Siang itu, Mas Bagus datang untuk menanyakan perihal kesiapan. Inilah kebahagiaan yang belum pernah kudapat sebelumnya. Ia datang membalut lukaku, kini menyembuhkanku. Itu yang ada dalam anganku. “Dik, bagaimana?” tanyanya. “Aku sudah bilang ibu, akan tetapi ….” Kepalaku tertunduk sangat dalam. Tidak tega mengatakan yang sebenarnya bahwa ibu sedikit meminta lebih, bahwa orang tuanya harus datang. “Tapi kenapa?” Kedua mataku tidak dapat memandang dua netra bening itu. Rasanya di dada demikian sesak. Dalam pikiran bahkan ingin menyerah. Kedua orang tua kami sama-sama tidak mau mengalah. “Ibu minta orang tua Mas datang,” ucapku. Akhirnya, suara lirih itu lepas juga dari tenggorokan. Beberapa detik, aku menunggu reaksinya. Dari ekor mataku, terlihat ia juga mulai frustrasi. “Dik, kita jalan sendiri saja, yuk,” ucapnya. Kaget, itu reaksi yang terjadi padaku pertama kali. Mengapa ia begitu? Aku sendiri juga tidak paham. Yang pasti, calon suamiku ini sama frustrasinya denganku.
Last Updated : 2023-02-27 Read more