki kesempatan untuk mengubah pikiranku," ucap Daren teguh pada pendiriannya.Adriana memijit pelipisnya. Usaha apa lagi yang harus dia lakukan untuk membuka hati laki-laki di depannya ini? Dia telah mempertaruhkan harga dirinya
Read more

Seperti Mimpi

Dua bulan lalu."Saya ingin mengambil kunci kamar atas nama Adriana Kirani," ucap Adriana pada petugas resepsionis hotel yang sedang berjaga."Tunggu sebentar," balas wanita itu, lalu menunduk mencari kunci kamar Adriana.Adriana memutar tubuhnya, membelakangi meja resepsionis. Dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Hotel yang dia kunjungi saat ini tampak sangat mewah dan elegan. Dia tidak mungkin bisa menginap di sini tanpa campur tangan Airin, sahabatnya."Ini kuncinya."Adriana langsung membalikkan badannya. Dia menerima kunci itu, mengucapkan terima kasih secara singkat. Setelahnya dia berjalan dengan langkah panjang masuk ke dalam lift yang terbuka. Dia menekan tombol menuju lantai kamarnya.Adriana membuka pintu, dan ternyata kamarnya sangat luas dengan ranjang tunggal yang lebar. Adriana langsung menjatuhkan tubuhnya di atas kasur yang empuk. Dia tertawa lebar, rasa bahagia mulai menghinggapi dirinya. Menginap di hotel ini merupakan sebuah pengalaman yang menakjubkan di um
Read more

Penghinaan

Satu jam kemudian.Adriana masih terisak. Kejadian beberapa saat yang lalu masih tercetak jelas di dalam benaknya. Dia begitu tidak berdaya saat laki-laki asing yang kini berbaring di sampingnya sambil memeluknya, menodai dirinya dengan paksa. Kesucian yang dia jaga selama ini direnggut oleh laki-laki itu. Sia-sia usaha yang dia lakukan untuk melepaskan diri dari serangan brutal itu. Adriana benar-benar tidak berdaya. Rasa nyeri di pangkal pahanya membuat dia meringis kesakitan. Tidak hanya itu. Seluruh tubuhnya dipenuhi bekas-bekas kecupan dari bibir kotor laki-laki itu. Dia pun bergidik ngeri sekaligus jijik."Jangan pergi," ucap laki-laki itu saat Adriana hendak beranjak dari tempat tidur. Pelukannya di tubuh Adriana semakin bertambah erat."Lepaskan aku." Akhirnya Adriana bisa bersuara. Dia menepis tangan itu dengan kasar.Laki-laki itu bergerak, mengerang keras sambil memegang kepalanya. Dia menegakkan punggungnya, lalu menoleh ke arah Adriana. Kedua matanya membelalak lebar."S
Read more

Berubah Pikiran

Dering telepon berbunyi. Adriana mempertajam pendengarnya untuk memastikan bahwa suara itu berasal dari ponselnya. Setelah itu dia bergerak cepat mengambil benda pipih itu di dalam tasnya."Halo ..." Adriana menunggu beberapa detik sampai si penelepon berbicara. Seharusnya dia tahu dia tidak boleh mengangkat panggilan telepon dari nomor yang tidak dia kenal. Tapi, entah kenapa hatinya seolah mendorong dia menerima panggilan tersebut."Halo. Ini aku, Daren Liew."Adriana menelan ludahnya. Apakah dia tidak salah dengar? Laki-laki itu tiba-tiba menghubungi dia."Maaf, sepertinya kau salah nomor," tukas Adriana.Adriana menatap Airin, lalu meletakkan jari telunjuknya di bibir saat Airin berbisik, bertanya siapa yang meneleponnya. Dia menggelengkan kepalanya, memberi isyarat agar Airin diam. Sahabatnya itu pun mengikuti permintaannya, memilih untuk menunggu."Aku tidak salah nomor. Aku memang sengaja menghubungi dirimu, Adriana," tukas Daren.Adriana berdeham sebentar, lalu berkata, "Aku
Read more

Nekad

“Apa Tuan Hari akan kembali ke kantor nanti?” tanya Adriana pada wanita sebelumnya dengan nada putus asa. Dia sangat mengerti petugas resepsionis itu pasti merasa jengkel karena sikapnya.“Aku tidak tahu pasti,” jawab wanita itu sekenanya.“Tidak bisakah kau memastikannya?” desak Adriana putus asa.Wanita itu menatap sebal pada Adriana. Dia tidak segan menunjukkan rasa tidak sukanya. Dengan malas tangannya terulur, meraih gagang telepon di atas meja. Lalu dia memencet beberapa nomor, menghubungi seseorang.Adriana memalingkan wajahnya. Dia tidak mau dianggap sedang menguping pembicaraan orang lain. Tujuannya datang ke sini adalah untuk menemui Tuan Hari Leo.“Aku sudah menghubungi asisten beliau. Dia bilang Tuan Hari masih memiliki jadwal rapat dengan pegawai. Hanya saja dia tidak tahu pasti kapan beliau kembali.”Adriana memutar kepalanya. Matanya berbinar, bercahaya. Dia merasa senang, setidaknya dia masih memiliki sedikit harapan untuk bisa menemui laki-laki itu.“Terima kasih atas
Read more

Sulit Dipahami

Malam datang menjelang. Adriana sampai di gedung kantor Daren dalam keadaan sebagian besar ruangan telah mati lampunya. Semua pegawai telah meninggalkan pekerjaannya. Kini tinggal dirinya yang masih di sini.Adriana membuka pintu ruangan Daren yang terang, tapi sepi. Dia tidak menemukan bosnya. Ke mana Daren pergi? Dia bertanya dalam hati. Lalu, Adriana memutuskan untuk menunggu. Mungkin sekarang Daren sedang pergi ke suatu tempat. Tapi, dia yakin nanti Daren akan kembali ke sini.***Daren berdiri terpaku di depan pintu. Nanar matanya menatap Adriana yang tengah meringkuk di sofa. Sejak kapan Adriana berada di sana? Kenapa dia tidak mengetahui saat Adriana masuk ke sini?"Hei ... bangun." Pelan-pelan Daren menggoyangkan tubuh Adriana. Dia berusaha membangunkan gadis itu. Hanya saja Adriana tidak bergerak sama sekali.Daren lalu berjongkok di hadapan Adriana. Ditatapnya wajah Adriana yang tampak sangat lembut dan meneduhkan. Wajah itu tidak cantik, tapi ada sesuatu yang menarik dan su
Read more

Bukan Membela Diri

"Memangnya apa yang aku katakan pada dia?" Adriana balas bertanya dengan nada menantang. Matanya menatap tajam pada Daren. Tentu saja dia tidak terima bila selalu dituduh yang bukan-bukan. Ini bukan kali pertama Daren melakukannya padanya. Tanpa bukti yang jelas, Daren memojokkan dia seperti seorang pesakitan. Daren tidak menjawab pertanyaan Adriana. Merasa kesal karena Adriana menantangnya, Daren segera masuk ke ruangannya. Dia melempar tasnya di atas meja dengan kasar. Adriana mengikuti Daren. Dia menarik lengan Daren agar laki-laki itu bisa menghadap ke arahnya. Wajah Daren masih terlihat kaku dan memerah. "Kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku? Apa kau akan selalu memperlakukan aku seperti ini?""Aku... Kau.... Ah, sudahlah. Anggap saja aku tidak pernah bertanya," kilah Daren, lalu membelakangi Adriana kembali. "Ya ampun. Bagaimana bisa kau mengatakan semua omong kosong itu dengan mudah? Beberapa detik yang lalu kau menuduhku yang bukan-bukan, lalu detik berikutnya kau menga
Read more

Bekerja di Hari Libur

Tepat hari minggu. Adriana akhirnya mendapatkan hari liburnya setelah dia bekerja sangat keras selama hampir satu minggu lamanya. Dia bahkan tetap bekerja sampai kemarin. Seharusnya dia mendapat jatah libur selama dua hari. Tapi, Daren meminta dia melakukan sesuatu di luar pekerjaannya. Daren memberinya imbalan yang sangat besar bila dia bersedia menerima pekerjaan itu. Tentu saja itu sebuah tawaran yang tidak mampu dia tolak."Yang perlu kau lakukan hanyalah menyediakan makan siang untuk tamuku," ucap Daren dua hari sebelumnya saat Adriana bersiap untuk pulang. "Kau tidak perlu memaksa. Semua makanan untuk tamuku bisa kau pesan melalui aplikasi pesan antar.""Apa tidak ada orang lain? Asisten rumah tangga atau apa pun itu," tukas Adriana mencoba menolak permintaan Daren. Dia ingin menyegarkan isi kepalanya yang terasa sangat panas akibat pekerjaannya."Aku tidak pernah memiliki asisten rumah tangga. Ada yang membantuku membersihkan rumah, tapi dia hanya datang tiga kali satu minggu."
Read more

Tamu Tidak Diundang

Saat ini.Angan-angan Adriana untuk menikmati hari liburnya ternyata pupus sudah. Dia terpaksa tinggal di rumah seharian karena merasa tidak enak badan. Tiba-tiba demam datang menyerang, memaksanya tetap berbaring di atas tempat tidur.Setelah kejadian kemarin, suasana hatinya berubah buruk. Sisa hari itu dia jalani dengan merenung dan melamun. Setitik penyesalan mulai menggelayuti. Tanpa dia sadari, dia telah membuka rahasia besar dalam hidupnya. Adriana menyalahkan lidahnya yang terlalu lancang mengeluarkan sebuah fakta yang tidak banyak orang tahu, kecuali Airin.Bila harus jujur, pernah tinggal di panti asuhan bukanlah sesuatu yang buruk. Setidaknya dia merasa beruntung karena memiliki harapan untuk melanjutkan hidup. Tapi, alasan dia bisa tinggal di sana lah yang membuat dia merasa sangat kesal, marah, dan benci pada kedua orang tuanya. Bahkan sampai sekarang dia masih menyimpan dendam pada mereka.***"Ibumu pergi dengan laki-laki lain saat usiamu dua tahun."Begitu awal mula cer
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status