All Chapters of Tukar Posisi agar Suamiku Mengerti Kalau....: Chapter 61 - Chapter 70

91 Chapters

Menginterogasi Sari

"Kamu kenapa, Van? Kok wajahnya langsung pucet begitu?" Mbak Wiena menatapku dengan mimik bingung."E--enggak, Mbak!" Menelan ludah dengan susah payah. Syok sekaligus tidak percaya kalau ternyata pelaku pelecehan terhadap asisten rumah tanggaku justru malah mertuaku sendiri.Padahal tadinya aku sudah suuzon kepada kakak dan suamiku sendiri. Ternyata malah pelakunya yang tidak disangka-sangka.Aku melungguh lemas di kursi sebelah ranjang. Kutatap wajah lelaki yang tengah tertidur itu, dan rasa benci seketika menelusup dalam hati. 'Kamu sudah mencuri uang toko, dan ternyata kamu juga yang sudah menghamili Sari. Dasar laki-laki laknat.  Buaya darat!' umpatku dalam hati, ingin rasanya menarik bantal yang sedang ia pakai untuk alas kepala, membekap mulutnya hingga kehabisan napas dan terbang ke Neraka.Astaghfirullahaladzim...Beristighfar berkali-kali, mengelus dada mencoba untuk sabar menghad
Read more

Jawaban dari Sari

"Kalau masalah jam tangan saya tidak tau, Bu. Bapak itu orang baik. Dia tidak pernah macam-macam kepada saya, dan Bapak juga selalu menjaga jarak jika kami hanya berdua saja di dalam rumah. Insya Allah Bapak suami yang setia, Bu. Bapak itu kan cinta banget sama Ibu!" Aku menghela napas lega mendengar jawaban dari Sari. Sekarang aku semakin yakin kalau Mas Erlangga memang tidak terlibat, dan fiks, penjahatnya adalah papa mertua."Kalau soal lingerie..." Sari melanjutkan kalimatnya, dan aku mendengarkan dengan seksama. " Itu saya beli sendiri karena rencananya saya memang mau menikah. Saya menyimpannya di dalam lemari dan tidak saya bawa ketika saya pergi, sebab saya pikir untuk apa membawa baju seperti itu. Karena pakaian seperti itu kan hanya pantas dipakai di dalam kamar saja!" Aku mengulas senyum lalu mengusap lembut rambut wanita itu."Maaf karena saya sudah berprasangka buruk sama kamu, juga membuat kamu harus pergi dari rumah ini. Waktu itu
Read more

Rekaman CCTV

Lamat-lamat terdengar suara sang Muadzin mengumandangkan azan subuh. Aku membuka mata perlahan, mengerjap-ngerjap sambil mengumpulkan informasi yang aku bawa dari alam mimpi.Menggeser tangan ke sebelah kanan, Senyum penuh cinta terkembang ketika melihat Mas Erlangga masih terlelap di balik selimut tebal."Mas, bangun. Udah subuh!" Mengusap lembut bahunya, mendaratkan kecupan singkat ketika dia membuka mata sambil menatap dengan rasa bahagia."Kepala Mas pusing, Dek!" ucapnya seraya memijat pelipis."Pusing?" Seketika rasa bersalah menelusup dalam hati, karena sudah terlalu memaksakan diri dan terbilang nekat melakukan semuanya kepada suami."Iya. Sepertinya karena kebanyakan tidur. Tubuh Mas juga berasa capek banget. Lemes!""Ya sudah. Sebaiknya kamu mandi dulu, solat subuh, abis itu bobok lagi. Aku siapkan air hangat ya, Mas!" Mengambil daster yang tergeletak sembarangan, mengenakannya, namun, saat hendak turun dari tempat tidu
Read more

Sekeping Ingatan

"Apa ibu kenal dengan sosok dalam video?" tanya Pak Aditya seraya memperbesar gambar di layar, dan di sana terkekam jelas saat papa mertua dan Daffo sedang menghajar Mas Erlangga, dengan posisi tubuh suamiku diikat di jok mobil.Dia memukuli suamiku tanpa ampun juga belas kasih, bahkan hingga tubuh suamiku tidak berdaya. Mereka lalu menyeret suamiku masuk ke dalam kamar, mendorongnya dengan kasar dan setelah itu pergi begitu saja setelah merapikan tempat kejadian perkara, tanpa membersihkan lantai sehingga ketika aku masuk terdapat banyak sekali bercak darah di lantai rumah, seakan Mas Erlangga habis mengalami kecelakaan."Sepertinya kedua pelaku masih penjahat amatiran, Bu. Mereka melepas CCTV, membuangnya, tetapi lupa mencari dan mengambil DVR-nya!" terangnya kemudian. Pak Aditya juga menunjukkan beberapa rekaman lainnya, termasuk saat Bang Damian masuk ke dalam kamar Sari, juga ketika dia sedang mengendap tengah malam dan masuk ke dalam kamarku. Aku tidak tahu apa yang terjadi kal
Read more

Pembelaan dari Mas Erlangga

"Maaf, ya Dek. Memangnya ada apa?" Tangan kekar Mas Erlangga terulur, mengusap lembut rambutku yang tergerai."Aku cuma mau orang yang membuat kamu celaka serta lupa segalanya seperti ini mendapatkan keadilan, Mas. Aku ingin memenjarakan mereka, membuat mereka semua membayar apa yang sudah dilakukan sama kamu!""Sudah. Lupakan saja, Dek.""Satu lagi, Mas, kenapa saat kita berada di KBT kamu malah inget sama Sari dan Papa. Itu juga masih menjadi misteri. Aku penasaran dengan apa yang kamu ingat di sana!""Mas hanya liat perempuan dianiaya. Dan nggak tau kenapa nama itu muncul begitu saja di pikiran Mas. Mas juga..." Dia menggantung kalimat, terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu."Apa, Mas?" Aku menatap penasaran."Mas mengingat wajah orang yang memukuli Mas, tapi Mas masih samar. Makanya Mas nggak bilang sama adek."Aku tersenyum senang. Sepertinya ini bisa jadi bukti tambahan di persidangan nanti. Awas saja kamu Daf
Read more

Menuntut Penjelasan

"Ayo!" Dia merangkul pundakku, mengajakku masuk lalu duduk di kursi ruang tengah sambil menikmati acara televisi kesukaannya."Mas!" panggilku sembari melingkarkan tangan di pinggang, menyandarkan kepala di pundak menahan rindu yang sudah menggelora."Iya, Dek. Ada apa?" Mas Erlangga mengusap lembut rambutku."Nggak jadi!" Merapatkan pelukan, namun, tiba-tiba Bang Damian datang merusak momen kebersamaan kami."Van, tolong buatkan Abang minum!" perintahnya sambil menatap sinis ke arah Mas Erlangga."Abang bisa bikin sendiri 'kan?" Memonyongkan bibir, merasa kesal karena dia datang di saat yang tidak tepat."Buruan, Rivani. Abang haus. Kamu mau Abang sampe dehidrasi dan mati?""Ah, lebay!!""Jangan suka memerintah Vani seenaknya begitu, Bang!" protes Mas Erlangga."Kamu berani melawan?" Tiba-tiba lelaki bertato ular naga itu menarik kaos suami dan mengangkat kepalannya ke udara, hendak menghadiahi tinju.
Read more

Pengakuan Papi

"Nggak usah dengerin omongan papi kamu, Van. Dia itu kan suka ngelantur!" Mami masih saja berusaha menyembunyikan semuanya dariku."Mam, tolong jawab dengan jujur. Sebenarnya aku anak siapa?" Menatap penuh dengan permohonan kedua bulat bening ibuku."Kamu anak mami, Sayang. Memangnya anak siapa?""Kalau Bang Dem?""Anak mami dan papi juga.""Mam, aku sudah besar. Aku berhak tau tentang siapa aku dan siapa Bang Dem. Tolong jangan rahasiakan apa pun dari aku, karena itu sangat menyakiti perasaan aku, Mam. Aku mohon. Beritahu aku, apakah benar kecurigaanku selama ini, kalau aku dan Abang bukan saudara kandung? Kami tidak memiliki hubungan darah, makanya Bang Dem selalu memintaku untuk menikah dengan dia?!""Rivani, Sayang. Astaga! Kamu ini bicara apa sih?""Aku akan cari tau sendiri, Mam. Mungkin aku memang bukan anggota keluarga ini, sehingga Mami dan Papi selalu menyimpan rahasia dari aku!" "Kamu anak kandung ma
Read more

Serba Salah

"Sudahlah, Mam. Mami tidak perlu minta maaf. Mungkin kami berdua memang bukan jodoh. Hanya saja yang aku sesali, kenapa diantara kalian tidak ada yang jujur sama aku dan mengatakan yang sebenarnya?""Karena Mami pikir kamu juga tidak perlu tau. Takut malah menjaga jarak sama Demian dan bertambah menyakiti hatinya. Mami sayang kamu dan juga Dem. Mami nggak mau salah satu diantara kalian ada yang terluka."'Mami sudah melukai hati Bang Dem!' ujarku dalam hati, sambil menyusut air mata yang berlomba-lomba jatuh dari balik kelopak."Ya sudah. Sekarang kita lupakan saja masalah itu. Dan Papi mohon sama kamu, Van. Setelah ini tolong jangan menjaga jarak sama Dem. Kamu tetap bersikap biasa saja, seolah tidak tau kalau dia bukan kakak kandung kamu!"Aku mengambil napas dalam-dalam, melonggarkan dada yang terasa sedang terhimpit batu besar lalu mengembuskannya secara perlahan. Rasa sedih terus saja menyelimuti hati, mengingat betapa selama ini Bang Damian
Read more

Titik Terlelah

Menghampiri Bang Damian, mengajak dia dan anak-anak pulang, namun, kedua buah hatiku malah menangis karena masih ingin melihat-lihat binatang. Mungkin karena sudah hampir empat bulan aku tidak pernah mengajak mereka kemana-mana, sehingga mereka ingin berlama-lama di luar rumah, menghilangkan jenuh yang pasti jua mereka rasakan."Lagian masih siang, Van. Baru jam satu. Biarin lah anak-anak main sebentar. Kasian mereka dikurung terus sama kamu!" kata si abang seraya memindai wajahku."Mas Erlang sudah di rumah, dan dia meminta kami untuk segera pulang.""Ribet banget suami kamu itu. Udah nggak bisa bahagiain istri, rempong pula. Udah, abaikan saja. Biarkan anak-anak seneng. Nggak tiap hari ini!"Aku mengambil gawai, menghubungi Mas Erlangga mengabari kalau anaknya tidak mau diajak pulang."Aturan nggak usah kamu ajak pergi, Dek. Kamu tau sendiri, 'kan. Anak-anak kalo udah di luar suka nggak mau pulang!" ucap Mas Erlangga terdengar menyalahkan."Tapi mereka juga butuh hiburan, Mas. Makan
Read more

Sebongkah Daging yang Mudah Terluka

"Dek, Sayang!" Tangan kekar pria itu terulur, mengusap lembut pipi ini lalu mengecup puncak kepalaku begitu lama.Aku membuka mata dan melihat dia tengah menghapus air matanya sendiri menggunakan punggung tangan. Tetapi lagi dan lagi bibir ini terkatup, terkunci rapat tanpa bisa aku gerakkan."Sudah malam. Makan dulu, yuk! Apa mau dibawa ke sini dan Mas suapi?"Aku menggeleng pelan, kemudian beranjak dari dudukku, mengayunkan kaki menuju kamar mandi berniat ingin mengambil wudhu supaya hati ini sedikit tenteram. Mungkin dengan cara mendekatkan diri kepada Illahi Rabbi bisa menghapus rasa yang tengah bertahta.Aku harus melawan rasa ini, supaya tetap menjadi wanita tangguh karena ada ketiga anakku yang masih membutuhkan.Menggelar sajadah, bertafakur diri, meminta pengampunan kepada Sang Pemilik alam semesta, memohon ketabahan serta kesabaran. Lagi dan lagi, air mata berlomba-lomba meluncur melewati pipi seolah tidak mau berhe
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status