Semua Bab TAK INGIN BERCERAI: Bab 91 - Bab 100

120 Bab

PENDARAHAN

“Siapa yang datang malam-malam begini?” aku bergumam, takut.Saat ini aku benar-benar tidak bisa berkutik, tetap diam duduk di sofa ruang tengah. Televisi segera kumatikan supaya disangka tidak ada orang di rumah.Beberapa saat kemudian, ketukan di pintu berhenti. Segera kuraih ponselku untuk menghubungi Kak Yuni atau Mas Galih karena aku takut.“Murtiii.. buka pintunya!” teriak seseorang dari luar lagi. Seperti suara wanita, dia bahkan mengenaliku. Membuatku urung menggerakan jemari ke layar ponsel.Aku tak akan tertipu lagi. Mungkin saja itu orang jahat yang tahu namaku dan berniat ingin menculikku.“Murtii…! Buka pintunya!” teriaknya lagi.Aku mencoba menajamkan pendengaran. Karena jarak ruangan ini ke pintu depan memang agak jauh, jadi suaranya sedikit samar.Tiba-tiba ponselku berdering, nama Kak Yuni muncul pada layar ponsel.Segera ku menjawab karena Mas Galih sejak tadi belum membalas pesanku.“Halo, Kak..”“Murtiii bukain pintu! Aku diluar ini, cepetan!” teriakan Kak Yuni bah
Baca selengkapnya

KETAHUAN BOHONG!

Akhirnya aku menceritakan semuanya. Mulai dari kejadian Mama yang depresi, hingga aku pulang hampir dilecehkan oleh tukang ojek gadungan. Lalu ancaman Papa kepadaku tentang Intan, dan berakhir pada penculikan saat itu.“Ya Allah, Mur.. serem amat hidup lu!” ujar kak Yuni, ekspresinya begitu kaget.“Intan bilang dia ingin aku merasakan penderitaan kakaknya yang terkurung di dalam kamar rumahku. Aku sudah berkali-kali ingin menjelaskan yang sebenarnya sama dia, tapi susah. Dia sudah terlanjur terhasut dan terbalut oleh emosi.”“Terus sekarang dia gimana keadaannya?” tanya Kak Yuni.“Itu dia masalahnya, aku belum sempat memeriksa dirinya ke restoran milik Dilla, soalnya, selain jauh, aku juga belum menceritakan apa-apa tentang masalah ini pada Mas Galih,” imbuhku menjelaskan.“Kok bisa? Jadi Galih belum tau kalau kamu diculik sama Intan?” kak Yuni bertanya heran.Aku menggelengkan kepala, “belum sempet jelasin, lagian kemarin pas aku baru pulang dari lokasi penculikan, tiba-tiba aku mual
Baca selengkapnya

SEKSI

“Di restoran? Mama baru dari sana ngantar beberapa stok bahan bareng suplier, tapi dia gak ada. Kata karyawannya, dia tidak ke restoran sejak kemarin..” Mama menatapku horor.Aduh, ketahuan bohong!“Hehe.. itu, Ma.. sebenernya..” aku gugup sambil meremas-remas tanganku.“Dia lagi sama Dilla?” tanya Mama.Membuatku dan Kak Yuni kompak melotot.“Gak usah kaget, Mama sudah tau semuanya..” wanita berbaju hitam bermotif bunga-bunga kecil itu duduk sambil menatapku dan kak Yuni bergantian.“Sejak kapan, Ibu tau?” tanya Kak Yuni memberanikan diri.“Sejak Murti datang ke rumah untuk menghibur Mama, waktu itu Galih janji akan pulang jam dua belas untuk mengantar makanan, kan?” Mama menoleh padaku dengan tatapan sendunya.Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu menghela napas panjang.“Mama kalah, Mur. maafkan Mama..” lirihnya kemudian menunduk.“Maksud Mama?” tanyaku.“Mama gagal membuat Papanya Galih membatalkan perjodohan mereka berdua,” ujarnya
Baca selengkapnya

PERINGAT MAMA

“Mas… kamu seksi banget..” aku berdiri menghampirinya, lalu membelai dadanya yang terasa dingin.Menit berikutnya, jap jip jup pun terjadi. Suara kenikmatan tak bisa kukontrol dari mulutku. Mungkin saja terdengar sampai keluar.Aku menajamkan telinga, suara tawa Mama dan kak Yuni yang tadi begitu renyah, kini berubah menjadi keheningan.“Mas.. pelan-pelan!” bisikku.Mas Galih tak peduli, padahal saat dia datang tadi, wajahnya begitu lusuh dan terlihat sangat lelah. Tapi staminanya saat bercinta membuat aku tak kuat.“Galiiihh! Pelan-pelan itu! Cucu Mama masih rentaaann, Galiiihhh!” suara Mama berteriak sangat dekat. Sepertinya beliau berdiri di depan pintu kamar.Segera Mas Galih menyelesaikan hasratnya, karena aku sudah lemas sejak tadi.Setelah selesai, aku dan mas Galih buru-buru mandi. Sepuluh menit kemudian, kami keluar.Kak Yuni terlihat canggung, namun sepertinya dia berusaha menahan tawanya. Salah tingkah tak menentu, berkali-kali dia melihat ponsel lalu berdiri pura-pura kelu
Baca selengkapnya

Enam Bulan Kemudian

Enam bulan kemudian...Kehamilanku sudah memasuki akhir trimester dua. Sebentar lagi akan masuk trimester tiga, dimana kata orang masa-masa itu akan susah menjalani semuanya.Jangankan menunggu usia kehamilan memasuki tujuh bulan, sekarang saja aku sudah mengalami banyak hal. Pinggang sering sakit, kaki sering keram saat bangun tidur, tidur tak nyaman. Apalagi berkali-kali ke kamar mandi hanya untuk buang air kecil yang kadang hanya keluar setetes namun sesaknya luar biasa.Begitu nikmat rasanya hamil. Tapi aku bahagia, sungguh sangat bahagia. Terutama saat bayiku menendang perutku. Dia sangat aktif. Terkadang air mataku sering menetes, aku begitu mengagumi keajaiban yang Allah berikan padaku. Bagaimana bisa seorang manusia hidup di dalam perut, bernapas dengan air ketuban, makan melalui plasenta. Allah maha besar dengan segala ciptaanNya. Tak hentinya aku bersyukur dan terus berdoa semoga anak ini membawa kebahagiaan bagi keluargaku.Sementara itu, dibalik kebahagiaanku yang tengah
Baca selengkapnya

BAK DIHANTAM BADAI

"Pa.. Silahkan jelasin ini semua!" ucap Mas Galih tegas.Mama tampak biasa saja namun ada kegelisahan di wajahnya. Berkali-kali dia menarik napas kasar. "Gak ada yang perlu Papa jelasin," jawabnya singkat."Lalu apa itu tadi?" tante Hanum mulai emosi."Ma.. Maafin Dilla.." lirih wanita hamil delapan bulan itu."Papa selingkuh sama Dilla?" semprot Mas Galih."Jangan sembarangan bicara!" wajah Papa berubah sangar dan sangat menakutkan. Dia berdiri dengan dada naik turun menahan emosi, matanya menatap kami satu persatu.Aku mengerutkan dahi, ada apa dengan Papa? Kenapa dia sangat marah? Seharusnya yang marah itu Mama.Dilla menangis sesenggukan sambil menggenggam tangan Mamanya. Bagiku itu hanya akting belaka, atau sekedar air mata buaya. Aku tidak bisa mempercayai wanita itu meskipun dia menangis meraung sekuatnya.Papa pergi meninggalkan ruangan itu tanpa menjelaskan apa pun. "Papa!" Mas Galih bangkit mencoba mengejar sang Papa, tapi Mama segera mencegahnya, menarik tangan anaknya hi
Baca selengkapnya

TAKDIR

Mas Galih sampai di rumah sekitar lima belas menit kemudian."Mur.. kamu gak marah, kan?" cicitnya saat masuk ke kamar, suamiku itu berlutut lalu menggenggam kedua tanganku yang tengah duduk termenung di tepi ranjang.Aku tersenyum sambil menggelengkan kepala. Tapi ada rasa kesal, mungkin karena aku sedang sensitif."Anaknya Dilla cewek, dia adikku, kan? Eh.. bukan... dia adik kamu..." ucap Mas Galih ragu, kepalanya menunduk."Mas, sudahlah jangan pikirkan dia siapanya kita, sekarang kita fokus aja sama anak kita sendiri. Aku harap Dilla berhenti membuat kamu merasa kasihan, membuat kamu merasa bersalah. Semua itu bukan salah kita, Mas. Aku juga gak mau ini terjadi.." ucapku mulai terisak.Mengingat aku bukan anak kandung Bapak rasanya begitu sakit, mengetahui suamiku entah siapa ayahnya, membuat hatiku tambah terluka."Yang terpenting sekarang Ibuku gak perlu tau semuanya, agar tetap berjalan seperti biasanya.." sambungku.Mas Galih menunduk. Air matanya menetes di tanganku. Lelaki y
Baca selengkapnya

MENJENGUK BAPAK

"Kenapa melamun terus, pamali!" Peringatnya.Aku tersenyum, sambil menggandeng lengannya masuk ke dalam."Bi, Murti lagi pengen minum yang asem-asem seger gitu, deh." Aku merengek manja layaknya seorang anak pada ibunya."Es asam jawa, mau?" tawarnya.Aku mengangguk, "boleh deh. Bi. Makasih ya.." Wanita bergegas ke dapur untuk membuatkanku es asam jawa. Otakku kembali memutar kejadian-kejadian yang selama ini menimpaku. Mulai dari pertemuanku dengan Mas Galih, menikah dengannya, masalah perselingkuhan, penculikan, sampai akhirnya aku hamil sekarang ini. Masih belum percaya rasanya, bahwa takdir menggiring kami untuk bertemu dan berujung pada ungkapan kenayataan yang begitu mencengangkan.Selalu terngiang mata-kata Mama saat menjelaskan sebuah kenyataan, juga terbayang ketika beliau depresi berat bahkan berusaha menahan semuanya. Jika aku berada di poisis itu, sudah pasti aku tak akan sanggup. Kalau boleh memilih, aku lebih baik tidak usah pernah mengetahui kebenarannya.Suara panggi
Baca selengkapnya

UNGKAPAN BAPAK

"Bapak yakin sudah bisa pulang? Obatnya jangan lupa diminum ya, Pak!" Titahku saat mereka sudah masuk ke mobil bersama Kak Rian dan Ibu.Bapak hanya mengangguk yakin."Kamu pulang istirahat ya, Nak. Maaf, kedatangan Ibu tadi jadi buat kamu emosional," ucap Ibu merasa bersalah."Gak kok, Bu. Jangan merasa bersalah begitu. Murti ikut ke rumah ya, boleh?" tanyaku.Ibu menoleh pada Bapak dan Kak Rian, kemudian akhirnya mengangguk menyetujui.Aku bersama supir dari kantor Mas Galih melaju santai di belakang mobil Kak Rian.Sebelumnya aku sudah izin pada Mas Galih untuk pergi ke rumah Ibu sebentar dengan alasan karena Bapak sakit.***Sampai di rumah Ibu.Kak Rian langsung pamit untuk kembali ke kantor karena ada pekerjaan yang tidak bisa ditunda. Sebagai gantinya nanti Kak Nita akan datang membantu Ibu jika diperlukan.Ibu pergi ke dapur untuk menyiapkan makan siang yang terlambat. Sementara itu, aku duduk berdua dengan Bapak di teras. Bapak senang duduk santai di teras karena banyaknya an
Baca selengkapnya

STRESS

“Bu… ada apa?” aku bertanya perlahan sambil mengusap lembut bahunya dari belakang.Tubuhnya semakin terguncang, namun suaranya tertahan agar tidak terdengar sedang menangis.“Hati ibu hancur…” ungkapnya dengan suara bergetar nyaris tak jelas, namun masih bisa ku tangkap kalimat apa yang keluar dari mulut Ibu.Aku menggigit bibir bawah, menelan saliva dengan susah payah. Mengira dan menerka, apakah tadi ibu mendengar perbincanganku dengan Bapak? Jika benar begitu, sudah pasti hatinya saat ini begitu hancur. Tapi seharusnya ibu meminta penjelasan dariku dan Bapak, bukan menangis seperti ini.“Apakah Ibu….” Aku berucap ragu. Keringat mulai bercucuran dari pelipisku.“Hati ibu sakit, Nak. Seharusnya Ibu selalu berada di sisi kamu disaat-saat kamu seperti ini. Tapi Ibu tidak bisa sering-sering mengunjungimu karena kondisi Bapak dan Ibu yang belakangan kurang sehat. Kamu mengalami masa-masa kehamilan yang begitu emosional tanpa ada orang yang menemani, mendampingi kamu untuk sekedar meluapk
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status