Home / Thriller / SSST ... JANGAN BERISIK! / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of SSST ... JANGAN BERISIK!: Chapter 71 - Chapter 80

98 Chapters

Pilihan Terakhir Wanto

Dina tak gentar diancam jurus-jurus silat Riko. Justru perempuan itu melangkah maju, seolah sedang menantang Riko berkelahi. "Gue akan membunuh elu, perempuan sinting!" teriaknya sambil berlari, kemudian dia melompat tinggi. Melakukan tendangan udara dan mengincar wajah Dina. Gadis itu tersenyum, tangannya sudah mempersiapkan diri dengan gunting. Dia menarik tangannya, kemudian menunggu saat yang tepat. Kaki Riko melesat cepat, Dina menggerakan gunting itu ke samping. Dan ... Jleb. Mata gunting di tangan Dina menembus di betis Riko. Pemuda itu terjatuh, darah berceceran di lantai bebarengan dengan tangan Dina mencabut gunting dari betis Riko. "Aaargh!" Pemuda itu mengerang kesakitan sambil memegangi kakinya. "Bangsat! Cewek gila!" umpat Riko tak tahan rasa sakitnya. Cewek itu cekikikan walau suaranya tak keluar. Memandang senang melihat Riko kesakitan dan menderita. Sama sepertinya memohon dengan perasaan terluka dan menderita. Dina menekan rahang Riko, tangan kanan berayun lal
Read more

Waktunya Wanto Mati

Laki-laki itu tak menyerah dia bangun kembali. Lagi, gadis itu hanya tersenyum melihat kegigihan Wanto, dan Dina sudah memberi kelongaran buat Wanto lari saat di ruang UGD. "Gue belum menyerah, Iblis sialan!" teriak Wanto. Padahal, lari saja dia terpincang-pincang. Bagaimana caranya dia ingin membunuh Dina yang sudah dikuasai sosok hitam yang lahir dari sisi lain pada diri Dina. Tongkat besi itu berhasil di tangkap Dina, kemudian gadis itu menpelintirnya. Menslending kaki Wanto. Debuk. Tubuh Wanto terjatuh sangat keras. Tulang belulangnya terasa sangat sakit. "Aaarrrgh!" Luka yang baru saja di obati kembali berdarah. Rupanya gadis itu juga mengincar luka Wanto. "Sial, ini benar-benar sakit!" Keluh Wanto kesakitan. Gadis itu sudah berada di hadapan Wanto. Tersenyum, lalu mengangkat tongkat itu setinggi-tingginya. Wanto terlihat panik saat keadaannya sedang terdesak. "Tunggu dulu!" henti pemuda itu. Dian menghentikan laju gerak tangannya. Mata Dina menyipit, tetapi tatapannya teta
Read more

Kematian Yang Kejam

"Aaarhk!" Wanto berteriak histeris. Darah menyembur keluar dari leher. Pisau operasi Dina menancap di lehen Wanto. Gadis itu kemudian berdiri dengan tatapan sinis pada Wanto. Tongkat besi di tangannya sengaja Wanto lepaskan untuk menghentikan darah yang mengalir di lubang luka tusuk itu. "Perempuan gila sialan! Gue akan buat perhitungan!" ancam Wanto tetap berdiri walau tenaganya di ambang batas. Tetapi, Buk. Tongkat besi menghantam perut Wanto. Gadis itu benar-benar menggunakan kesempatannya untuk mengalahkan Wanto. Gubrak. Wanto terjatuh. Dina menghampiri Wanto, tongkat besi digenggam erat. Mata Wanto mendapati sorot di mata gadis itu kembali seperti tadi. Penuh kekejaman dan tanpa ada rasa kasihan atau iba sedikitpun. Senyum keputusasaan dari bibir Wanto mrngembang pasrah. Sepertinya, pemuda itu sudah lelah membalas perbuatan Dina yang seolah tiada akhir itu. Dan ... Buk. Buk. Buk. Gadis itu menambahkan luka di setiap tubuhnya. Memukul dan Menendang berkali-kali Wanto yan
Read more

Pesan Zahra dan Rencana Roy

Pagi hari, Dina sudah di perbolehkan pulang. Menurut dokter, luka di lidahnya sudah mengering dan sembuh. Dan menurut dokter psikiater bahwa Dina juga sudah mulai normal. Kecemasan dan rasa traumanya berangsur membaik. Zahra membereskan baju-baju Dina. Televisi menyala, sedang menyiarkan berita pembunuhan. Mata Zahra tak sengaja melihat berita itu, satu persatu korban disebutkan. Wanita itu berhenti merapihkan bajunya. Dina menyadari Zahra sedang menonton berita itu. Gadis itu bergegas mematikan televisinya. "Lho, Din, kok dimatiin? Ibukan lagi menontonnya!" Dina hanya tersenyum. "Dina gak mau dengar nama orang-orang yang telah memperkosaku, Bu! Itu semua membuat aku teringat akan kejadian itu, lagipula, bukankah itu bagus pemuda-pemuda brengsek itu telah mati mengenaskan dan mendapatkan karmanya!" kata Dina mengelak. Zahra mengernyitkan dahinya, ucapan Dina ada benarnya. Bisa saja itu memang alasan Dina, tetapi di hatinya gadis itu tidak mau Ibunya tau seluruh korban-korban itu a
Read more

Jawaban Teka-teki

Bandung, Letnan Indra dan Aipda Buyung sudah sampai di kepolisian setempat. Mereka berdua langsung menemui Komandan Dani. Polisi yang dulu menangani kasus anak-anak hilang. "Halo Pak, saya Letnan Indra. Senang bertemu Bapak!" kata Letnan Indra. "Oh iya, Letnan Indra. Apa kabar Anda, Pak?" Mereka berdua salaman. "Sudah lama kita tidak bertemu, sehabis pendidikan kita berpencar dan lupa akan teman!" ujar Komandan Dani mengingat masalalu. Letnan Indra tertawa. Dia senang Komandan Dani masih mengingat semuanya. "Oh iya, Pak, kenalkan ... ini Aipda Buyung, bawahan saya." Letnan Indra hampit saja melupakan bawahannya itu. "Buyung!" "Dani, saya senang kalian datang!" Komandan Dani menjabat tangan Aipda Buyung dengan erat. "Terima kasih!" ucap Aipda Buyung penuh senyum. "Mari, ikuti saya," ajak komandan Dani ke ruangannya. "Saya sudah menyiapkan semua yang kalian minta di email kemarin," sambung Komandan Dani. Ketiga polisi itu masuk ke ruangan yang cukup luas. Letnan Indra dan Aipda B
Read more

Dina Di Culik.

Dina dan Zahra baru saja sampai di depan gang rumah. Keduanya berjalan turun dari angkot, lalu berjalan di gang yang tidak terlalu lebar. Lalu seorang pria berpakaian serba hitam membekap mulut Dina. "Dina? Hei ... mau kalian apakan anak saya?" pekik Zahra. Wanita itu melayangkan tas berisi pakaian ke arah dua laki-laki itu secara bergantian. Dua laki-laki misterius berkacamata yang sedari tadi mengintai kedatangan Dina dan Zahra. Gadis itu memohon pada Zahra agar di bebaskan. Tangannya melambai-lambai dengan suara tak terdengar. Pandangannya kian buram, obat bius itu semakin menguasai dirinya. Satu dari dua laki-laki berpakian hitam itu menangkap tas Zahra. Merebut paksa dan lalu membuangnya. "Lepaskan anak saya, jangan sentuh dia, bajingan!" teriakkan Zahra semakin kencang. "Diam! Saya bilang Diam! Kalau tidak aku akan menyakitimu juga, wanita jalang!" bentak laki-laki itu mengancam Zahra. "TOLOONG ... TOLONG ADA PENCULIK!" Zahra mengabaikan ancaman itu. Dia berteriak minta tol
Read more

Menyiksa Dina

Mobil mini van berhenti di rumah mewah. Roy dan Tyo sudah menunggu di ruang tamu. Hari ini, Dona ada tugas luar kota. Seminar dari rumah sakitnya. Dua laki-laki berpakaian hitam menyeret Dina yang sudah tersadar, kepala gadis itu ditutupi pembungkus warna hitam. Tangan gadis itu diikat sebelum keluar dari mobil "Ayo cepat jalan!" perintah salah satu laki-laki itu. Kepala Dina masih terasa pusing, dia tidak dapat melihat dengan jelas sedang berada di mana dia sekarang. "Mau dibawa ke mana aku ini?" pikir Dina. Dia hanya mengikuti apa yang dikatakan dua laki-laki di samping kiri dan kanannya. Melalu telinga, Dina mendengar suara pintu terbuka. "Masuk!" Suara bariton terdengar lagi memerintah dirinya. Mau tidak mau gadis itu masuk ke dalam. Salah satu dari dua laki-laki itu tak sabaran melihat gadis itu melangkah sangat pelan. Dia mendorong Dina hingga terjatuh. "Auh!" gadis itu meringis. Dengkuknya beradu keras pada lantai marmer. Tak lama, telinganya mendengar suara tawa terbahak-b
Read more

Dua Pengawal Pengganggu

Roy tersenyum, dia melepaskan ikat pinggangnya dan melangkah maju mendekati Dina. Gadis itu bergidik ngeri. Kemudian, Pletar. Satu sabetan dari ikat pinggangnya membuat Dina meringis kesakitan. "Segini belum cukup menyakiti kamu, kan?" tanya Roy. Dia mencambuk lagi punggung Dina dengan ikat pinggangnya. Lagi dan lagi. Bukan hanya bagian pinggang saja Roy mencambuknya, tetapi menjalar ke bagian tubuh Dina lainnya. Kaki dan tangan tidak luput dari incaran pemuda gila itu. "Mampus kau, wanita gila! Rasakan ini, biar hancur tubuh elu itu," pekik Roy bersemangat mencambuki Dina Gadis itu kesakitan, semakin sakit kala Roy mencambuknya semakin kencang. Kulit tangan dan kakinya memerah. Bagian punggungnya memar membiru. Baju yang dikenakan gadis itu sobek. Roy semakin terpacu adrenalinnya untuk menyiksa Dina. Tenaga gadis itu melemah, sudah tak ada tenaga tersisa. Rasa sakit yang dia terima juga tidak bisa lagi dia tahan lebih lama. Pendangan netranya semakin buram, matanya sudah tidak bi
Read more

Ketakutan Roy

"Gue bukan laki-laki lemah, bocah! Elu akan mati di tangan gue perempuan bodoh!" Tinjunya berayun .... Wush. Dina menunduk, kemudian tangannya menggerakkan tongkat besi panjang ke arah perutnya. Buk. Pengawalnya itu sepertinya sudah terlatih. Dia hanya meringis sebentar, jaraknya kini agak menjauh dari Dina. "Gadis itu, dari mana dia belajar beladiri?" bisik laki-laki bernama Tyan. Gadis itupun berlari, mengarahkan tongkatnya ke Tyan. Laki-laki itu mengerutkan dahi. Lalu ... Tap. Dia berhasil menangkap tongkat itu. "Aaargh!" Tyan berteriak. Dia bergerak memutar, Dina pun ikut berputar. Gadis itu panik, lepas kendali dan pegangannya pun terlepas. Dia terpental dan tubuhnya beradu tiang rak di gudang itu. "Uugh!" Dina mengaduh. Punggungnya terasa sakit dan perih. "Sial!" bisik batinnya. Kemudian dia berdiri, dia di sambut oleh kedatangan Tyan dengan tongkat milik Dina. Duk. Gadis itu terlambat menghindar. Bahu Dina terkena ujung tongkat besi laki-laki itu. Tyan mendorong tong
Read more

Tertahan Di Gudang

"G-gadis itu? Jangan-jangan dia?" ujarnya. Dia berdiri kembali, lalu melangkahi kepala itu dan mendekati tempat tubuh Dina tergantung. Namun, lagi-lagi Roy dikagetkan. Tidak ada Dina menggelantung di tempat itu. "D-di mana gadis itu?" Roy kemudian berputar, matanya menjadi sangat liat. Melihat sekelilingnya dengan ketakutan yang besar. "Di mana wanita iblis itu? Dan bagaimana dia membebaskan diri?" bisik batin Roy mulai kuatir. Dia merogoh kantong celananya, tangannya gemeteran saat dia mengambil ponsel di saku celananya itu. Wajahnya terlihat pucat saat tau gadis itu tidak lagi terpasung di tempatnya. "Sial ... kenapa susah banget keluar dari kantong?" bisik Roy. Lalu dia menghidupkan lampu senter dari ponselnya. Bergegas menerangi area sekitar ruangan gudang itu, mencari Dina. "Gue harus cepat menemukan dia, kalau tidak ... dia bisa membunuhku!" ujarnya. Roy melangkah jauh ke dalam, pemuda itu menyoroti tanpa ada yang terlewatkan. "Sial, di mana dia?" bisik batinnya kala lampu se
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status