All Chapters of Suara Desahan di Kamar Anakku: Chapter 201 - Chapter 210

334 Chapters

201 Ditinggal Suami Ke Luar Negeri

Setelah malam pertama yang gagal itu, aku dan Yusuf memutuskan untuk keluar dari hotel.Suamiku akan memboyongku ke rumahnya. Aku bahkan tak sempat pulang ke rumah karena Yusuf memenuhi semua kebutuhanku lewat barang-barang baru.Sepintas rencana, sepertinya rumah sederhanaku akan dikontrakan saja. Lagi pula aku sudah tak nyaman tinggal di sana. Bukan perkara sederhana penyebabnya, melainkan karena gosip-gosip panas terus saja berhembus kencang di area lingkuhan dekat rumahku."Mia, apakah kamu tidak keberatan kalau Khaila akan tetap tinggal bersama kita?" Yusuf bertanya tatkala kami tengah berada dalam perjalanan menuju rumah Yusuf."Tentu saja tidak, Mas. Khaila itu adik kamu. Lagi pula Khaila masih menjadi tanggung jawab kamu kan," balasku segera tanpa merasa keberatan."Terima kasih ya, Sayang." Yusuf mengusap kepalaku dengan lembut. Dia melebarkan senyuman tampak bernapas dengan lega.Aku membalas senyuman suamiku. Menyenderkan kepala ini pada bahu sampingnya. Nyaman sekali rasan
Read more

202 Kabar Mengejutkan

Aku tak langsung meninggalkan bandara. Aku memastikan pesawat yang ditumpangi suamiku terbang. Setelah itu aku kembali ke rumah.Aku menaiki mobil mewah suamiku dengan duduk di kursi belakang karena ada supir yang mengantarkan.Aku mampir terlebih dahulu ke rumah lamaku, memastikan kesepakatan dengan orang yang hendak mengontrak."Hebat ya, Mba Mia. Menikah dengan konglomerat. Ajian macam apa yang membuat seorang konglomerat terpincut?" Seorang ibu muda yang tak asing dalam pandanganku menyambut kedatanganku di area rumah sederhanaku dengan sebuah pertanyaan yang bernada cibiran.Aku membeliak sambil menutup pintu mobil karena baru saja keluar."Maaf ya, apa maksud anda bicara seperti itu?" Aku berbalik tanya dengan ketus. Dia wanita muda yang selalu saja mencibirku dengan gosip-gosip tidak enak didengar."Ya tidak ada maksud apa-apa. Hanya ingin tahu saja trik menggaet sugar dady. Mba Mia, sepertinya sudah mahir dengan itu," lanjutnya dengan pertanyaan yang sama. Muak sekali aku mend
Read more

203 Berita Duka

Dalam perjalanan menuju maskapai penerbangan internasional, aku dan Khaila kini saling diam merasakan kecemasan di dalam dada. Sementara nomor ponsel suamiku memang tidak bisa dihubungi."Semua ini gara-gara kamu, Mba!" Tiba-tiba Khaila mengucapkan kalimat yang membuatku terkejut dan menoleh kepadanya."Khaila, apa maksud kamu bicara seperti itu?" Aku bertanya sambil mengusap air mata yang tak terasa jatuh di pipi."Dari awal, aku sudah meragukan pernikahan, Mas Yusuf dan Mba Mia. Aku merasakan Mba Mia tidak akan membawa keberuntungan. Dan lihat yang terjadi sekarang, Mas Yusuf tak bisa dihuhungi, pesawat yang ditumpanginga hilang kontak. Kamu pembawa sial, Mba!" Khaila menampakan wajah geram kepadaku. Sementara di sudut matanya masih saja meneteskan air mata kesedihannya.Seketika aku mengusap dada. Tega sekali, Khaila bicara seperti itu kepadaku."Tidak, Khaila. Saya tidak pernah membawa sial untuk siapa pun apalagi suami saya sendiri," bantahku segera. Aku tak habis pikir dengan ad
Read more

204 Tak Terlalu Kuat

"Mas Yusuf!" Seketika bola mataku terbuka. Kulihat ke atas langit-langit kamar. Suasana yang sangat berbeda. Bukankah tadi ada Mas Yusuf di dekatku. Tapi kini dia tak nampak dalam pandanganku."Mia." Suara sopran berdesis memanggil namaku. Sepertinya aku kenal dengan suara itu. Gegas kualihkan pandangan ke sumber suara. "Siska." Aku sedikit terkejut dengan keberadaan Siska duduk di sampingku. "Mia, sabar ya. Kamu harus kuat." Kalimat yang keluar dari mulut Siska seolah meruntuhkan jiwa dan perasaan kamu."Kenapa denganku, Sis? Dimana ini?" Aku bertanya seraya mengedarkan pandangan ke sekeliling sudut ruangan. Seperti tengah berada di ruang medis."Kamu di klinik dekat bandara. Tadi kamu pingsan. Driver menghuhungiku saat Khaila pun terkulai lemas tak berdaya. Beruntung driver sempat menyimpan nomorku," jelas Siska. Ia mengusap punggung tanganku seperti berusaha menenangkanku.Genangan air mata kembali membasahi bola mataku. Berusaha kubendung tapi bulir bening ini kembali menetes d
Read more

205 Duka Yang Mendalam

"Apa-apaan ini, Khaila?" Aku terkejut. Belum sirna rasanya kepedihan di dalam dada, kini ditambah lagi dengan sambutan adik ipar yang tak mengenakan."Biar saya bersihkan, Bu." Ijah langsung gerak cepat membersihkan percahan beling di belakangku agar tak melukai siapa pun.Kulihat kembali wajah Khaila yang nampak berantakan dengan ramut yang juga acak-acakan. Dia manatapku begitu nyalang.Aku berusaha mendekat ke arah Khaila. "Kenapa harus menyambut saya dengan lemparan gelas, Khai. Apa yang salah dengan saya?" Pelan-pelan bertanya."Kamu masih berani pulang ke rumah ini ya! Berani kamu! Setelah apa yang terjadi pada kakakku." Nada suara Khaila terdengar naik satu oktav. Sorotan matanya begitu tajam seperti singa yang hendak menerkam mangsa.Aku tetap berusaha tenang. "Khai, memangnya harus kemana saya pulang kalau bukan ke rumah suami saya. Mengertilah, Khai. Saya pun sangat berduka dengan kejadian yang menimpa suami saya," lirihku berbicara apa adanya. Tak tahukah dia betapa kehancu
Read more

206 Bersi Tegang Lagi

Sebelum berangkat, terlebih dahulu aku menghubungi Siska. Aku meminta sahabatku itu untuk menemaniku. Sebenarnya aku merasa tidak enak pada Siska karena selalu saja merepotkannya. Tapi, tubuh lemah ini butuh sekali bantuan."Mau kemana kamu?" Dengan tidak sopan Khaila langsung melayangkan pertanyaan saat aku baru saja keluar dari kamar."Saya akan ke bandara," jawabku singkat. Tatapan Khaila masih saja sinis. Aku jadi enggan ramah kepadanya."Sarapan dulu saja," ajak Khaila. Seperti terdengar janggal.Aku mengernyitkan dahi. Kutatap wajah Khaila seperti bertentangan dengan kalimat yang baru saja dia keluarkan."Tidak, terima kasih. Saya belum merasa lapar," tolakku dengan sopan."Kamu harus temani saya sarapan, Mia. Tidak sudikah kamu untuk sekedar menemani saya sarapan padahal kamu telah membuat Mas Yusuf hilang." Lagi, kalimat yang keluar dari mulut Khaila kembali terdengar menyakitkan. Dia bahkan seperti tak sudi memanggilku kakak ipar, padahal usiaku jauh lebih tua darinyaAku men
Read more

207 Masih Tak Ada Kabar

Aku dan Siska dalam perjalanan menuju bandara. Aku akan mengajukan diri untuk menjadi relawan dalam pencarian korban pesawat yang jatuh.Namun, niatku hanyalah tinggal niat saja tanpa ada dukungan. Pihak maskapai tak mengijinkan aku untuk turut serta dalam pencarian Mas Yusuf. Aku menelan kecewa. Masih tak ada kabar apa pun mengenai suamiku. Aku kembali dirundung nestapa. Duduk di kursi besi dengan perasaan duka didampingi Siska di sampingku."Bagaimana ini, Sis?" keluhku seraya menutup wajah senduku dengan kedua telapak tangan.Bahuku diusap Siska. Dia pasti turut sendu dengan kisahku. "Sabar ya. Kamu harus kuat. Semoga Yusuf selamat ya. Meski pun kenyataannya begitu terasa sulit," tuturnya.Deraian air mata seakan menjadi temanku saat ini. Kesedihan lagi-lagi menguasai diri saat kenyataan pahit terus saja menyelimuti.Aku memutuskan pulang tanpa ada jawaban. Satu minggu bahkan telah berlalu namun Mas Yusuf belum juga ditemukan di saat kobran-korban lain mulai diidentifikasi.Aku men
Read more

208 Ditemukan

"Apa!" Aku menghela napas lega. Customer service dari maskapai penerbangan mengabarkan kalau suamiku telah ditemukan di suatu gunung namun masih dalam perjalanan pulang.Aku meletakan kembali gagang telepon pada tempatnya setelah petugas maskapai mengakhiri sambungan telepon dan laporannya. Aku langsung menghubungi Bu Anjani untuk memberitahukan berita baik ini. Meski pun aku belum tahu dalam kondisi apa Mas Yusuf saat ditemukan.Setelah memberitahukan Bu Anjani, gegas aku berlari ke kamar Khaila. Adik Mas Yusuf itu harus tahu. Biar bagaimana pun dia harus segera tahu. Meski pun selalu saja jutek kepadaku."Khaila!" Aku mengetuk pintu kamar Khaila yang tertutup rapat."Apa! Ganggu saja!" Suara Khaila berteriak dari dalam kamarnya."Buka, Khaila. Saya ada informasi penting," panggilku lagi yang masih berusaha mengetuk pintu kamar Khaila.Tak lama, pintu dibuka. Khaila menatapku sinis. "Apa?!" "Mas Yusuf ditemukan." Ada air mata yang hendak keluar di sudut mataku. Air mata ini sebagai
Read more

209 Akhirnya Kabar Baik Diterima

Beberapa jam telah berlalu. Kami bertiga sudah diperbolehkan masuk ke ruang ICU satu-persatu. Aku sadar Khaila dan Bu Anjani lebih berhak duluan. Aku menunggu antrian terakhir.Belum apa-apa, aku merasa sedih saat melihat wajah Bu Anjani dan Khaila keluar dari ruang ICU. Mereka tampak sedih sambil menghapus air mata.Sekarang giliranku. Gegas aku masuk dengan memekai pakaian steril terlebih dahulu. Ini adalah kali kedua aku masuk ruang ICU setelah dahulu jantung Mas Yusuf sempat kambuh.Namun kali ini rasanya lebih menyakitkan dari itu. Kepala Mas Yusuf nampak dililit perban berwarna putih sementara tubuhnya terdapat banyak sekali goresan luka. Kantung matanya pucat. Dia masih tertidur dalam komanya.Aku berjalan lebih mendekat. Mengusap punggung tangan Mas Yusuf dengan lembut. Sekuat tenaga aku menahan tangisan, namun sulit. Bulir bening ini tetap saja tumpah di pipi. Rasa sakit ini kembali terasa saat melihat Mas Yusuf tak berdaya. Wajahnya nampak bengkak, begitu pun dengan bagian k
Read more

210 Hilang Ingatan

Mas Yusuf masih diam saja dengan tatapan datarnya. Dia tak bicara apa-apa. Bibirnya hendak bergerak tapi terlihat sulit untuk bicara."Mas." Bola mata ini terasa berkaca-kaca. Ada sesuatu yang terbendung di dalam dada."Si-siapa?" Dengan suara terbata-bata Mas Yusuf mengeluarkan pertanyaan. Tatapannya juga tanpa ekspresi.Aku tercengang tak paham dengan pertanyaannya. "Siapa, apanya, Mas?"Kuraih telapak tangan suamiku namun langsung dihempaskannya. Aku terkesiap melihatnya."Kamu siapa?" suara lesunya bertanya lagi namun membuatku semakin dipaksa menelan saliva kecewa."Mas, ini saya. Saya istri kamu, Mas," jawabku segera. Kulihat wajah Mas Yusuf memang nampak kaku dan dingin. Seperti bukan Mas Yusuf yang telah kukenal.Suamiku menggelengkan kepala. Dia menolak jawabanku. Dia bahkan menghempaskan tangan ini saat mencoba meraihnya."Mas, ini saya. Kamu tidak ingat, Mas?" Lirihku berusaha menjelaskan lagi. Yusuf nampak ketakutan padaku. Dia terus menggeleng-gelengkan kepala. Seakan jaw
Read more
PREV
1
...
1920212223
...
34
DMCA.com Protection Status