Dua hari kemudian.Adriana menemui manajer personalia, lalu menyerahkan surat kontrak kerjanya. Setelah berpikir dan mempertimbangkan keputusan yang harus dia ambil, akhirnya Adriana menandatangani surat itu. Tidak tampak binar bahagia di wajahnya.“Kenapa kau tidak langsung menyerahkan surat ini kembali?” tanya manajer personalia, seorang wanita di akhir tiga puluhan dengan wajah tidak ramah, usai menerima map yang diberikan oleh Adriana.“Maafkan aku. Akhir-akhir ini aku disibukkan dengan pekerjaan, jadi baru sekarang aku sempat menyerahkan ini,” jawab Adriana.Adriana lalu bergegas meninggalkan wanita itu karena situasinya tidak menyenangkan. Di belakangnya dia mendengar wanita itu mengomel, mengeluhkan sikapnya yang buruk. Adriana tidak menggubrisnya. Dia terus berjalan, kembali ke tempatnya.“Dari mana kau?”Adriana melihat Daren tengah menunggu dirinya. Dia tidak segera menjawab pertanyaan itu. Sengaja mengulur waktu, Adriana meraih gelas di atas meja, meneguk minumannya hingga h
"Kau tidak perlu repot-repot menjemput kami, Chantal," ucap Daren satu menit kemudian. Dia tidak membiarkan wanita itu memeluknya terlalu lama. Dengan sorot jijik dia menarik kedua lengan wanita itu yang melingkari tubuhnya."Tentu saja aku tidak repot. Dengan senang hati aku melakukannya," timpal Chantal dengan nada menggoda, seolah tidak mengerti perasaan Daren. "Terlebih kami lah yang mengundangmu datang ke sini."Merasa jengah dengan situasi yang sedang terjadi, Adriana menarik tangannya dari genggaman tangan Daren. Dia seperti berada di tempat yang salah dan bertemu dengan orang yang salah. Tidak seharusnya dia berada di sini. Tapi, Daren semakin mempererat genggamannya."Ngomong-ngomong, kau belum memperkenalkan kami." Chantal melirik Adriana dengan tatapan menghina."Perkenalkan, ini Adriana." Daren menoleh sekilas ke arah Adriana. "Adriana, ini Chantal. Dia adalah istri Mr. Smith," ucap Daren, lalu melepaskan tangan Adriana.Malas-malasan Chantal mengulurkan tangannya, menjaba
"Apa hubunganmu dengan Daren?" tanya Chantal setelah mereka selesai menyantap makan siang. Udara musim semi berhembus pelan dan begitu menyejukkan. Terlebih sekarang ini mereka tengah duduk di kebun yang terletak di belakang rumah mewah itu. Adriana enggan menjawab pertanyaan Chantal. Dia memilih diam sambil mengamati kuncup-kuncup bunga yang mulai bersemi. " Sikapmu sungguh tidak sopan," gerutu Chantal. "Apakah kau sudah lupa bila ada orang bertanya, kau harus menjawabnya?" Dia melirik ke arah Adriana dengan tatapan sebal yang kentara. "Lebih tidak sopan lagi bila kau menanyakan sesuatu yang lebih pribadi pada orang lain," balas Adriana tidak kalah sengit. Chantal tertawa sinis. Dia tidak menyangka akan bertemu lawan yang sepadan dengan dirinya. Bila dipikir-pikir kepribadian Adriana sangat menarik. Adriana terlihat seperti seorang yang pendiam. Tapi, sekalinya dia berbicara, ucapannya sangat dalam dan menusuk."Perlu kau ketahui, entah ini kebetulan atau bukan, kau memiliki nama
Dua menit yang lalu."Kau bisa melihat-lihat, sementara aku akan mengobrol sebentar dengan Mr. Smith," ujar Daren begitu mereka sampai di atas kapal. Dia bergegas meninggalkan Adriana, lalu menemui Mr. Smith yang sedang mengobrol dengan salah satu awak kapal.Adriana sengaja menjaga jarak dengan Daren dan Mr. Smith karena tidak ingin mengganggu percakapan mereka. Dia memilih berdiri di pinggir pagar pembatas sambil melihat jernihnya air laut yang berkilau tertimpa sinar matahari. Tanpa dia sadari bahaya telah mengintai dirinya sejak tadi, sejak dia menjejakkan kakinya di kapal pesiar itu.Tidak jauh dari tempat Adriana, Chantal telah menunggu kesempatan ini. Dia bersembunyi di balik dinding kapal, mengawasi Adriana dari dekat. Sekarang lah kesempatannya setelah dia melihat suaminya serta Daren tengah asyik mengobrol, dan tidak memperhatikan keadaan sekitar. Perlahan dia berjalan, lalu mendorong tubuh Adriana sekuat tenaga hingga Adriana terjatuh ke dalam air laut yang dingin.Byur ...
Adriana melihat wajah Chantal yang memerah. Sebaliknya, dia justru mengulas senyum manis, lalu duduk dengan anggun di samping Daren. Dari ekor matanya, Adriana menyadari bahwa sedari tadi Daren terus menatapnya."Ini benar-benar sebuah kejutan," bisik Daren diam-diam."Aku sudah mempersiapkan gaun ini sejak kita meninggalkan rumahmu tadi pagi." Adriana menimpali, lalu menoleh ke arah Chantal. Wanita itu menatapnya tajam seolah ingin menelan Adriana bulat-bulat."Aku tidak pernah menyangka kau memiliki ide brilian seperti itu," ucap Daren dengan nada penuh kekaguman."Saat bertemu dengan wanita seperti Chantal, aku memutuskan bahwa aku harus berpikir maju satu langkah di depannya," kata Adriana sambil terkikik pelan.Percakapan mereka terpaksa berhenti saat Mr. Smith meminta mereka untuk mulai menyantap hidangan yang disajikan. Mereka pun tidak ingin mengecewakan Mr. Smith. Tanpa menunggu lebih lama, mereka mulai menyantap makan malam yang istimewa dengan beberapa menu yang menggugah s
"Benarkah Mr. Smith akan menceraikan Chantal?" tanya Adriana tidak percaya usai mendengar kabar itu dari Daren. "Ya, seperti itulah yang Mr. Smith katakan padaku kemarin malam," jawab Daren pelan. Kepalanya menoleh ke jendela pesawat jet miliknya, memandang awan yang bergulung-gulung. Mereka dalam penerbangan kembali ke Indonesia.Pantas saja tadi Chantal terlihat sangat sedih dengan kedua matanya yang sembab sehabis menangis, mungkin selama berjam-jam. Adriana tidak bertanya lagi. Dia memilih memejamkan matanya sembari menunggu pesawat mendarat. Dilihat dari raut wajahnya yang lesu, sepertinya Daren tidak ingin diganggu."Setelah sampai, aku tidak mau nama Chantal disebut kembali," kata Daren setelah beberapa saat dia terdiam. Dia menoleh, melihat Adriana tengah menutup matanya. "Kau tidak perlu berpura-pura tidur. Aku tahu kau masih terjaga."Adriana mengerang. Niat hatinya ingin tidur, tapi tidak berhasil karena gangguan Daren. Laki-laki itu seolah tidak mengijinkan dia tidur, wala
"Kau mau ke mana?" tanya Daren setelah dia berhasil menguasai dirinya."Aku mau pulang. Sekarang sudah waktunya untuk kembali ke rumah," jawab Adriana sambil berusaha menjaga nada bicaranya."Tinggal lah di sini sebentar," pinta Daren saat melihat Adriana hendak meninggalkan ruangannya.Adriana menghentikan langkahnya. Pikirannya berkecamuk. Sekarang ini dia tidak ingin berada di dekat Daren. Dia tidak bisa memberi penghiburan pada laki-laki itu, meskipun Daren sangat membutuhkannya. Tanpa menoleh dia berkata, "Aku tidak bisa." Lalu Adriana memutar kenop pintu, menariknya hingga terbuka lebar. Dia meninggalkan Daren.Adriana merasakan Daren tengah menatap punggungnya begitu dia keluar dari ruangan itu. Bulu kuduknya berdiri karena merasakan tatapan Daren. Dia pun tidak berani menoleh ke belakang, terus berjalan hingga masuk ke dalam lift.Ting. Pintu lift terbuka. Adriana baru teringat kalau dia telah meninggalkan sesuatu di mejanya. Jari telunjuknya menekan tombol, lift itu kembali
"Kau bisa melepaskan aku sekarang," ucap Adriana pelan, lalu menepis kedua tangan Daren dari tangannya.Daren bergeming. Kedua tangannya tidak bergerak, justru menarik Adriana semakin mendekat. Dia bisa merasakan hembusan napas Adriana di wajahnya."Tubuhmu semakin berat," kata Daren disertai senyum jenaka.Kedua pipi Adriana langsung bersemu merah begitu mendengar kata-kata Daren. Entah itu pujian, atau olok-olok, yang pasti membuat dia merasa malu. Malu karena mengetahui bahwa Daren diam-diam memperhatikan penampilannya."Akhir-akhir ini selera makanku memang tinggi. Mungkin berat badanku naik beberapa kilo," ujar Adriana polos. Dia lalu mengalihkan pandangannya pada daun-daun di pepohonan depan rumahnya yang tengah bergoyang.Perlahan Daren menarik tangannya, memastikan Adriana bisa berdiri seimbang, dan tidak limbung. "Aku belum ingin pulang. Aku akan merasa gembira bila kau bersedia memberiku secangkir kopi," kata Daren setelah itu.Adriana menangkap sorot serius di mata Daren. S