Tepat hari minggu. Adriana akhirnya mendapatkan hari liburnya setelah dia bekerja sangat keras selama hampir satu minggu lamanya. Dia bahkan tetap bekerja sampai kemarin. Seharusnya dia mendapat jatah libur selama dua hari. Tapi, Daren meminta dia melakukan sesuatu di luar pekerjaannya. Daren memberinya imbalan yang sangat besar bila dia bersedia menerima pekerjaan itu. Tentu saja itu sebuah tawaran yang tidak mampu dia tolak."Yang perlu kau lakukan hanyalah menyediakan makan siang untuk tamuku," ucap Daren dua hari sebelumnya saat Adriana bersiap untuk pulang. "Kau tidak perlu memaksa. Semua makanan untuk tamuku bisa kau pesan melalui aplikasi pesan antar.""Apa tidak ada orang lain? Asisten rumah tangga atau apa pun itu," tukas Adriana mencoba menolak permintaan Daren. Dia ingin menyegarkan isi kepalanya yang terasa sangat panas akibat pekerjaannya."Aku tidak pernah memiliki asisten rumah tangga. Ada yang membantuku membersihkan rumah, tapi dia hanya datang tiga kali satu minggu."
Saat ini.Angan-angan Adriana untuk menikmati hari liburnya ternyata pupus sudah. Dia terpaksa tinggal di rumah seharian karena merasa tidak enak badan. Tiba-tiba demam datang menyerang, memaksanya tetap berbaring di atas tempat tidur.Setelah kejadian kemarin, suasana hatinya berubah buruk. Sisa hari itu dia jalani dengan merenung dan melamun. Setitik penyesalan mulai menggelayuti. Tanpa dia sadari, dia telah membuka rahasia besar dalam hidupnya. Adriana menyalahkan lidahnya yang terlalu lancang mengeluarkan sebuah fakta yang tidak banyak orang tahu, kecuali Airin.Bila harus jujur, pernah tinggal di panti asuhan bukanlah sesuatu yang buruk. Setidaknya dia merasa beruntung karena memiliki harapan untuk melanjutkan hidup. Tapi, alasan dia bisa tinggal di sana lah yang membuat dia merasa sangat kesal, marah, dan benci pada kedua orang tuanya. Bahkan sampai sekarang dia masih menyimpan dendam pada mereka.***"Ibumu pergi dengan laki-laki lain saat usiamu dua tahun."Begitu awal mula cer
“Ini rumah atau gudang?” gumam Daren setelah berkeliling di rumah Adriana. Ukuran rumah ini tidak lebih dari setengah apartemennya, dia membatin dalam hati.“Kau tidak memiliki hak untuk menghina rumahku,” bisik Adriana dengan mata tertutup. “Setidaknya aku mendapatkannya dengan hasil kerja kerasku dan dalam kondisi serba terbatas.”“Kau sudah sadar?” tanya Daren sedikit terkejut ternyata Adriana mendengar kata-katanya.Daren melihat Adriana mulai membuka matanya perlahan. Adriana menoleh ke arahnya sekilas, lalu menghadap ke arah langit-langit kamar di atasnya. Gadis itu berusaha menegakkan punggungnya untuk duduk.“Jam berapa sekarang?” tanya Adriana seakan lupa waktu.Sudah berapa lama dia pingsan? Kenapa Daren masih di sini? Adriana bertanya-tanya dalam hati.“Jam tujuh malam,” jawab Daren. Dia mendekati Adriana. Tangannya menyentuh dahi Adriana yang tidak lagi demam. “Keadaanmu telah membaik.Tapi, menurutku sebaiknya kau pergi ke dokter.""Tidak mau. Aku hanya membutuhkan istiraha
Adriana berdiri di luar gedung kantornya cukup lama. Sebuah pesan masuk ke ponselnya, dan menyita perhatiannya. Airin mengajaknya bertemu di sebuah kafe langganan mereka."Hai...." seru Airin. Tangannya melambai saat Adriana mendorong pintu kafe itu dan tatapan mata mereka saling bersirobok.Adriana membalas lambaian itu, buru-buru dia menghampiri Airin. Sahabatnya pasti telah menunggu dirinya sejak tadi. Jalanan menuju ke sini sangat padat oleh kendaraan, menyebabkan dia datang terlambat."Maaf, kau harus menunggu diriku," ucap Adriana, lalu memeluk Airin erat.Airin hanya tersenyum. Pelan-pelan dia mendorong Adriana agar melepaskan pelukannya. Dia memandang Adriana cukup lama."Kau agak kurusan," kata Airin mengomentari penampilan Adriana yang sedikit mengkhawatirkan. Sepertinya Adriana telah kehilangan bobot tubuhnya cukup banyak."Tidak terlalu kurus. Berat badanku hanya turun dua kilogram," tukas Adriana seraya mengulas senyum manis.Duduk saling berhadapan, dua orang sahabat itu
Setengah jam lalu. Daren baru saja keluar dari gedung tempat acara. Acara itu berjalan sangat lancar dan menyenangkan. Dia bertemu dengan para pengusaha sukses yang belum pernah dia kenal sebelumnya. Dari pertemuan itu dia berniat menambah relasi bisnisnya yang kelak bisa bermanfaat untuk perusahaannya."Kau bisa pulang lebih dulu," ucap Daren pada Keanu saat sampai di tempat parkir."Kau mau ke mana?" Keanu menatapnya dengan sorot mata heran."Aku akan ke kantor terlebih dahulu. Ada berkas yang tertinggal yang harus aku periksa di rumah," jawab Daren, berjalan tergesa-gesa masuk ke dalam mobilnya sambil melambaikan tangannya. Dia segera melajukan mobilnya cepat.Saat sampai di kantor, Daren tidak menemui seorang pun. Semua pegawainya telah kembali ke rumah masing-masing. Tanpa terkecuali Adriana. Padahal sebelumnya dia berharap Adriana belum meninggalkan kantor. Usai mengambil berkas yang dia butuhkan, Daren langsung meninggalkan kantornya. Saat Daren dalam perjalanan pulang, Daren
Butuh waktu beberapa detik untuk Daren mencerna informasi dari Adriana. Akhirnya dia juga ikut melompat turun. Langkah kakinya panjang saat menyusul Adriana."Apa maksudmu sebenarnya?" Daren langsung mencekal tangan Adriana begitu jarak di antara mereka tinggal beberapa sentimeter.Adriana menghentikan langkahnya. Dia memutar tubuhnya, menghadap ke arah Daren dengan kepala tertunduk. Benaknya berkecamuk, kenapa rasanya sangat berat mengulang kalimatnya kembali yang dulu pernah dia ucapkan pada Daren?"Kenapa hanya diam? Atau kau sengaja mengatakannya agar aku merasa penasaran?" tanya Daren terdengar tidak sabaran."Bukankah aku dulu pernah bilang. Aku memintamu untuk menerimaku bekerja kembali selama satu bulan. Sekarang apa kau sudah ingat itu?" Perlahan Adriana mengangkat kepalanya, lalu matanya bertatapan dengan sepasang mata yang membalas menatapnya dengan sorot mata yang tajam."Omong kosong macam apa ini? Aku tidak pernah mengingatnya karena bagiku itu tidak terlalu penting," se
Adriana memandang map yang baru saja diserahkan oleh Daren dengan tatapan kosong. Dia tidak mampu berkata apa-apa saat menerimanya. Perasaannya campur aduk. Seharusnya dia bahagia karena status pekerjaannya sekarang menjadi jelas. Tapi, kenyataannya dia tidak merasakan apa-apa. Sungguh aneh.Dulu dia sangat menginginkan pekerjaan ini karena sudah lama dia menganggur. Tabungannya menipis, dan tinggal beberapa lembar uang ratusan ribu. Tapi kini, keinginannya itu seakan memudar seiring berjalannya waktu. Menjadi asisten pribadi Daren Liew tidak lagi menarik hatinya.“Sekarang kau tidak perlu mengkhawatirkan soal kontrak kerjamu," kata Daren menenangkan. "Aku harap kau bisa tetap bekerja di sini selama waktu yang tertera di kontrak tersebut. Bila kinerjamu sangat memuaskan, aku akan memperpanjang kontrak untukmu. Atau kau bisa menjadi pegawai tetap perusahaan ini." Cukup lama Daren menatap Adriana, memastikan Adriana mendengar semua ucapannya. "Kenapa kau hanya diam? Biasanya kau selalu
Adriana menarik tangannya kuat-kuat. "Lepaskan tanganku.""Bantu aku bangun," pinta Daren setelah melihat Adriana hampir menangis karena dirinya.Adriana menarik tangan Daren agar laki-laki itu bisa menegakkan punggungnya. Setelah memastikan Daren mampu duduk dengan benar, Adriana melepaskan pegangannya. Dia mundur beberapa langkah karena dia merasa sangat sesak saat berdekatan dengan Daren dalam suasana seperti sekarang ini. Tanpa terlihat jelas, dia mengusap setitik air mata di sudut matanya."Kapan kau datang ke sini?" tanya Daren, mencoba mengusir keheningan di antara mereka berdua."Jam sebelas malam. Seseorang menghubungiku, dan memintaku untuk datang ke sini setelah memberi tahu kecelakaan yang kau alami," jawab Adriana panjang lebar."Kau pasti terburu-buru hingga tidak sempat berganti pakaian," seloroh Daren sambil menahan senyum saat melihat piyama Adriana yang bermotif karakter hello Kitty.Wajah Adriana langsung merona saat mendengar olok-olok dari Daren. Mungkin Daren mas