Home / Pernikahan / TAK INGIN BERCERAI / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of TAK INGIN BERCERAI: Chapter 41 - Chapter 50

120 Chapters

TAMAN BERMAIN

“Wi-winda… kamu apa kabar? Selama ini kemana?”Wanita itu membuka kacamatanya lalu tersenyum padaku.“Kamu tau dimana Arya sekarang?” tanyaku lagi.“Aku gak berani kasih tau, aku bisa hidup sampai sekarang karena ada anaknya dia di dalam perut ini, aku gak mau ambil resiko lagi, Ibu dan adikku sudah menjadi tumbalnya dia..” suara isakan dan tubuhnya yang gemetar memilukan hati. Aku menutup mulut, menyaksikan betapa tragisnya hidup Winda. Wanita yang sangat kubenci karena merebut suamiku, lagi-lagi, aku dibuat iba dengan wanita yang membuat hatiku hancur saat awal memergokinya bermesraan dengan suamiku.Aku hanya bisa berharap, semoga tidak terjadi lagi hal mengerikan seperti yang dialami oleh Lisa.“Semua ini karena kamu, Murti! Apa susahnya bercerai saja dengan Galih, kalian tidak akan pernah bahagia, Mur..” cecar Winda.“Win.. aku sekarang udah bahagia, Mas Galih udah berubah, dan aku…”“Percuma Mur.. kamu gak bakalan ngerti!” ucap Winda dengan kilat kemarahan lalu pergi begitu saja
Read more

PERUBAHAN SIKAP SUAMIKU

Acara sykuran pun tiba, kami ke lokasi restoran baru papa tepat pukul 12.00 waktu makan siang. Zahra juga ikut, awalnya aku menolak ikut dan menjaga Zahra saja di rumah, tapi Zahra merengek ingin ikut mas Galih.Sampai disana, Bapak, Ibu, Kak Rian dan kak Nita sudah hadir, juga beberapa karyawan kepercayaan papa, tak begitu ramai, hanya orang terdekat saja yang diundang.Banyak yang memuji penampilanku yang kini mulai berhijab, tapi tidak dengan mama mertuaku, beliau tampak tidak senang dan sewot melihatku dipuji orang. Aku juga tak terbuai dengan pujian itu, malah aku merasa malu, karena seharusnya selama ini aku menutup aurat, tapi aku baru melaksanakannya sekarang, beruntung aku masih diberi umur dan masih ada waktu untuk memperbaiki diri.“Sok alim!” begitulah cibiran mama mertua yang terdengar olehku.Setelah acara dimulai, kami pun menikmati menu-menu lezat yang disuguhkan, menu ini adalah semua yang tersedia direstoran nantinya.Aku, suamiku dan Zahra duduk di meja lesehan, saa
Read more

PEMBERSIHAN

Hari yang dinanti tiba, Mas Galih bahkan tidak sholat jum’at ke masjid seperti biasanya. Hanya berdiam diri di rumah, termenung di taman belakang, lalu memainkan ponsel. Sikapnya benar-benar berubah mulai acara syukuran kemarin.“Mas, makan dulu!” ajakku saat dia duduk di taman dengan tatapan kosong ke depan.Dia tak menjawab, hanya langsung bergerak menuju meja makan. Zahra juga sudah ada disana, dia sedang menyantap ayam goreng dengan lahapnya.Dengan wajah lesu, suamiku itu mengambil lauk keatas piringnya.“Kamu kenapa gak ke masjid, mas?” tanyaku akhirnya, sebab selama ini setiap jum’at mas Galih selalu bersemangat pergi sholat. Menggunakan sarung dan baju koko putih serta kopiah warna senada dengan bajunya, penampilan yang sangat disukainya ketika hari jum’at tiba.“Males, Mur.. sholat cuman gitu-gitu aja,” jawab mas Galih sekenanya.Aku menarik napas kasar sambil beristighfar dalam hati, perubahannya sangat drastis, ibarat dari langit terjun ke bumi. Aku sengaja tidak memberitah
Read more

BERTEMU NADYA

Esok harinya, pasca ruqyah terakhir kemarin, Zahra tiba-tiba demam tinggi. Aku dan mas Galih segera membawanya ke klinik terdekat karena tidak memungkinkan jika dibawa ke rumah sakit yang jaraknya cukup jauh.Dokter di klinik langsung sigap memberi pertolongan, karena Zahra sempat kejang. Aku ketakutan dan menangis,mas Galih memelukku dan terus menenangkanku. Aku merasa Zahra sudah seperti anakku sendiri. Aku tidak mau terjadi apa-apa padanya.Alhamdulillah setelah satu jam diberi obat, suhu tubuh Zahra akhirnya turun, tapi dia harus dirawat inap. Satu malaman aku tidak berani memejamkan mata, karena takut terjadi apa-apa lagi pada Zahra.“Tidur, Mur. Biar aku yang gantikan jaga,” ucap Mas Galih.“Gak apa-apa, mas. Aku gak ngantuk,” jawabku dengan suara sedikit serak.“Gak boleh gak tidur sama sekali, nanti yang ada kamu jadi ikutan sakit.”Mendengar penuturan suamiku itu, akhirnya aku memutuskan untuk tidur barang sebentar. Kurebahkan tubuhku di atas sofa, sementara mas Galih duduk d
Read more

CINTA MONYET

“Kenapa mesti main rahasia-rahasiaan? Emang kamu gak percaya sama aku?” mas Galih berujar sambil tetap fokus menyetir.“Itu.. tadi… aku ketemu sama Nadya,” cicitku.Mas Galih spontan mengalihkan pandangannya padaku.“Loh, jadi gimana? Dia gak jemput anaknya?” tanya mas Galih heran.“Katanya belum bisa jemput, jadi dia minta kita untuk menjaganya lagi, dia kasih uang ini buat biaya Zahra,” jelasku.Mas Galih menarik napas kasar, entah apa yang dia pikirkan. Aku menatap Zahra yang sedang melihat jalanan dari jendela, tampaknya dia belum paham arti pembicaraan kami, andai saja dia tahu kalau tadi aku bertemu Ibunya, pasti dia marah padaku karena tidak memberitahunya, atau dia akan kecewa kenapa ibunya tidak mau menemuinya dulu.Sampai di rumah.Aku mengajak Zahra untuk istirahat di kamar, tapi dia tidak mau, dia ingin menonton TV saja. Aku memutar acara kartun untuknya. Sedangkan suamiku mandi, lalu duduk di ruang TV menemani Zahra.“Mas, malam ini mau makan apa, biar aku masak,” ucapku.
Read more

INTAN

Selesai makan, Dilla memanggil karyawannya untuk membereskan meja dan menggantinya dengan makanan penutup.Dua orang pelayan, yang satu laki-laki dan yang satu perempuan. Mataku terbelalak melihat pelayan wanita, wajahnya sangat mirip dengan Lisa. Hanya saja hidungnya lebih mancung dan juga dia lebih kurus. Aku memperhatikan gadis cantik itu dengan seksama, sampai akhirnya dia menghadap kearahku untuk mengambil piring di dekatku.Jantungku berdegup kencang saat melihat nama di bajunya tertulis ‘Intan’. Apakah dia Intan adiknya Lisa?Karena merasa sejak tadi kuperhatikan, Intan menjadi gugup dan salah tingkah.“A-ada yang bisa saya bantu, Bu..” tanya Intan.Membuat Dilla dan Mas Galih yang sedang asyik mengobrol ikut menoleh.“Saya mau ke toilet, bisa tolong antarkan saya?” akhirnya aku mendapat ide dan alasan untuk mengajaknya ngobrol berdua. Semoga saja dugaanku benar, bahwa dia adalah Intan adiknya Lisa. Karena delapan puluh persen wajahnya sangat mirip.“Temani Ibu ini!” perintah
Read more

PEMBAWA SIAL

“Kamu itu gak wajar bersikap begitu pada wanita lain, Mas. Apalagi ada aku, kenapa kamu gak bisa menghargai aku sebagai istrimu, mas?” ucapku kesal.“Ngapain sih kamu cemburu, Mur. Kamu tuh yang gak wajar, ngapain cemburu sama Dilla,” sanggahnya.Apanya yang gak wajar, dia wanita dewasa. Cantik, seksi, dan kaya. Siapa lelaki yang tak tergoda dengannya.Aku memutuskan untuk menghentikan perdebatan ini, karena rasanya akan percuma, mas Galih pasti tidak akan mau disalahkan.Sampai di rumah, aku meletakkan Zahra di kasurnya tak jauh dari kasur kami. Mas Galih memang membelikannya kasur khusus untuk Zahra.Aku bergegas membersihkan diri dan sholat isya, begitupun dengan mas Galih.“Mur.. aku lagi pengen..” ucap mas Galih.“Tapi kan aku lagi datang bulan, mas,” ucapku.Mas Galih mencebik, lalu pergi tidur, menarik selimut dan menutup seluruh tubuhnya sampai kepala. Aku jadi seuzon, apa gara-gara melihat lekuk tubuh Dilla tadi sampai membuat suamiku ingin melakukannya malam ini, apalagi wan
Read more

AROMA KEBOHONGAN

“Untuk apa memikirkan perasaanmu, kamu saja gak pernah memikirkan perasaan saya! Malah seenaknya ngadopsi anak, emang kamu tahu dari mana asal usul anak itu? Jangan-jangan dia sama sepertimu, anak pembawa sial!”“Ma.. jangan sembarangan bicara! Zahra itu masih kecil, gak pantas Mama menghinanya seperti itu!” ucapku emosi.“Kami tidak mengadopsi anak! Zahra itu…” belum sempat aku menjelaskan, sudah dipotong olehnya.“Alah, sudah lah, Murti! Saya gak mau dengar apa pun, pokoknya kamu harus menyetujui Galih menikah lagi. Mama mau mereka menikahnya sah secara hukum negara juga, jadi kamu harus menandatangani surat persetujuan!” setelah mengucapkan itu, mama mertuaku angkat kaki, meninggalkanku yang masih terpaku.Ya Rabb… kenapa hidupku harus begini. Aku tidak rela mas Galih menikah lagi, aku yakin bisa memberinya keturunan, hanya saja saat ini masih belum rezeki. Jika mas Galih menerima perjodohan yang dilakukan mamanya, aku lebih baik meminta cerai.Tetapi, tiba-tiba aku teringat perju
Read more

PERJODOHAN KONYOL

Aku menatap mereka dengan perasaan kesal, sementara mereka berdua tertawa kecil, entah apa yang membuat mereka senang.Aku memutar bola mata, malas melihat mereka saat keduanya sudah berdiri di dekat tempatku duduk.Tidak dianggapkah aku disini, mereka masih saja asyik mengobrol.“Ya ampun, aku tuh gak nyangka banget, Lih. Kok bisa sih?” ucap Dilla.Sepertinya wanita ini sengaja membuat darahku mendidih. Nada bicaranya yang manja, suaranya yang dibuat mendayu-dayu. Menjijikan.“Hahah, memang dunia ini sempit ya!” sahut Mas Galih, entah apa yang mereka bicarakan. Aku tak ingin tahu, dan malas bertanya.Dilla duduk di hadapanku, sementara mas Galih ke dapur melihat pekerjaan para karyawan.“Sebentar ya, aku tinggal dulu!” ujar mas Galih.Dilla mengangguk sambil tersenyum. Aku mencium bibit-bibit pelakor dari tubuhnya.Merasa aku meliriknya sinis, Dilla pun salah tingkah.“Udah lama nyampe nya, Mur?” tanya Dilla.“Ya,” jawabku singkat.“Eh, Zahra juga ikut… udah makan cantik?” Dilla men
Read more

MIMPI PAPA TERBAKAR

Setelah pembahasan yang membuatku pusing itu, kami memutuskan untuk pulang saja. Lagian Zahra juga sudah bosan. Mas Galih pulang bareng denganku, dia melarangku untuk naik taksi. Karena kupikir dia akan tetap tinggal di restoran menemani atau masih ingin mengobrol dengan Dilla. Sedangkan Dilla juga pulang, katanya akan dijemput oleh pacarnya. Sama sekali tidak penting bagiku, kami pulang lebih dulu meninggalkannya sendirian di restoran.“Kita duluan ya, Dil..” pamit mas Galih.“Iya gak apa-apa, Lih..” sahutnya.Wanita itu melempar senyum padaku, tapi aku membalasnya dengan wajah sinis. Sebagai sesama wanita, aku mempunyai firasat, bahwa dia menyukai suamiku.***Tak ada pembicaraan antara aku dan mas Galih saat berada di dalam mobil. Aku lebih banyak diam dan bersikap dingin. Zahra juga sudah tertidur di kursi belakang. Suasana begitu hening, aku hanya bisa menatap jalanan dari jendela mobil.Suamiku pun lebih sering menatap ke depan, fokus menyetir. Seperti tak ada niat untuk menghib
Read more
PREV
1
...
34567
...
12
DMCA.com Protection Status