Semua Bab Daster Buat Istriku: Bab 61 - Bab 70

95 Bab

Bab 61. Alasan Bu Asya Pergi

***** “Jadi, itu alasan kepergian Ibu ke Bandung?” tanyaku memberanikan diri menatap lekat wajah cantik itu.. “Maksud Bapak?” Dia balik bertanya, balas menatapku serius. Kutantang tatapan itu, tak mau aku menunduk. Ingin kubaca isi hati gadis ini lewat manik matanya. “Supaya Ibu tidak mengganggu hubungan saya dengan Mbak Viona, begitu, kan Ibu bilang tadi?” tegasku. Dia langsung menundukkan wajah. “Oh, maksud saya, begini. Viona itu, orangnya cemburuan. Kalau misalnya Bapak main ke sini, dan kebetulan bertemu dengan saya, dia pasti sewot,” tuturnya dengan suara sedikit bergetar. Aku tahu dia hanya beralasan, meskipun pernyataannya itu benar. Bukan itu alasannya pergi. Aku tahu pasti. “Apakah tidak ada alasan lain?” cecarku membuat wajahnya mendongak, kembali mata kami beradu. “Jangan-jangan, sebaliknya,” pancingku mengunci tatapannya. “Se-sebaliknya gimana, maksudnya?” tanyanya gugup. “Bu Asya yang sengaja menghindar karena cemburu, barangkali?” ujarku gamlang. “Eh, kok, s
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-04-29
Baca selengkapnya

Bab 62. Balap Liar Bu Asya

***** “Ke rumah sakit Pak Dirut.” Aku berkata cepat. “Oh, tapi Papa baik-biak saja. Buat apa kita ke sana? Besok dia juga sudah pulang ke rumah, kok.” Bu Asya terlihat bingung. “Saya ingin bertemu Pak Dirut, Bu Asya, ini penting!” “Eeem, baiklah. Kita ke sana. Nanti, biar saya pamit langsung saja, kalau begitu. Oh, iya, Papa pasti senang banget bertemu Pak Bara nanti. Apalagi setelah dia tau kalau Bapak sudah bisa menerima Viona, hehehehe ….” Gadis itu tertawa. Aku hanya diam. Terserah dia mau bicara apa. Aku malas membantahnya sekarang. Toh, aku sudah tahu isi hatinya yang sebenarnya. Apapun yang terucap di bibirnya, itu tidak sama dengan isi hatinya. Aku tahu persis, kalau dia juga mencintaiku. Dan saat ini, dia sangat cemburu karena mengira aku sudah bisa menerima Mbak Viona. Tetapi dengan alasan demi kesehatan sang papa, dia rela menekan rasa cemburunya, lalu memilih menghindar. Menyembuyikan perih hatinya ke Bandung sana. Aku pastikan, dia tak akan pernah ke mana mana.
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-04-30
Baca selengkapnya

Bab 63. Sentuhan Pertamaku Untuk Bu Asya

***** Aku tak tahu harus bersyukur atau ikut mengumpat sekarang. Bersyukur karena akhirnya drama menakutkan ini akhirnya berakhir juga. Namun, kecemasan lain segera melanda. Kuedarkan pandangan ke sekeliling, gelap gulita. Sepertinya kami berhenti di tengah hutan belantara. Aku tidak tahu pasti. Entah di mana mendapatkan pom bensin di tempat sunyi seperti ini. Sempurna. Kami akan terjebak di sini sampai pagi. “Bapak puas?” Bu Asya berkata begitu ketus tanpa menoleh ke arahku. “Kenapa puas, Bu? Saya malah sangat cemas, di mana kita akan mendapat bensin di tengah hutan begini, coba?” sahutku memberanikan dia menatap ke arahnya. “Bapak puas melihat Papa urung pulang ke rumah. Pak Bara puas karena papa melarangku berangkat ke Bandung esok pagi, iyakan? Bapak puas melihat semuanya jadi kacau balau, iyakan?” cecarnya masih tidak mau menoleh ke arahku. Kubiarkan dia berteriak-teriak seperti itu. Biar saja dia melampiaskan semua kekesalan hatinya. Hingga akhirnya dia tak lagi ber
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-04-30
Baca selengkapnya

Bab 64. Ternyata Aku Tak bertepuk Sebelah Tangan

**** Segera kukonsentrasikan diri. Kukembalikan kesadaran yang sempat sirna, terbang entah ke mana. Aku tak boleh lancang lagi. Kecuali ada izin darinya. Ups, pikiran apa ini. Maaf! Cintaku padanya bukan cinta nafsu. Tak akan ada kelancangan lagi. Maafkan aku. Lalu, kenapa kau tadi mencium bibirnya, Bara? Itu karena aku khilaf, eh, maksudku, aku … ku lakukan itu untuk menyadarkan dirinya. Karena saat detik tadi, kupikir hanya dengan cara itu aku bisa menyadarkan sikap ingin selalu sok berkorbannya. Ahk, aku salah. “Kenapa Bapak melakukanya?” tanyanya sesaat kemudian. Wajahnya masih bersembunyi di dadaku. Aku tahu, dia masih merasa sangat malu. “Karena cinta,” jawabku lugas, cepat, dan tanpa memikirkan Mbak Viona, papanya …, juga misinya. “Sejak kapan?” Suaranya terdengar lagi, begitu pelan, begitu lembut. “Entah, aku tidak tahu,” jawabku jujur. Ya, karena aku memang tidak tahu sejak kapan aku jatuh hati padanya. “Bagaimana dengan Viona?” lanjutnya. “Aku tidak mencintainya
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-01
Baca selengkapnya

Bab 66. Obat Untuk Viona Bukan Dari Dokter Tapi Cinta

**** “Tapi, Pak?” sergah Bu Asya seraya mendongak. Tatapan kami beradu. “Tapi, apa? Kamu takut Viona kenapa napa? Lantas, kenapa kamu tidak takut aku kenapa-napa? Atau, coba tanya hati kamu, jawab jujur, apakah kamu tidak kenapa-napa bila kita akhiri hubungan yang baru setengah jam kita mulai ini? Apakah kamu akan baik-baik saja?” cecarku. “Tapi Viona?” “Jawab dulu pertanyaanku!” “I-iya, Pak Bara! Aku … aku jujur, aku juga sangat sedih bila harus akhiri sekarang. Tapi, aku tak tega melihat Viona.” “Setiap penyakit pasti ada obatnya. Kita obati dia! Kalau cara yang tempuh dengan kamu mengalah terus, dia tak akan pernah sembuh! Yakinlah! Yang ada dia malah sakit! Jiwanya makin kerdil karena suka memaksakan kehendak. Tak peduli milik siapa, kalau dia ingin, maka harus. Itu salah, Asya! Selamanya dia akan tetap sakit kalau diteruskan!” “Iya, sih. Tapi … aku bingung!” “Kenapa bingung! Sekarang aku tanya, saat ini, Viona sedang pingsan, tapi, kenapa kamu membiarkan saja dia di kama
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-01
Baca selengkapnya

Bab 65. Kepergok  Oleh Viona

**** “Maaf, Pak. Sebenarnya kami mengikuti mobil Mbak Asya mulai dari berangkat ke rumah sakit dan pulang dari sana tadi. Tapi, kami tidak berani langsung mendekat saat mobil Mbak Asya berhenti di sini. Siapa tahu ada yang ingin Bapak bicarakan penting, makanya mencari tempat sampai sejauh ini. Kami sengaja menunggu di sana!” Salah seorang dari mereka menjelaskan, dia menunjuk ke arah belakang jalan. “Tapi, saat melihat Pak Bara dan Mbak Asya keluar dari dalam mobil, baru kami datang mendekat. Ini sudah malam sekali, bagaimana kalau kita pulang sekarang, Pak?” temannya melanjutkan. “Kami juga sudah mau pulang dari tadi, tapi bahan bakar mobil ini habis! Cepat cari bahan bakar sekitar sini!” titahku. “Siaap, baik, Pak!” *“Aku pulang, istirahatlah! Besok mengajarlah seperti biasa di kelas Bima!” ucapku saat mobil sudah memasuki halaman luas rumah pemilik perusahaan Granit terbesar itu. Enggan rasanya untuk keluar dari mobil ini. Berat sekali rasanya berpisah dengan gadis yang
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-02
Baca selengkapnya

Bab 68. Kejutan Buat Abang Sulung dan Kakak Iparku

**** “Suruh dia naik dan langsung masuk ke ruanganku!” perintahku kepada Aini. “Baik, Pak.” Perempuan itu segera berlalu. Kusenderkan tubuhku ke senderen kursi. Kupijit pelan keningku. Bigini rasanya menjadi pimpinan perusahaan, pikirku. Tampaknya enak, makmur, berkelas, padahal tak pernah tenang karena begitu banyak masalah yang membelit. Belum lagi memghadapi berbagai ancaman yang terlihat maupun yang tersamar. Parahnya, aku malah lebih merasa terancam oleh OB di kantor ini. Secara, OB adalah karyawan yang paling bawah kedudukannya. Tapi, bagiku, dia justru lebih membahayakan saat ini. “Permisi, Pak Direktur Utama! Saya temannya Asya, disuruh menghadap Bapak! Boleh masuk, kan, ya?” Seseorang mengetuk dengan begitu ramah dan sopan. Aku kenal suara itu. Kak Rosa. Suarnya dia buat semerdu dan sesopan mungkin. Karena dia berpikir sedang menghadap seorang Direktur Utama. Dia berharap suaminya akan mendapat pekerjaan sekarang. Perempuan penjilat! Munafik! Dia yang telah begitu
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-02
Baca selengkapnya

Bab 67. Tak Ingin Memberi Harapan Kepada Asri

**** “Iya, aku cuma mau menyediakan pakaian kerja Abang, disuruh Bu Asya.” Asri berkata dengan ketus. Sepertinya dia sangat membenci Asya. Sontak aku menoleh. “Bu Asya yang menyuruhmu?” tanyaku kembali terkejut. “Iya, kenapa, sih, Bang, dia mesti mengatur ngatur di rumah Abang ini? Saya juga bisa kok, ngurus semua urusan rumah ini tanpa ikut campur dia. Dia, kan, cuma gurunya Bima, kan, ya? Apa saya blokir saja nomornya biar dia enggak bisa hubungi saya lagi?” cicitnya memohon. “Jangan! Ikuti saja semua perintahnya! Cepat pilihkan pakaianku lalu keluar! Saat aku sudah selesai mandi nanti, kamu sudah tidak ada di kamar ini, ya! Eh, anakmu sudah sembuh demamnya, kan?” sergahku hendak bergerak ke kamar mandi lagi. “Udah, tapi Abang …!” Wanita itu menahan langkahku. “Kenapa lagi? Aku mau mandi, Sri!” kataku sedikit jengkel. “Abang belum jawab, kenapa Bu Asya Abang bolehin ngatur-ngatur di rumah abang ini? Aku merasa dia makin ngelunjak saja. Tegaslah Abang sikit sama dia, jangan ik
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-03
Baca selengkapnya

Bab 69. Balasan Telak Buat Kakak Iparku Yang  Sombong

***** “Makanya kalau ngomong itu hati-hati! Kejadian, kan? Kamu sih, suka merendahkan orang! Sekarang kena batunya! Kita sudah disuruh keluar, ayo keluar saja!” Bang Galih menoleh ke arahku. “Pak Dirut, kami minta maaf. Kalau begitu, kami permisi, ya!” pamitnya padaku. “Eh, enggak bisa gitu, dong! Biarpun dia itu sudah menjadi Direktur di sini, tapi, dia itu tetap adik Abang! Dia wajib menghargai Abang dan aku! Soalnya aku ini istri Abang! Dia harus bisa menerima Abang kerja di sini. Apalagi kita sudah mendapat rekomendasi dari Asya, anak pemilik perusahaan ini!” Kak Rosa bertahan. “Cara kita udah salah, Rosa! Sebaiknya kita minta maaf, itu saja! Selanjutnya kita tunggu waktu yang tepat untuk menghadap dia lagi! Sekarang kita udah terlajur salah! Jangan maksa! Dia bisa bertambah marah nanti!” Bang Galih berusaha menarik tangan istrinya keluar. “Enggak bisa! Bara itu adik kamu! Dia enggak berhak marah sama kamu! Kamu abang kandungnya! Di tak boleh durhaka kepada abang kandungn
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-03
Baca selengkapnya

Bab 70. Alya mencabut Rekomendasinya

***** “Bang Bara, maaf! Kalau ada yang minta kerjaan dengan berdalih mendapat rekomendasi dari aku, tolong jangan diterima ya! Aku salah rupanya, telah memberi dia rekomendasi. Apa alasannya, nanti malam aku jelasin, ya, Bang, ya!” Asya memohon. Kak Rosa gelagapan. “Iya, Sayang,” ucapku membuat wajah Kak Rosa semakin merah padam. “Bara- Bara! Begini, kamu, kan, adek Bang Galih. Kakak minta maaf, ya! Tolong maafin, Kakak, ya! Kakak ngaku salah, deh! Kakak khilaf! Minta maaf, ya! Tolong terima abangmu kerja di sini, ya! Tolong, ya! Gak apa-apa, deh, meski cuma menjaid wakil direktur, kamu aja yang tetap jadi direktur utamanya. Abangmu wakil aja! Ya, Dek, Bara, ya! Ya ….” Kutekan tombol intercom di saku jasku. Hitungan detik, beberapa pengawal langsung menyerbu masuk. “Bawa mereka keluar, bila perlu seret saja!!” perintahku tegas. “Kita keluar sekarang! Kalian jalan sendiri, atau kami seret?!” perintah salah seorang anak buahku. “Tidak! Bara, kau tidak boleh melakukan ini pada
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-04
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status