Home / Pernikahan / TAK INGIN BERCERAI / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of TAK INGIN BERCERAI: Chapter 71 - Chapter 80

120 Chapters

DEPRESI

"Ma.... Mama..!!" Aku mengetuk pintu kamar yang tadi ditutup dengan kasar.Tak ada suara apapun dari dalam, aku semakin panik. Ingin rasanya kutelepon Mas Galih, tapi aku takut. Apa sebenarnya yang terjadi pada Mama?"Ma.. ini Murti... Mama gak apa-apa?"Masih tak ada suara, aku menggaruk kepala, bingung. Bi Resti terlihat di bawah sambil meremas celemeknya. Wajahnya terlihat cemas. Aku kembali mengetuk pintu. Setelah beberapa kali, akhirnya kunci pintu dibuka. Tak ada suara apa pun lagi, keadaan benda persegi panjang berwarna putih itu masih tertutup.Aku menarik knop pintu, perlahan kubuka."Ma.." aku menyembulkan kepala mengamati keadaan kamar yang luas.Kondisi kamar begitu kacau, selimut dan bantal berserakan, porselen hiasan dan cermin di kamar pecah berantakan. Membuatku begidik ngeri ingin masuk. Tapi aku khawatir, takut terjadi apa-apa pada Mama."Mama... Murti masuk, ya!" ucapku sambil melangkahkan kaki perlahan.Terdengar suara isakan pilu di balik tirai yang menutupi pint
Read more

KANG OJEK

"Halo, Mas..." sapaku dari ujung telepon. "Mur.. maaf ya aku gak bisa pulang antar makanannya, nanti makan siang kamu diantar sama kurir. Ada buah-buahan juga aku bawain, makan sendiri yang banyak ya. Maaf aku gak bisa temenin," ucap suamiku."Iya, gak apa-apa. Emang kamu mau kemana, Mas?" tanyaku."Aku ada urusan mendadak, Mur. Nanti aku ceritain ya," jelasnya."Oke, ya udah.. kamu hati-hati ya, jangan telat makan dan sholat!" "Ya sayang, tepat jam dua belas nanti aku panggil kurir untuk kirim makanannya ya," ucapnya lagi."Iya, Mas. Gak apa-apa.. gak usah buru-buru, aku belum lapar."Setelah itu panggilan berakhir. Aku menatap Mama, ternyata benar apa yang diucapkannya bahwa Mas Galih tidak akan pulang ke rumah."Ma.. Murti pulang dulu ya, setelah ambil makanan Murti kesini lagi," aku pamit pada Mama yang masih dalam keadaan sedih."Gak usah, Mur. Kamu di rumah aja... besok Mama yang akan ke rumahmu, Mama janji akan ceritakan semuanya sama kamu. Mama tau, kamu pasti bingung dengan
Read more

PETANI BAIK

"Tolooong..!!!" teriakku tanpa henti.Tukang ojek itu malah tertawa remeh. Dia melempar ponselku ke sembarang arah dan terus mendekat. Tubuhku mulai gemetar dan aku pun menangis ketakutan.'Ya Allah, aku pasrahkan padamu. Hanya Engkau yang dapat menolongku saat ini,' aku memejamkan mata dan terus berdoa memohon pertolongan pada Allah."Woiy.. ngapain lu!" Teriakan seseorang membuatku membuka mata. Sekitar sepuluh orang memakai pakaian khas petani, beberapa diantaranya memegang cangkul dan parang.Seketika wajah Abang tukang ojek itu menjadi pias. "Bapak-bapak.. tolong saya!" teriakku.Serombongan petani itu bergerak mendekat."Jangan lari lu!" Teriak seorang Bapak berwajah sangar memegang cangkul di bahunya.Si tukang ojek segera menaiki motornya dengan tergesa-gesa sampai motornya hampir terjatuh. Sangking paniknya, dia pun tak bisa menyalakan motornya itu."Sial!" Gumam pria berjaket hitam itu yang terdengar olehku."Mau kemana lu!" Seorang pemuda dengan parang yang bersarang di
Read more

BERLAKU ADIL?

"Kalian siapa?" bentak Kak Rian sarkas."Kak, tenang dulu. Ini mereka petani yang tadi nolongin aku, kalau gak ada mereka gak tau gimana nasib aku sekarang," ucapku lirih."Astaghfirullah... maafkan saya, Pak."Kak Rian mengulurkan tangannya pada Bapak berwajah sangar. Beliau menyambutnya dengan wajah datar tanpa ekspresi. Sementara itu, Ardi dan Angga juga bersalaman pada Kak Rian."Terima kasih sudah menolong adik saya, semoga Allah membalas kebaikan Bapak dan Mas sekalian.." ucap Kak Rian terharu.Aku pun ikut kembali sedih, baru kali ini aku melihat ekspresi kakakku itu bersedih, panik dan khawatir. Biasanya dia selalu bersikap datar dan lebih dikatakan cuek. Tak peduli keadaan, tak peduli situasi. Tapi kali ini, tampak sikap tersembunyi kak Rian, dia begitu peduli dan penyanyang."Sama-sama, Mas. Sudah seharusnya kami membantu.." ucap Ardi ramah."Kalau gitu kita pamit dulu ya.. kalau suatu saat kita bertemu lagi, jangan sungkan untuk bertegur sapa," ucap Kak Rian.Setelah menguc
Read more

KECURIGAAN KAK RIAN

"Kak, mau kemana?" tanyaku heran."Kamu diem aja disini! Biar aku ikutin si Galih!" "Kak, gak usah lah! Dia kan cuma mau balik ke restoran aja," cegahku.Aku tidak ingin Kak Rian terus mencurigai suamiku dan selalu berburuk sangka kepadanya."Ya udah, kalau dia ke restorannya kenapa kamu ragu? Kakak juga sekalian pengen tau lokasi kerjanya dia. Udah kamu tenang aja! Gak usah khawatir suamimu itu aku apa-apain!" ucap Kak Rian sewot."Ya udah lah!" sahutku, pasrah.Aku percaya pada suamiku, dia sudah benar-benar berubah. Untuk apa kak Rian masih meragukannya. Dia tidak merasakan bagaimana perubahan Mas Galih, yang ada dipikirannya hanya kecurigaan.Kak Rian melajukan motornya dengan kecepatan tinggi untuk mengejar mobil Mas Galih. Aku menarik napas kasar. Sebenarnya aku masih terpikir oleh ucapan Mas Galih tadi. Sementara kak Rian terus mengomporiku sehingga membuatku ikut meragukan suamiku.'Ya Allah.. kuserahkan suamiku padamu. Engkau maha melihat dan mendengar. Lindungilah dia.' B
Read more

HAL YANG TERSEMBUNYI

"Ada apa sayang?" "Kamu ngapain, Mas?" tanyaku masih bersikap biasa."Di restoran, kenapa?" Mas Galih pun bersikap biasa dan lebih tenang seperti tidak sedang menyembunyikan apa pun."Kamu sama siapa disitu?" tanyaku mulai menyelidik."Sendiri. Ya sama karyawan lah, emang ada apa, Mur?" Mas Galih tampak heran."Yakin kamu sendirian? Gak lagi sama cewek?" "Nih liat...." Mas Galih memutar kameranya dan memperlihatkan sekeliling.Tak ada siapa pun kecuali karyawan dan pelanggan restoran. Apa mungkin Dilla sudah pergi?"Udah? Gak ada siapa-siapa kan? Kamu curiga sama aku? Kamu mikirin apa sih?" Mas Galih terlihat bingung."Gak, gak ada apa-apa. Aku cuma... khawatir aja sama kamu!" ucapku asal."Hmmm ya udah, aku pulang sekarang ya! Kamu mau dibawain apa?" tanya Mas Galih."Gak usah, Mas." Setelah itu aku mengakhiri panggilan. Hatiku kembali gundah meskipun tadi tak melihat ada siapa-siapa disana. Tapi tak mungkin juga kak Rian berbohong, bahkan dia menyuruhku untuk segera kesana dan me
Read more

BERBAGI SUAMI

"Seharusnya aku yang bertanya sama kamu, Mas. Apa ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku?" Aku bertanya dengan suara lirih sedikit serak."Maksud kamu?" Mas Galih terlihat bingung. Tapi yang kutangkap dia sepertinya masih mempertahankan sandiwaranya."Apakah aku harus memergokimu lagi baru kamu mau mengakuinya, Mas?" lirihku, kembali menunduk."Tentang apa? Kamu ungkapkan saja, aku akan jujur sebisaku," ucap Mas Galih memegang tanganku dari balik mukena."Dilla. Apakah tadi kamu sedang bersama dia?" aku menatap mata sayu Mas Galih, menggambarkan gurat lelah dari wajahnya."Iya." Mas Galih menjawab dengan tegas."Apakah kamu dan dia...." rasanya aku tak sanggup melanjutkan pertanyaanku. Dadaku begitu sesak."Mur... sebenarnya ada satu hal yang belum bisa aku ceritakan ke kamu. Aku bingung..." lirihnya lalu menunduk. Tangannya belum melepas genggamanku."Tentang Dilla?" Aku menebak. Namun dalam pikiranku hanya ada satu masalah. Sejak Dilla hadir setelah aku mulai meraih kebahagiaan, h
Read more

PAKET SIAPA?

"Katakan saja, Mas. Aku akan menerima apa pun jawabanmu." Meskipun mataku mulai berembun. Jika memang Mas Galih sudah tidur dengan Dilla, itu artinya, wanita itu sudah sah menjadi maduku. Dilla, dia memang licik. Tidak mungkin semudah itu mau melepaskan Mas Galih. Apalagi dari dulu, dia memang mengejar Mas Galih"Belum, Mur. Tapi hampir.." Mas Galih berdiri menatapku lekat dengan sorot mata tegas."Maksudnya?" tanyaku."Saat aku mengantarnya pulang ke rumah kemarin, Dilla tiba-tiba memelukku dan mulai mencumbuiku. Lalu dia..." "Cukup Mas! Jangan diteruskan!"Aku segera memotong ucapan Mas Galih. Suamiku itu terlampau jujur. Aku tak sanggup mendengar kelanjutannya. Yang terpenting adalah mereka berdua belum tidur bersama. Itu sudah cukup menjadi jawaban bagiku."Baiklah, aku pergi dulu ya Mur! Ingat pesanku, jangan buka pintu untuk siapa pun kecuali Mama atau keluarga kamu!" Mas Galih menasehatiku sekali lagi. Aku jadi merasa was was."Emangnya kenapa, Mas? Apa nanti bakalan ada yan
Read more

HARI YANG ANEH

"Bener kan itu nama, Mbak?" Pak kurir bertanya lagi untuk memastikan. Dia menyeringai, membuatku sedikit merasa takut."Bu-bukan.." ucapku seraya menutup tirai kembali. Jantungku berdetak kencang melihat seringaian kurir itu. Sangat mengerikan."Mbak, kalau gak mau bukain pintunya, saya akan dobrak!" ancamnya.Aku memutuskan untuk tidak menghiraukannya lagi dan kembali saja ke kamar, biarkan saja dia mengoceh. Kalau macam-macam aku akan telepon polisi. Saat melihat ponselku, Mas Galih sudah berkali-kali menelepon. Pesan chatnya juga berderet.[Mur.. aku ke rumah Dilla dulu ya jemput dia terus ngantar ke restorannya abis itu balik lagi ke restoranku.] tulisnya berpamitan.[Mur, kenapa kamu gak balas? Lagi ngapain? Jangan banyak kegiatan ntar kamu capek!][Mur, kenapa gak dibaca? Kamu kemana? Baik-baik aja kan?]Kemudian banyak panggilan tak terjawab.[Murti, kamu kenapa? Kamu dimana?][Mur, aku sudah sampai di rumah Dilla, ya. Tolong kabarin aku, jangan buat aku khawatir!] [Mas.. aku
Read more

JEBAKAN

"Saya ini bukan pengemis, Bu. Bagaimana bisa saya menerima uang dengan cuma-cuma!" Sentaknya, dia terlihat kesal."Maafkan saya, Bu. Saya gak bermaksud...""Memang saya orang susah! Tapi saya bukan pengemis! Saya gak perlu belas kasihandari kamu!" Wanita itu marah sampai membuat anak dalam gendongannya terbangun dan menangis.Aku jadi merasa bersalah. Perkataanku tadi menyinggung dan menyakiti hatinya. Apa yang harus kulakukan untuk meminta maaf."Cup.. cup.. sayang. Maafin Ibu. Kamu haus ya, sebentar ya Nak." Dengan susah payah dia mengambil sebuah botol minum dari kantong plastik yang terletak di dalam keranjang dagangannya.Terlihat botol itu sudah kosong, hanya sekitar beberapa tetes lagi saja air di dalamnya. Wanita itu mengarahkan pandangan padaku. Wajahnya menatap iba. Hatiku kembali mencelos menyakiskan adegan itu."Kalau Mbak gak mau beli dagangan saya, setidaknya berikan saya air putih saja untuk anak saya minum," ucapnya lirih."Baiklah, sebentar saya ambilkan airnya dulu,"
Read more
PREV
1
...
678910
...
12
DMCA.com Protection Status