"Ma–masa, sih, Kak? Ha ha ha, ada-ada saja, Bang Ben." Aku tertawa sumbang, menanggapi ucapan Kak Anna. Aku menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya sangat pelan. Berulang kali aku melakukan itu untuk menetralkan perasaan terkejut, juga gugup akibat pesan yang dikirim Bang Ben kepada istrinya. Ternyata menjadi seorang pembohong itu tidak semudah yang aku kira. Banyak serangan mendadak yang membuat jantung berdetak sangat cepat. Setelah Ayu tidur, Kak Anna pamit pulang. Katanya, dia sudah ada janji dan teman-temannya sedang menunggu dia di sebuah kafe. "Kak Anna, jangan banyak beraktivitas di luar rumah, ah. Takutnya kenapa-kenapa sama kandungan, Kakak," kataku seraya berjalan beriringan bersama wanita hamil itu. "Enggak sering, kok, Tsa. Hanya sesekali saja. Itu juga lokasinya gak jauh dari tempat kerja Bang Ben. Tenang aja, aku akan baik-baik saja."Kak Anna tersenyum lembut padaku, kemudian dia pamit untuk segera pergi. Kulihat tubuh kakak iparku yang sekarang sedikit b
Baca selengkapnya