Butuh waktu beberapa detik untuk Daren mencerna informasi dari Adriana. Akhirnya dia juga ikut melompat turun. Langkah kakinya panjang saat menyusul Adriana."Apa maksudmu sebenarnya?" Daren langsung mencekal tangan Adriana begitu jarak di antara mereka tinggal beberapa sentimeter.Adriana menghentikan langkahnya. Dia memutar tubuhnya, menghadap ke arah Daren dengan kepala tertunduk. Benaknya berkecamuk, kenapa rasanya sangat berat mengulang kalimatnya kembali yang dulu pernah dia ucapkan pada Daren?"Kenapa hanya diam? Atau kau sengaja mengatakannya agar aku merasa penasaran?" tanya Daren terdengar tidak sabaran."Bukankah aku dulu pernah bilang. Aku memintamu untuk menerimaku bekerja kembali selama satu bulan. Sekarang apa kau sudah ingat itu?" Perlahan Adriana mengangkat kepalanya, lalu matanya bertatapan dengan sepasang mata yang membalas menatapnya dengan sorot mata yang tajam."Omong kosong macam apa ini? Aku tidak pernah mengingatnya karena bagiku itu tidak terlalu penting," se
Adriana memandang map yang baru saja diserahkan oleh Daren dengan tatapan kosong. Dia tidak mampu berkata apa-apa saat menerimanya. Perasaannya campur aduk. Seharusnya dia bahagia karena status pekerjaannya sekarang menjadi jelas. Tapi, kenyataannya dia tidak merasakan apa-apa. Sungguh aneh.Dulu dia sangat menginginkan pekerjaan ini karena sudah lama dia menganggur. Tabungannya menipis, dan tinggal beberapa lembar uang ratusan ribu. Tapi kini, keinginannya itu seakan memudar seiring berjalannya waktu. Menjadi asisten pribadi Daren Liew tidak lagi menarik hatinya.“Sekarang kau tidak perlu mengkhawatirkan soal kontrak kerjamu," kata Daren menenangkan. "Aku harap kau bisa tetap bekerja di sini selama waktu yang tertera di kontrak tersebut. Bila kinerjamu sangat memuaskan, aku akan memperpanjang kontrak untukmu. Atau kau bisa menjadi pegawai tetap perusahaan ini." Cukup lama Daren menatap Adriana, memastikan Adriana mendengar semua ucapannya. "Kenapa kau hanya diam? Biasanya kau selalu
Adriana menarik tangannya kuat-kuat. "Lepaskan tanganku.""Bantu aku bangun," pinta Daren setelah melihat Adriana hampir menangis karena dirinya.Adriana menarik tangan Daren agar laki-laki itu bisa menegakkan punggungnya. Setelah memastikan Daren mampu duduk dengan benar, Adriana melepaskan pegangannya. Dia mundur beberapa langkah karena dia merasa sangat sesak saat berdekatan dengan Daren dalam suasana seperti sekarang ini. Tanpa terlihat jelas, dia mengusap setitik air mata di sudut matanya."Kapan kau datang ke sini?" tanya Daren, mencoba mengusir keheningan di antara mereka berdua."Jam sebelas malam. Seseorang menghubungiku, dan memintaku untuk datang ke sini setelah memberi tahu kecelakaan yang kau alami," jawab Adriana panjang lebar."Kau pasti terburu-buru hingga tidak sempat berganti pakaian," seloroh Daren sambil menahan senyum saat melihat piyama Adriana yang bermotif karakter hello Kitty.Wajah Adriana langsung merona saat mendengar olok-olok dari Daren. Mungkin Daren mas
Adriana terkesiap, tersadar oleh situasi yang melingkupi dirinya. Tangannya terangkat, lalu menampar pipi Daren dengan keras. Napasnya tersengal-sengal. Dengan sekuat tenaga dia mendorong tubuh Daren menjauh darinya."Aku tidak akan membiarkanmu melakukannya untuk kesekian kalinya," ucap Adriana dengan nada gusar. Kelopak matanya terasa basah, dan sebentar lagi air matanya jebol karena pertahanannya runtuh.Daren memegang pipinya yang terasa sakit. Tersadar dari kelakuan buruknya, dia menatap Adriana lekat-lekat. Sedikit banyak dia menyesali perbuatannya. Entah kenapa dia bisa mencium paksa Adriana, dan membuat Adriana begitu tersiksa."Maafkan aku." Daren berjalan mendekati Adriana. "Aku lupa diri. Tidak seharusnya aku melakukan itu.""Jangan katakan apa-apa. Aku tidak ingin mendengarnya," kata Adriana pahit. Dia berjalan mengambil tasnya yang tergeletak di atas meja, lalu bergegas meninggalkan Daren. "Adriana... tunggu. Aku akan mengantarmu pulang," sergah Daren. Dia segera menyusu
Dua hari kemudian.Adriana menemui manajer personalia, lalu menyerahkan surat kontrak kerjanya. Setelah berpikir dan mempertimbangkan keputusan yang harus dia ambil, akhirnya Adriana menandatangani surat itu. Tidak tampak binar bahagia di wajahnya.“Kenapa kau tidak langsung menyerahkan surat ini kembali?” tanya manajer personalia, seorang wanita di akhir tiga puluhan dengan wajah tidak ramah, usai menerima map yang diberikan oleh Adriana.“Maafkan aku. Akhir-akhir ini aku disibukkan dengan pekerjaan, jadi baru sekarang aku sempat menyerahkan ini,” jawab Adriana.Adriana lalu bergegas meninggalkan wanita itu karena situasinya tidak menyenangkan. Di belakangnya dia mendengar wanita itu mengomel, mengeluhkan sikapnya yang buruk. Adriana tidak menggubrisnya. Dia terus berjalan, kembali ke tempatnya.“Dari mana kau?”Adriana melihat Daren tengah menunggu dirinya. Dia tidak segera menjawab pertanyaan itu. Sengaja mengulur waktu, Adriana meraih gelas di atas meja, meneguk minumannya hingga h
"Kau tidak perlu repot-repot menjemput kami, Chantal," ucap Daren satu menit kemudian. Dia tidak membiarkan wanita itu memeluknya terlalu lama. Dengan sorot jijik dia menarik kedua lengan wanita itu yang melingkari tubuhnya."Tentu saja aku tidak repot. Dengan senang hati aku melakukannya," timpal Chantal dengan nada menggoda, seolah tidak mengerti perasaan Daren. "Terlebih kami lah yang mengundangmu datang ke sini."Merasa jengah dengan situasi yang sedang terjadi, Adriana menarik tangannya dari genggaman tangan Daren. Dia seperti berada di tempat yang salah dan bertemu dengan orang yang salah. Tidak seharusnya dia berada di sini. Tapi, Daren semakin mempererat genggamannya."Ngomong-ngomong, kau belum memperkenalkan kami." Chantal melirik Adriana dengan tatapan menghina."Perkenalkan, ini Adriana." Daren menoleh sekilas ke arah Adriana. "Adriana, ini Chantal. Dia adalah istri Mr. Smith," ucap Daren, lalu melepaskan tangan Adriana.Malas-malasan Chantal mengulurkan tangannya, menjaba
"Apa hubunganmu dengan Daren?" tanya Chantal setelah mereka selesai menyantap makan siang. Udara musim semi berhembus pelan dan begitu menyejukkan. Terlebih sekarang ini mereka tengah duduk di kebun yang terletak di belakang rumah mewah itu. Adriana enggan menjawab pertanyaan Chantal. Dia memilih diam sambil mengamati kuncup-kuncup bunga yang mulai bersemi. " Sikapmu sungguh tidak sopan," gerutu Chantal. "Apakah kau sudah lupa bila ada orang bertanya, kau harus menjawabnya?" Dia melirik ke arah Adriana dengan tatapan sebal yang kentara. "Lebih tidak sopan lagi bila kau menanyakan sesuatu yang lebih pribadi pada orang lain," balas Adriana tidak kalah sengit. Chantal tertawa sinis. Dia tidak menyangka akan bertemu lawan yang sepadan dengan dirinya. Bila dipikir-pikir kepribadian Adriana sangat menarik. Adriana terlihat seperti seorang yang pendiam. Tapi, sekalinya dia berbicara, ucapannya sangat dalam dan menusuk."Perlu kau ketahui, entah ini kebetulan atau bukan, kau memiliki nama
Dua menit yang lalu."Kau bisa melihat-lihat, sementara aku akan mengobrol sebentar dengan Mr. Smith," ujar Daren begitu mereka sampai di atas kapal. Dia bergegas meninggalkan Adriana, lalu menemui Mr. Smith yang sedang mengobrol dengan salah satu awak kapal.Adriana sengaja menjaga jarak dengan Daren dan Mr. Smith karena tidak ingin mengganggu percakapan mereka. Dia memilih berdiri di pinggir pagar pembatas sambil melihat jernihnya air laut yang berkilau tertimpa sinar matahari. Tanpa dia sadari bahaya telah mengintai dirinya sejak tadi, sejak dia menjejakkan kakinya di kapal pesiar itu.Tidak jauh dari tempat Adriana, Chantal telah menunggu kesempatan ini. Dia bersembunyi di balik dinding kapal, mengawasi Adriana dari dekat. Sekarang lah kesempatannya setelah dia melihat suaminya serta Daren tengah asyik mengobrol, dan tidak memperhatikan keadaan sekitar. Perlahan dia berjalan, lalu mendorong tubuh Adriana sekuat tenaga hingga Adriana terjatuh ke dalam air laut yang dingin.Byur ...