Home / Pernikahan / TAK INGIN BERCERAI / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of TAK INGIN BERCERAI: Chapter 51 - Chapter 60

120 Chapters

HAL YANG DINANTIKAN ZAHRA

Setelah bersenda gurau dan menghibur Zahra, gadis kecil nan cantik itu tertidur, kelelahan bermain dengan mas Galih.Suamiku itu memang penyayang dan lembut, pada anak orang lain saja dia sayang apalagi nanti jika mempunyai anak sendiri.Entah kenapa aku teringat, saat dia berlaku kasar padaku hanya demi Winda. Saat itu mas Galih mungkin tidak ingin melakukan hal itu padaku, tapi semua karena pengaruh makhluk fasik yang menganggu.Setelah meletakkan Zahra di kamar, aku kembali ke ruang tengah dan mengobrol banyak hal dengan suamiku itu. Seketika semua prahara dalam rumah tanggaku terlupakan. Aku berharap tak ada lagi gangguan, baik itu dari makhluk kasat mata maupun tak kasat mata.“Kamu belum selesai datang bulannya, Mur?” tanya mas Galih, aku paham kemana arah pembicaraan ini nantinya.“Belum, mas. Kayaknya besok. Kenapa?” tanyaku pura-pura.“Mau buat Galih junior lah!” candanya.Tak bisa terungkapkan betapa bahagianya aku saat ini. setelah keromantisan suamiku kembali, dia juga leb
Read more

MASALAH DILLA

Zahra seperti orang dewasa yang menangis dalam tenang, senyumnya tak pernah lepas dari bibirnya saat bertatapan dengan ibunya di panggilan video. Sementara Nadya sampai tak bisa berkata apa-apa sangking terharunya, akhirnya bisa menghubungi putri kesayangannya. Meskipun aku tak tahu, masalah apa sebelumnya yang membuat dia tidak bisa menghubungi Zahra dan menjemputnya segera.Setelah reda rasa sesak di dada, Nadya mengatakan bahwa dia akan menjemput Zahra besok pagi. Aku mengangguk lemah. Mana mungkin aku larang dia, walaupun aku keberatan jika Zahra harus diambil, tapi aku tidak punyak hak.Zahra, gadis kecil yang baik hati ini akan diambil ibunya. Dan aku akan merasa sangat kesepian lagi. Entah kenapa ada rasa perih dihatiku, aku sudah sangat menyayangi Zahra, aku dan mas Galih sudah menganggapnya seperti anak sendiri. Berkali-kali aku menyeka air mata yang tak mau berhenti menetes.“Baiklah, Nad. Zahra juga sudah sangat merindukan kamu, datanglah jika memang sudah saatnya,” ucapku
Read more

SI PENGGANGGU

“Jadi ini kita mau antar Dilla pulang atau gimana, Mas? Zahra udah ngantuk tuh, kasian!” ucapku ketus. Padahal aku yang mulai tak nyaman karna ada Dilla bersama kami.“Dia ikut aja sama kita, gimana?” kata Mas Galih.“Gak, Mas! Aku maunya kita menghabiskan waktu hanya bertiga saja dengan Zahra, besok dia sudah dijemput Nadya, Mas!” aku protes. Kesal sekali kalau Dilla harus ikut.Kulihat ke belakang, Zahra sudah tertidur di pangkuan Dilla. Sedangkan wajah Dilla sama sekali tak menunjukkan rasa sungkan.“Liat tuh, Zahra sudah tidur. Kelamaan nunggu sih!” aku menggerutu kesal.“Dia keliatannya nyaman sama aku,” ucap Dilla seraya membelai rambut Zahra. Aku menoleh ke belakang, melihat senyuman licik tersungging dari bibirnya.Aku sudah berfirasat sejak awal kalau ini hanya akal-akalan Dilla saja supaya bisa mengganggu keharmonisan kami.“Udah gak apa-apa, itung-itung buat jagain Zahra,” kata Mas Galih sambil menggenggam tanganku.Aku mendengus kesal, tak bisa lagi menolak.Sekitar tiga p
Read more

DASAR RUBAH!

Lima belas menit kemudian kami tiba di kebun binatang. Semoga sesuai janjinya, bahwa wanita berambut panjang itu hanya menunggu kami di mobil.“Kamu yakin disini aja?” tanya Mas Galih.Aku meliriknya dengan tatapan tajam, ngapain pakai ditanya segala. Yang ada nanti dia berubah pikiran.“Yakin, Lih. Tapi aku mau ke toilet dulu deh, abis itu balik ke mobil lagi,” ujarnya.Alah modus lagi kan, aku sudah yakin dia akan mencari cara untuk menganggu kami dengan cara yang halus.Mas Galih mengangguk. Zahra sudah merengek tidak sabar. Dia menarik tangan suamiku untuk segera masuk ke dalam kebun binatang.“Papa Lih.. ayo cepatan.. Zahra pengen liat jerapah..” rengeknya.“Oke, Papa Lih beli tiketnya dulu ya, sayang..” kata mas Galih lembut.Brak.Pintu mobil di tutup Dilla, saat akan beranjak beberapa langkah dari mobil, Dilla keseleo oleh sepatu hak tingginya, sehingga Mas Galih refleks memeluknya. Persis ala-ala drama korea, saling tatap beberapa detik lalu tersadar. Aku mendengus kesal, sem
Read more

MAMA DATANG

“Dill.. minta maaf banget.. kamu pulang duluan aja ya. Kita tungguin sampai kamu dapet taksi,” kata Mas Galih akhirnya.Aku tersenyum puas, Dilla tampak mencebikan bibirnya.“Tapi aku takut banget, Lih..” lirihnya.“Kita bakalan tungguin kamu sampe dapat taksi, aman. Untuk sementara HP kamu matiin aja, biar dia gak bisa lacak lokasi kamu,” saran Mas Galih.“Ya udah, makasih!”Brak! Dilla keluar dari mobil dan membanting pintu dengan keras. Dia berjalan menghentaka kakinya.“Lah? Ngapa dia marah-marah?” kekehku.“Liat tuh, Mur! Gara-gara kamu, dia ngambek,” ucap mas Galih.“Loh, kok jadi aku yang disalahin, Mas?”“Kamu tuh kayak anak-anak, tau! Cemburu-cemburu gak jelas.” Mas Galih terkekeh.“Jadi aku cemburu sama suami sendiri itu salah?”“Udah lah, ayo kita lanjut jalan! Debat sama kamu gak ada ujungnya. Aku udah laper,” mas Galih tertawa kecil, lalu melajukan mobil.***Setelah makan siang, kami lanjutkan ke taman bermain. Akhirnya tidak ada lagi penganggu. Aku dan mas Galih meneman
Read more

KEPULANGAN ZAHRA

“Mama.. ada apa? Bukannya Mama lagi di kampung?” tanyaku saat kulihat wajahnya seperti singa yang siap menerkam mangsanya.Ekspresi itu membuat Zahra ketakutan dan bersembunyi di belakang tubuhku.“Galih mana?” Mama bertanya dengan penuh emosi. Entah apa yang membuatnya semarah itu, masih pagi pula.“Sudah berangkat ke restoran, Ma.” Aku menjawab dengan tenang.“Ya sudah, Mama pergi dulu! Mama gak ada keperluan sama kamu!” Wanita tua itu membalik badan, meninggalkan rumah. Aku mengernyit bingung. Ada apa Mama datang sepagi ini sambil marah-marah, padahal katanya sedang pulang ke kampung halaman.Lima menit setelah Mama mertuaku pergi, datang sebuah mobil memasuki halaman rumahku. Aku dan Zahra mendongak, memastikan siapa yang datang, berharap itu Nadya, orang yang kami tunggu. Kulirik jam yang melingkar ditangan kiriku, sudah tepat jam sepuluh.Aku tersenyum saat Nadya dan seorang gadis muda turun. Zahra masih belum bereaksi, mungkin karena Nadya menggunakan cadar.“Assalamu’alaikum…
Read more

IBU NGEDROP

“Ya Allah, Ibu…” ucapanku terpotong, saat mendengar suara kakak iparku, Kak Nita, berteriak memanggil nama ibu.Aku tersentak mendengar suara kak Nita.“Halo.. halo! Ibu.. Kak Nita…” aku terus memanggil.Namun tak ada yang menjawab, suara beberapa orang mulai terdengar. Aku khawatir, segera kumatikan telepon dan bergegas pergi ke rumah ibu.Kuambil motor di garasi, yang sudah berdebu karena jarang kugunakan semenjak aku berhenti bekerja.“Ya Allah, Ibu.. apa yang terjadi..” meskipun dalam keadaan cemas, aku harus tetap tenang mengendarai motor agar sampai di rumah Ibu dengan selamat.Empat puluh lima menit menempuh perjalanan, akhirnya aku sampai di rumah Ibu.Suasana rumah sepi, padahal tadi aku mendengar suara ramai orang terdengar panik.“Bu.. Murti datang! Bapak…!” aku berteriak dari luar.“Murti…” sambut Kak Nita saat membuka pintu.“Ibu mana, kak?” masuk tanpa disuruh.“Ibu sedang istirahat, Mur. Duduk sini!” titah kakak iparku itu.“Ibu kenapa, kak? Sakit? Tadi kenapa suaranya
Read more

MENABRAK PEJALAN KAKI

Setelah menghibur ibu, memasak dan membersihkan rumah ibu, aku pamit pulang. Ibu juga sudah jauh lebih baik setelah mendengar penjelasan dariku, dan minum obat.Aku harus meluruskan masalah ini pada mertuaku. Jangan terus menganggap aku istri yang diam. Aku tak peduli, siapa pun itu yang membuat ibuku bersedih sampai jatuh sakit, tidak akan kumaafkan.Aku menelepn Mas Galih setelah sampai di rumah. Menanyakan dimana keberadaan Mama.“Ada apa tanya Mama, Mur?” mas Galih tampak cemas, apalagi mendengar suara napasku yang memburu, emosi.“Aku mau ketemu Mama, Mas. Ada yang mau aku omongin,” ucapku.“Mama sudah pulang ke rumah, katanya Papa baru pulang dari luar kota,” jelas mas Galih.Baguslah, kalau ada Papa. Sekalian saja aku ungkapkan supaya Papa mertuaku itu tahu bagaimana sikap istrinya kepada keluargaku. Papa Mas Galih sangat menghormati keluargaku, dia pasti kecewa dengan tindakan istrinya.“Kamu dimana? Aku mau ke rumah Mama,” ucapku.“Masih di rumah sakit, Mur. Nengokin Dilla.
Read more

MENDADAK JADI PENITIPAN ANAK

“Mbak, saya antar ke klink ya, saya khawatir.. mbaknya lagi hamil. Maafkan saya tadi tidak sengaja,” ucapku menyesal.Dia tidak menjawab, hanya tangannya melambai tanda menolak.“Tapi, Mbak…”Aku terus memaksa karena khawatir dengan keadaannya. Tadi aku menabrak kakinya sehingga di tersungkur.Aku mengambil motor dan mengejar wanita itu yang setengah berlari di trotar.“Mbak, jangan lari. Bahaya buat anak dalam kandungan Mbak!” aku sedikit berteriak, khawatir.Tiba-tiba dia terjatuh, sambil memegang perutnya. Aku berlari menghamiprinya kembali.“Mbak, saya panggilin ambulance ya!” ucapku panik.Dia menggeleng dan terus menunduk.‘Apa wanita ini bisu?’ pikirku.Saat itu, tak sengaja angin berhembus kencang sehingga menyingkap kain selendangnya. Dia mendongak karena kaget. Aku terbelalak ketika mengetahui siapa wanita itu.“Winda?”Dia buru-buru berdiri dengan susah payah sambil memegang perutnya.“Winda.. ayo saya antar ke rumah sakit atau klinik, kamu pasti sangat kesakitan!”Meskipun
Read more

MUDAH LULUH

Winda mengangguk, mengerti. Semoga saja aku bisa secepatnya hamil. Aku tidak ingin berurusan lagi dengan Winda. Meskipun aku sudah memaafkannya, tapi kenangan buruk tentangnya belum bisa kulupakan.Hari sudah semakin sore. Aku pamit pulang. Tapi sebelum itu, aku menelepon Pak Dodi untuk menemani Winda. Sudah dua panggilan, namun pak Dodi masih belum mau menjawab teleponku. Lalu aku mengiriminya pesan.[Pak, angkat dulu! Ini tentang Winda!] Tulisku.Setelah dia membaca pesanku, aku meneleponnya kembali."Pak, tolong jaga Winda. Saya tak sengaja bertemu dengannya di jalan, dia mencoba mencelakai dirinya sendiri agar bayi dalam kandungannya meninggal. Sekarang dia sedang dirawat di klinik Sehati, di jln. Purnama." Aku menjelaskan cepat saat telepon tersambung."Baiklah.." hanya itu jawaban dari Pak Dodi."Pak Dod.. saya harap Pak Dodi mau mengerti keadaan Winda. Dia tidak boleh stress dan banyak pikiran. Kandungannya sudah besar, Pak. Bayi dalam kandungannya itu sudah bernyawa. Jangan j
Read more
PREV
1
...
45678
...
12
DMCA.com Protection Status