Home / Lain / SEPEDA TUA WARISAN KAKEK / Chapter 151 - Chapter 160

All Chapters of SEPEDA TUA WARISAN KAKEK : Chapter 151 - Chapter 160

165 Chapters

BAB 151 AMARAHKU

Saking jengkelnya diri ini terhadap tetangga yang sok tahu, rasanya malas sekali untuk memasak. Raga ini lelah apalagi batin, sudah lelah, lemah dan tidak berdaya malah ada lagi perkataan yang terdengar di telinga seolah menyalahkan apa yang ada pada diriku.Raka menangis, sehingga aku baru tersadar jika dia tengah lapar. Segera aku beranjak dari duduk dan memaksimalkan diri untuk memasak. Nasi beserta rebusan sayur brokoli dan wortel yang diiris memanjang dengan telur ceplok telah siap. Lahap sekali Raka menyantapnya, aku pun bahagia karena sesimpel itu anakku bisa makan.Suara ketukan di pintu membuat diri ini sejenak termenung dan berpikir, siapakah tamu di waktu makan siang seperti ini? Ah, dadaku tak karuan, naik turun bagaikan jalan menuju pegunungan.Wajah ayu penuh riasan tebal itu tersenyum tatkala mata kami bertemu. Dia adalah sepupu gilaku, Julia. Senyumnya yang khas orang sirik, iri dan jahat mengembang di bibir merahnya itu. Seperti seorang aktris yang berperan sebagai ib
last updateLast Updated : 2023-11-26
Read more

BAB 152 NASEHAT AYAH

Aku menghadiahkan sebuah tamparan keras di pipinya hingga membekas cantik. Puas? Iya, aku sangat puas melihat dia semakin marah. Sisi burukku telah datang san sulit mengontrolnya.Andai Mas Yanuar tidak pulang maka kami pasti akan saling menjambak dan memukul satu sama lain. Karena sama-sama terbakar api kemarahan. Seseorang dengan memakai peci pun datang diantara kerumunan ini."Hentikan! Ada apa ini? Malu, Mbak, dilihat banyak orang. Setiap masalah bisa diselesaikan baik-baik tanpa harus bermain fisik!" ujar lelaki tersebut."Saya sebagai ketua RT disini bertanggung jawab atas apa yang terjadi di lingkungan saya dan Mbak ini siapa?" Pertanyaan Pak RT itu belum dijawab Julia.Napasnya masih memburu dengan tatapan mata tajam ke arahku."Pak, bisa diselesaikan di dalam?" Kini Mas Yanuar yang mencoba menenangkan suasana.Pak RT mengajak seseorang yang memegang tangan Julia dan masuk ke dalam rumahku. Dia berontak tidak ingin mengikuti apa yang menjadi keputusan itu, tapi lelaki yang mem
last updateLast Updated : 2023-11-27
Read more

BAB 153 JULIA NANGIS

Julia nangis? Aku nggak salah lihat ini? Berulangkali ku usap mata untuk memperjelas jika apa yang aku lihat adalah sebuah kenyataan. Hingga cubitan kecil mendarat di paha ini, mata Mas Yanuar melotot ke arahku sambil memberikan kode kedipan.Sebagai pasukan aku pun tunduk pada perintah pemimpin, memasang wajah sedih."Tutup sudah permusuhan ini, Nak! Kamu dan Suci harus memulainya dengan baik supaya kelak anak-anak kalian bisa berhubungan baik. Jaman sudah modern dan semakin maju, begitu pula pola pikir dan jalan yang kalian tuju, masak mau membentuk karakter yang sama dengan masa lampau dan malah mundur. Lagi pula malu sama tetangga, kadang ada tetangga yang senang dengan perselisihan kita.""Masak kamu mau menjadi hiburan mereka yang akan memecah belah keluarga kita, ayo, Nak, perbaiki!" Panjang lebar Ayah memberikan nasehat kepada Julia dan itu semakin membuat wanita itu tergugu.Julia benar-benar menangis di hadapanku, dia sedih. Dalam hati aku bersyukur jika masih ada hati baikn
last updateLast Updated : 2023-11-28
Read more

BAB 154 RAGU

“Kamu, nangis?” ucapku tanpa berkedip mendengar kata maaf yang terucap dari mulut Julia.Mas Yanuar yang melihatku seperti seseorang yang tengah kerasukan sontak mencubit kecil di bagian paha. Sakit banget.“Apa sih?” tanyaku kencang.“Aku tahu jika selama memang akulah yang salah. Maaf, ya,” ujarnya lembut.“Tidak apa, setiap orang mempunyai kesalahan dan kekhilafan, itu wajar. Yang paling penting kita sekarang sudah memadamkan api permusuhan ini. Semoga kedepannya lebih baik,” jawab Mas Yanuar.Ayah dan Julia pun pulang setelah berpamitan. Meninggalkan aku yang benar-benar kaget di buat oleh sikap dari Julia tersebut. Semudah itu dia berubah? Aku masih tak habis pikir jika keadaan sedang ini masih terlalu cepat berlalu.Dia dan keluarganya yang selalu mencari keributan kini meminta maaf dan kita baikan? Aku masih belum percaya sepenuhnya.“Bersyukur karena dia sudah berubah.” Mas Yanuar menyodorkan segelas air putih. Spontan aku langsung meminumnya hingga tandas.Seperti seseorang y
last updateLast Updated : 2023-12-01
Read more

BAB 155 SESUATU

Hari ini aku bersemangat sekali untuk pergi berkunjung ke rumah Ayah dan Ibu. Bukan semangat melihat mereka, tapi jiwa kepo ini seakan membara dan ingin secepatnya tahu apa yang terjadi pada Julia dan keluarganya. Ah, aku terlalu jahat untuk tahu kisah mereka.Semua sudah siap dan tinggal berangkat saja ke kediaman orang tua tercinta. Mas Yanuar yang melihatku bersemangat dan bergairah jutsru mengernyitkan keningnya dengan bibir yang di angkat pas di ujungnya saja.“Kayak mau piknik saja senangnya!” ujarnya dengan memakai sepatu kerjanya.“Sduah jangan banyak kata, ayo segera otewe!” ajakku dengan menggendong Raka menuju mobil.Mas Yanuar hanya menanggapi sikapku dengan tawa kecil lalu mengunci pintu dan segera meluncur ke rumah Ayah Ibu. Dalam perjalanan hatiku terasa tak menentu, seperti menunggu kado terindah yang berisi kejutan tak terduga.Rumah sedikit ada keramaian, ada sepeda motor dua dan tawa terdengar menggema dan itu malah semakin membuat jantungku berdetak kencang. Pikira
last updateLast Updated : 2023-12-01
Read more

BAB 156 TAMU BESAR

“Assalamualaikum!” Suara salam berbarengan itu membuat aku deg-degan.Lelaki dewasa dengan menganggukkan kepalanya lalu mengukir senyum yang berat itu berdiri tak jauh dari sang adik, Julia. Angga, lelaki angkuh yang selama ini aku kenal sejak kecil. Dia nakal saat kita bermain dulu, selalu saja mencari gara-gara supaya Ibunya memarahiku sejadi-jadinya kini berubah lembut?Rasanya aku seperti bermimpi di siang hari. Nggak percaya sama sekali jika mereka akan berubah secepat itu. Apalagi saat mataku tertuju pada sesosok lelaki yang berambut putih duduk di kursi roda depan mata yang basah itu. Ah, ini pemandangan paling memuakkan sepanjang masa.Kejahatan-kejahatan mereka pun melintas bagaikan membuka memori ponsel, bisa melihat hal yang pernah terjadi beberapa tahun silam. Tubuh ini semakin menegang kala mengingat betapa kejinya segala penghinaan dan perbuatan yang sulit diterima akal sehat.“Wa’alaikum salam,” jawab Ibu, Ayah dan Mas Yanuar serempak hingga menyadarkan diriku dari lamu
last updateLast Updated : 2023-12-03
Read more

BAB 157 AMARAHKU

Aku tertegun melihat sikap Ibu yang seolah tidak pernah terjadi sesuatu, sungguh hatinya terbuat dari apa wanitaku itu? Emosiku saja sudah berkumpul dan siap untuk meledak, tapi Ibu dan Ayah?“Kami kesini mau minta maaf atas apa yang telah kami lakukan baik itu sengaja ataupun tidak. Maafkan kami,” ucap Lek Santoso, mata itu telah redup.Seperti bukan milik dia, dulu saat dia masih gagah dan sehat, tatapan itu sungguh sangat membuatku ingin memakinya dan memukul wajah yang songong itu. Akan tetapi, kini, hari ini dan detik ini semua berubah seratus delapan puluh derajat.“Maafkan aku juga, Paman. Maaf, aku tahu jika selama ini aku salah dan tidak menjadi keluarga yang baik, tapi tolong demi masa depanku, maafkan yang telah berlalu!” pintanya dengan nada sedikit bergetar.Aku masih setia melihat sikap mereka satu persatu, aku masih menunggu apa yang ingin dikatakan oleh anggota keluarga yang masih ku benci itu. Angga, bilang demi masa depan dia, berarti ini hanya demi dia seorang bukan
last updateLast Updated : 2023-12-04
Read more

BAB 158 MEMAAFKAN

“Suci, dengarkan Mbah Lastri sebentar saja! Bisa?” Suara parau itu membuat amarahku sedikit reda.Sebenarnya bukan reda hanya saja aku berusaha meredakan sekejap. Karena beliau adalah orang yang selalu menyayangi diri ini tulis sehingga apapun yang dikatakan aku selalu nurut.Kali ini pun sama, aku langsung berusaha menetralkan segala kebencian yang sudah memuncak. Menepiskan semua emosi yang tengah membara, bukan hal mudah. Akan tetapi, aku berusaha keras melawannya.“Mbah!” Akhirnya aku menjawab beliau dengan pandangan memohon untuk tidak memarahiku.“Tidak ada sepuluh menit.” Mbah Lastri kembali mengatakan apa yang akan dikehendaki.“Di dunia ini tidak ada yang abadi, semua hanya semu dan abu-abu. Setiap manusia diberikan akal serta pikiran untuk selalu memilih mana yang baik dan buruk. Dendam, benci semua ada, tapi apakah itu baik bagi kita? Jika kaki melangkah dalam bayang-bayang permusuhan, kamu tahu sendiri apa yang terjadi bukan? Nggak akan pernah bahagia, hanya sakit hati saj
last updateLast Updated : 2023-12-07
Read more

BAB 159 USAI

Malam ini kami menginap di sini, rasa kangen yang setiap kali hadir membuat diriku semakin ingin berada di rumah ini bersama Ibu dan Ayah. Makanan yang dimasak oleh Ibu terasa begitu membuat selera ini datang dan menghabiskan nasi.“Pelan-pelan kalau makan, itu masih banyak tumis kangkung dan sambalnya,” ujar Ibu yang ku balas dengan senyuman.“Bu, lalu siapa yang memberikan makanan buat Mbah Lastri jika dia nggak mau tinggal di sini?” tanyaku di saat suapan terakhir.“Kadang Ibu, kadang juga beliau masak sendiri. Tergantung selera, namanya juga sudah tua, lidah yang pagi ini siang itu membuat kami bingung,” jawab Ibu.“Kenapa nggak mau sekalian tinggal di rumah ini?” Kini Mas Yanuar yang bertanya, mungkin dia juga penasaran sama sepertiku.“Paling enak itu tinggal di rumah sendiri, meskipun rumah orang lain lebih besar dan lebih baik. Nanti kalau kalian sudah tua pasti bisa merasakan hal tersebut,” kok Ayah.Selesai makan malam, kami duduk di depan televisi. Menonton berita sambil be
last updateLast Updated : 2023-12-15
Read more

BAB 160 HATI

Pagi-pagi sekali aku menata barang bawaan untuk dibawa pulang. Di kursi itu aku juga mengajak Raka berbicaralah supaya dia anteng.“Maafkan, Mbah,” ucap seseorang yang tak ku hiraukan.Rasa sakit yang sudah bertahun-tahun ini tidak bisa dengan sekejap aku hilangkan bahkan sembuhkan sekalipun. Entah sisi jahatku ini kenapa tidak bisa pergi dengan ucapan maaf dari mereka. Masih terlalu sakit. Akan tetapi, jika aku masih bergelut dengan dendam dan luka maka benar apa yang dikatakan oleh Mas Yanuar, jika aku tidak akan bisa maju.Ruang lingkupku pun akan tetap sama di situ-situ saja dan enggan bergerak padahal yang bisa menjalankan adalah diriku sendiri. Tanpa terasa air mata ini jatuh berlomba-lomba menuju pipi, tidak ada suara karena terlalu sakit.“Ikhlaskan, nggak ada yang bisa menyembuhkan luka kita sendiri kecuali dengan ikhlas dan ikhlas. Jika masih saja seperti itu, kapan kamu akan berkembang lebih baik?” Tepukan kecil di pundak dan suara lembut itu tidak mampu membuat air mata in
last updateLast Updated : 2024-01-01
Read more
PREV
1
...
121314151617
DMCA.com Protection Status