Home / Romansa / Daster Buat Istriku / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Daster Buat Istriku: Chapter 71 - Chapter 80

95 Chapters

Bab 71. Mbak Viona Di Kolam Renang

***** Bang Karmin meraup wajahnya dengan kedua telapak tangan, sepertinya dia mulai kesal, hilang kesabaran tentu saja. Tapi, kalau toh, Bang Karmin suka sama gadis itu, kenapa dia tidak terima saja perintah itu. Sekalian pegang-pegang, kan? Kenapa Bang Karmin tidak mau? Jangan-jangan …. “Abang gak bisa jelasin? Bisa enggak! Jelasin pokoknya!” tuntut Viona tak peduli dengan kegusaaran Bang karmin. “Baik, aku akan jelasin. Dengar, ya, Mbk Vi. Begini, aku itu enggak mau melihat Mbak Vi telang jang. Aku enggak bisa. Itu sebab aku enggak mau.” “Aku tau, Bang Karmin itu sebenarnya enggak suka ngeliat aku. Jangankan dalam bentuk paling tertutup sekalipun, dalam keadaan telan jang pun, Abang enggak akan napsu! Iya, kan? Abang itu enggak napsu ngeliat aku! Lalu gawatnya di mana?!” “Mbak Vi salah! Siapa bilang aku enggak napsu liat Mbak Vi?” “Abang sendiri yang bilang! Abang juga udah sering ngeliat aku enggak pakai daleman. Ada Abang tergoda, atau terpancing, gitu? Gak ada kan? Abang
last updateLast Updated : 2023-05-04
Read more

Bab 72. Keputusn Viona

***** “Ya, saya maklum. Saya juga sangat paham. Itu sebab Nak Bara akan digaji seperti karyawan umumnya,” kata Pak Alatas tak membantahku. “Baik kalau begitu! Dan satu hal, kapan pun saya siap melepas jabatan ini, Pak,” tegasku. “Saya percaya, Nak Bara!” Pria itu menepuk nepuk halus pundakku. “Saya lihat Viona sudah mulai lebih baik beberapa hari terakhir ini. Saya lega, tapi juga sedikit kecewa,” imbuhnya dengan wajah sedikit tegang. “Kecewa? Kenapa?” tanyaku penasaran. “Kenapa mesti Karmin?” “Bapak tidak menyukai Bang Karmin?” “Bapak hanya khawatir dia tidak tulus pada Viona.” “Saya bisa menjamin kalau Bang Karmin tulus. Setulus Bapak dulu kepada Bu Maya, mama Mbak Viona.” “Hem, Nak Bara yakin?” “Saya yakin.” “Ya, sudah kalau begitu, saya pasrah saja. Ikuti maunya Viona.” “Iya, Pak!” “Yang menjadi pikiran saya Nak Bara tau apa?” “Tidak, Pak. Bapak belum bilang.” “Boleh saya kemukakan sekarang?” “Tentu.” “Bagaimana kalau Viona meminta Nak Bara melepas jabatan ini,
last updateLast Updated : 2023-05-05
Read more

Bab 73. Tetap Dianggap Hina Oleh Mantan Bos dan Teman-teman Lamaku

****“Kok, tanya saya, Pak Bara? Bapak, dong, Kan, Pak Bara direktur utama di perusahaan ini?” Dia balik bertanya.“Kan, kata Mbak Viona, saya Direktur Utama, tapi Bang Karmin pemiliknya? Saya hanya pekerja, Bosnya itu Bang karmin,” tukasku cepat.“Saya … aaah, Pak Bara ini, saya bukan siapa-siapa, sudahlah, Bapak saja yang putuskan!”“Jangan, Bang Karmin yang putuskan, saya yang jalankan.”“Waduuuh, saya telpon Viona dulu kalau begitu?”“Nah, itu lebih baik.”Pria itu lalu menelpon Viona. Menceritakan masalah yang ada dan menyampaikan solusi yang baru saja kami temukan.“Viona setuju,” ucap Bang Karmin setelah mengakhiri teleponnya.“Bagus. Abang ada usul untuk lokasi?” tanyaku, kami harus gerak cepat.“Ada tanah kosong milik perusahaan di daerah Medan Tuntungan. Di sana lebih memungkinnan kukira. Lokasi ke Medan, lebih dekat, wilayahnya juga sangat strategis.”“Bagus, aku akan segera menghubungi kontraktornya. Kalau bisa minggu ini juga sudah bisa dimulai pembangunannya.”“Kontrak
last updateLast Updated : 2023-05-05
Read more

Bab 74. Mereka Yang Malu Punya Mantan Teman Sepertiku

***** “Papa … nanti pulang belikan Bima wadah bekal makan siang dua lagi, ya!” Bima menelpon sore ini. Aku sengaja belum pulang, masih menunggu Bang Ramli dan teman teman lamaku. Kata Bang Karmin, mereka pasti datang. Agak makan waktu karena butuh waktu untuk mengumpulkan anggotanya, begitu alasannya. Dan aku sabar menunggu meski dengan sedikit berdebar. Entah seperti apa reaksi mereka saat bertemu denganku nanti. Sepertinya sangat menarik. Hatiku membuncah. “Wadah bekal makan siang lagi? Buat apa? Kamu berantem lagi dengan si Steve itu gara-gara wadah bekal makanan?” tanyaku heran. “Bukan, Pa. Tapi … eee, Papa jangan marah, ya. Bima udah janji mau bawakan dua teman Bima bekal makan siang besok, Pa. Kasihan, dia sering kelaparan katanya, Pa.” Aku tercekat. Ini tidak benar. Semua yang bersekolah di sana adalah orang ekonomi kelas atas. Kecuali Bima dulunya. Tak mungkin ada yang sampai kelaparan. Dua orang lagi. “Boleh, ya, Pa?” Bima mulai merengek. “Eem, boleh, suruh dibeli
last updateLast Updated : 2023-05-06
Read more

Bab 75. Pelajaran Hidup Yang Tak  Mereka Dapatkan Di Bangku Sekolah Manapun

***** “Apakah dia pernah minta uang sama Bapak, atau mungkin dia ngemis di pinggir jalan, mungkin, lalu nyebut nama Bos kami ini, sebagai jaminan?” tanya salah seorang teman lamaku. Bang Darwin namanya. Bah! Dia benar-benar merendahkanku. “Jangan dipercaya, Pak! Kami sudah tak berteman lagi sama dia. Sumpah, Pak, kami sudah putus hubungan! Percaya sama kami, Pak. Kami semua bersih, bukan kriminal. Kami akan mengerjakan proyek itu dengan penuh tanggung jawab!” Bang Bembeng menimpali. “Iya, Pak, kami berjanji. Tolong setujui kami ambil proyek itu, ya, Pak Direktur!” yang lain menguatkan. “Masalahnya saya tau kalian dari teman kalian yang mantan narapidana itu!” sergahku menghentikan kalimat-kalimat memuakkan dari mulut mereka. “Maksud Bapak, bagaimana? Dia itu hanya mau menjual nama kami, Pak! Kami enggak punya hubungan lagi sama dia. Sumpah, Pak!” “Wah, kalau begitu saya salah, dong, sudah sempat percaya sama kalian. Maaf, kalau begitu. Proyeknya saya pending saja. Saya salah m
last updateLast Updated : 2023-05-06
Read more

Bab 76. Masih Saja Ada Maaf

**** Aku berdiri kaku di dalam pelukannya. Tak hendak aku membalas sedikit juga. Sakit hati, kecewa, dan rasa iba, bertempur di dalam hatiku. Itu membuat tubuh Bang Ramli luruh, dia lalu bersimpuh di kakiku. “Bara … kami semua minta maaf, kami salah menilaimu! Tolong maafin kami, Bara!” Bang Darwin menjatuhkan tubuhnya di lantai runganku. Dia juga berlutut di sana. “Aku yang paling jahat, Bara! Dengan pedenya aku memintamu agar berhenti mengemis pada teman-teman! Aku yang begitu sombong telah merendahkanmu! Ammmmpuuun, Bara! Aku minta maaf!” Bang Bembeng mengikuti sikap Bang Darwin. “Aku juga minta maaf! Aku salah, Bara!” “Aku juga! Aku menyesal. Kukira kamu mau ngemis, padahal mau memberi rejeki besar! Maafkan kami, Bara!” Yang lain semua mengikuti. Berbagai kalimat penyesalan terucap dari mulut mereka. Apakah mereka tulus? Kupindai wajah mereka satu persatu. Wajah wajah yang tampak hitam legam karena selalu terpanggang terik matahari. Wajah pria pria sederhana. Semoga
last updateLast Updated : 2023-05-07
Read more

Bab 78. Kutemukan Mereka Di Gang Sempit

**** “Kasihan Papa. Padahal Papa rajin, lho, dia juga mau belajar. Ngaduk semen, angkat-angkat pasir, batu bata, dan lainnya. Tapi, Bos Mandornya gak bolehin dia ikut kerja lagi,” lirih Rara semakin mengaduk perasaanku. “Oh, coba nanti, coba aku tanyain Papa, ya, siapa tahu di kantor Papa ada kerjaan buat Pak Tua! Kamu jangan sedih, ya! Papa itu orang baik. Dia pasti mau menolong Pak Tua!” Aku tersentak kaget. Bagaimana bisa Bima punya pemikiran seperti itu? Sudah tak ada dendamkah di lubuk hatinya? Bertahun-tahun dia hidup tersiksa di rumah Bang Galih dulu? Makan terancam, harus bekerja keras dulu baru boleh mendapat jatah makan, itupun hanya sisa sisa tulang ayam. Tak kah dia ingat itu? Sekarang dia malah berjuang membawakan bekal buat keluarga kejam itu. Dia juga sempat berpikir untuk pekerjaan Bang Galih. “Sudah, ini bawa pulang sana!” Bima menyerahkan dua wadah kotak bekal. “Terima kasih, Bima! Kami bisa makan nasi hari ini. Aku pulang, ya!” “Ya, eh, tunggu! Ini bawa aj
last updateLast Updated : 2023-05-07
Read more

Bab 77. Asya Minta Dilamar

**** “Bentar lagi, aku masih ingin menikmati suara kamu, aku kangen banget, Sayang!” tolakku memang masih betul betul malas bergerak. Rasanya aku ingin memeluknya saja saat ini, tuntaskan kerinduan yang kian mencekik jiwa. “Cepat, lho, masuk kamar mandi! Hari ini Abang bisa kan, pilih sendiri pakaiannya ke kantor? Atau aku suruh Mbak Asri yang pilihkan, mau?” Wanita pujaan hatiku itu mulai mengancam. “Jangan-jangan! Biar aku pilih sendiri.” Buru-buru aku melompat turun dari ranjang. “Nah, gitu, dong! Ya, udah buruan! Udah, ya, aku tutup telponnya.” “Bentar, Sayang!” “Hem, apa lagi, Abang?” “Video Call, dong, bentar saja! Aku kangen, Sayang!” “Udahlah, Abang! Ini udah siang banget lho! Nanti telat lagi nganter Bima ke sekolah.” “Sepertinya, rasa kangen ini cuma aku yang punya, ya? Kulihat kamu santai saja. Seolah tak ada beban sama sekali.” “Hey, Abang bicara apa? Abang pikir aku enggak kangen juga?” “Nyatanya, kamu santai saja.” “Ok, kalau begitu, aku minta Abang lamar ak
last updateLast Updated : 2023-05-08
Read more

Bab 79. Ingat Amanah Ibu

***** “Tentu, anak buahku akan mengurusnya! Tidak usah khawatir, Nyonya! Tapi, setelah saya pastikan kalau keponakan saya tadi tidak apa-apa. Dan satu lagi, Anda harus meminta maaf kepada mereka semua!” jawabku menunjuk Bang Galih, Kak Rosa dan Rara. “Minta maaf? Loh, salah saya apa? Saya sudah begitu baik dan sabar selama ini kepada mereka, ya!” Perempuan itu mendelik tajam. “Ya, sangat baik! sangkin baiknya Anda berbuat begitu kasar dan melukai psikis mereka! Dengar, Nyonya! Anda memang berhak menagih hak Anda pada mereka, tapi tentu ada adapnya! Mereka ini manusia, bukan binatang yang tak punya perasaan. Kalua toh, Anda mengusirnya juga, tak perlulah melukai jiwa mereka. Ingat, manusia yang sedang berada pada posisi termiskin sekalipun, mereka masih punya hati. Hidup ini bagai roda yang berputar. Bisa jadi hari ini Anda di atas, tapi lusa atau di lain waktu, gantian, Anda yang berada di bawah! Ini hanya himbauan saya! Tentang utang mereka, jangan takut, anak buah saya akan
last updateLast Updated : 2023-05-08
Read more

Bab 80.  Diusir Istri Pertama Mas Reno

**** “Oh, anak kamu, kenapa belum kamu amankan?” sergah Syahrul kecewa. Sontak dia melepas pagutannya. “Maaf, Sayang! Dia belum bisa tidur karena kelaparan. Tapi tenang, aku akan menyeretnya ke kamar. Kamu bawa makanannya, kan?” tanyaku meneliti motornya di halaman. “Ya , lupa. Gimana, ini?” Syahrul terlihat bingung. “Tak apa, laparku sudah hilang, kok, dengan kedatangan kamu. Biar aku seret dia ke kamar biar enggak ganggu, ya!” “Hum, amankan dulu, deh! Atau aku pulang saja! Bahaya, ini. Kalau dia ngadu sama Pak Reno, istriku juga bakal tahu hubungan kita. Aku enggak mau, ya, rumah tanggaku hancur karena hubungan kita! Lebih baik aku pulang saja!” ancam Syahrul. Sial, dia betul betul tahu kalau aku saat ini sangat membutuhkan dirinya. Selain untuk kugunakan memata matai Bang Bara, juga mencari celah untuk menghancurkan mantan suamiku itu, Syahrul juga kubutuhkan sebagai sumber pemasukanku. Aku butuh uangnya. Biasanya, setelah dia kulayani sampai puas di atas ranjang, dia akan
last updateLast Updated : 2023-05-09
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status