Home / Rumah Tangga / Sepiring Talak di Pagi Hari / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Sepiring Talak di Pagi Hari: Chapter 71 - Chapter 80

131 Chapters

Bab 71. (Bukan) Keluarga Bahagia

Zia mengikuti arah pandangan Anis. Di sana, Faruq terlihat berdiri bersisian dengan seorang wanita cantik.Kening Zia berkerut. Bukan karena tidak suka melihat sang dokter bersama wanita lain karena itu tidak mungkin, tetapi heran melihat anaknya digendong pria berperawakan tinggi tersebut. Jika dilihat, Faruq, wanita itu, dan Fariz tampak seperti keluarga bahagia.“Masyaallah, cantik banget calon istrinya Pak Faruq,” ujar Zia sungguh-sungguh.“Ayo, Mbak. Ke sana.” Zia kembali mengajak.Zia berbaur dengan teman yang lain. Namun, dari arah lain ada yang memanggilnya.“Zi, sini!”Zia menoleh. Ada Farah yang melambaikan tangan. Tanpa pikir panjang, Zia mendekat.“Kenalkan, ini Latifa, Akmal, dan Afandi. Mereka juga orang yang ikut menolongmu waktu itu.” Farah memperkenalkan mereka.Zia menyatukan kedua tangan di depan dada, lalu mengangguk ke arah mereka.“Terima kasih atas pertolongannya. Saya berhutang nyawa dengan kalian semua,” ujar Zia.“Sama-sama. Kami hanya perantara, tangan kedua
last updateLast Updated : 2023-04-14
Read more

Bab 72. Turun Ranjang?

Di dalam kamar mandi, Zia bingung harus apa. Jika menunggu dua orang itu selesai bicara, takut nanti Fariz rewel karena kelaparan. Namun, jika tetap keluar mereka berdua pasti merasa tidak enak karena ketahuan membicarakannya. Setelah berpikir beberapa saat, Zia tetap keluar dan menampakkan diri di hadapan Latifa dan Afandi. “Mari, Mas, Mbak,” sapa Zia sambil berlalu. Ia tidak sempat melihat wajah dua orang itu. Padahal kalau mau melihat, keduanya seperti maling yang tertangkap basah telah mencuri. Zia langsung menuju kamar dan benar saja, Fariz menangis kencang dalam gendongan Yuli. “Maaf, Mbak Yul. Agak lama. Soalnya masih ke kamar mandi dulu,” ujar Zia dengan penuh rasa bersalah. “Nggak apa-apa. Cuma Fariz udah lapar banget kayaknya.” Yuli meletakkan Fariz di ranjang dan Zia berbaring di samping sang putra. Fariz masih menangis kencang hingga Zia kewalahan menenangkan. “Cup, anak ganteng nggak boleh nangis. Iya, maafin Ibu. Ibu salah,” bisik Zia. Sementara Fariz belum mau me
last updateLast Updated : 2023-04-15
Read more

Bab 73. Ada Hitung-Hitungannya

“Nyari apa, Zi? Ada yang hilang?” Suatu sore, Yuli bertanya saat melihat Zia mengobrak-abrik tas.“Nyari kertas, Mbak. Di sana tertulis nomor seseorang. Tapi aku lupa naruh mana.” Zia terus mencari dari tas sampai lemari. Namun, secarik kertas yang terdapat nomor perawat rumah sakit waktu itu tidak ada.“Oh, aku kira ada barang penting yang ilang. Uang misalnya.”“Mana ada uang aku, Mbak. Mode fakir miskin ini. Tapi bahkan ini lebih penting dari uang, sih.” Zia tertawa di sela tangannya yang sibuk.“Mau aku bantu nyari?”Zia mengangguk.Sayang seribu sayang, sampai lelah mencari, barang yang dicari tidak kunjung ditemukan.“Penting banget nomornya?” tanya Yuli.Zia mengangguk. “Ada nomor perawat rumah sakit. Dulu, aku pinjam akun Messe*gernya buat hubungi temanku. Nah, tersambung. Temanku janji mau datang. Takutnya pas aku dibawa ke sini, dia datang. Kali aja ada kabar dari temanku itu. Rencananya, aku mau hubungi perawat itu pinjam ponsel Mbak Yuli.”“Gitu aja dibuat rumit. Nih, paka
last updateLast Updated : 2023-04-16
Read more

Bab 74. Salah Paham

“Maksud Mbak Anis apa ngomong gitu? Siapa yang menggoda?” tanya Zia tidak terima. Fariz dari tadi rewel. Wanita itu lekas meng-ASI sang putra sambil berbaring di ranjang.“Nggak ada maksud apa-apa. Cuma mengingatkan saja karena dari gelagatmu kamu suka sama beliau.” Anis berbicara tanpa beban.“Astagfirullah, Mbak. Demi Allah tudahan Mbak itu nggak beralasan. Aku sudah ditolong, ditempatkan di sini aja udah bersyukur, nggak berani macem-macem. Mbak, apa aku terlihat menggoda beliau? Mepet beliau? Astagfirullah, sungguh tuduhanmu sangat menyakitkan, Mbak.” Zia menunduk, menatap Fariz yang menyusu dengan kuat.Hanya beberapa hari merasakan kedamaian, sekarang muncul pemikiran orang lain yang membuatnya tidak tenang. Belum lagi ucapan Faruq barusan.“Dia itu duda, takut timbul fitnah dan–” Ucapan Anis terpotong karena ada Yuli yang masuk sambil membawa botol air minum.“Ya sudah, aku keluar dulu.” Anis pamit. Sementara Zia mengembuskan napas panjang dan meraup wajahnya dengan tangan. Di
last updateLast Updated : 2023-04-17
Read more

Bab 75. Habislah Aku

Zia memicing tajam ke arah Faruq. “Apa hubungannya dengan Fariz?” “Ada, lah. Dia korbannya, jadi dia berhak tahu siapa yang mencelakakannya.” Zia tertawa sumbang. “Pak, anak saya masih bayi. Dikasih tahu pun, dia nggak akan paham. Jadi, jangan sangkutpautkan dia dengan masalah ini demi alasan konyol apa pun.” Faruq membuang napas panjang. “Padahal syarat saya sangat simpel. Saya hanya ingin melihatnya, tidak membawanya atau sampai menculiknya. Tapi kayaknya membawa Fariz ke sini saja lebih berat ketimbang mengetahui siapa pelakunya.” Dengan santai, Faruq mengeluarkan ponsel dari saku dan menggulirnya asal. Ia mengabaikan tatapan maut Zia di hadapannya. “Kenapa, sih, Bapak sampai segitunya sama anak saya? Apa ada alasan tertentu?” Zia yang sudah tidak bisa menahan diri akhirnya bertanya. “Daripada sama ibunya yang galak ini, mending nyari anaknya, kan?” jawab Faruq santai. Dengan perasaan kesal, Zia bangkit. Ia meninggalkan Faruq yang diam-diam tersenyum penuh kemenangan. Zia k
last updateLast Updated : 2023-04-18
Read more

Bab 76. Ketahuan

“Ka-kamu ngapain di sini, Bang?” Rosa tergagap. Satria berjalan mendekati sang istri sambil menyeringai. “Sudah kuduga kamu yang telah menculik Nilna!” Wajah Rosa pias karena ketakutan, tetapi ia kemudian tertawa. “Dan sudah kuduga pula kalau Abang yang telah merebutnya dari orang suruhanku dulu.” Sudah tertangkap basah, Rosa berpikir sekalian saja sama-sama terungkap. “Memang lak*nat kamu ini, Ros! Sekarang di mana Nilna!” Satria mencekal pipi mulus Rosa dengan satu telapak tangan. “Bang, lepas!” Rosa berteriak dengan susah payah. Sebuah cakaran kuku tajam Rosa di lengan Satria, membuat pria itu akhirnya melepaskan tangannya. "Dia mungkin sudah di neraka." Rosa kembali terbahak-bahak. "Rosa, jahana* kamu! Katakan kamu sembunyikan di mana Nilna, hah!" Tangan Satria terangkat, tetapi urung mendarat di pipi sang istri. "Apa? Mau nampar? Ayo lakukan!" Satria bergeming. Perlahan, tangannya turun. "Kamu berubah, Bang. Dulu saat masih pacaran, kamu begitu manis. Tapi sekarang kamu
last updateLast Updated : 2023-04-19
Read more

Bab 77. Nyalakan Lampunya

“Tumben Fariz rewel sampe segininya, Zi.” Yuli mencoba membantu Zia menenangkan Fariz.“Entahlah, Mbak. Aku juga bingung. Mungkin dia mimpi buruk atau apa, tiba-tiba bangun kayak terkejut. Lalu ngereog kayak gini,” jawab Zia.“Lepas semua bajunya coba. Barangkali ada semut atau hewan yang gigit tubuhnya.” Yuli memberi saran. Zia menurut.Fariz diletakkan di ranjang karena sebelumnya ada di pangkuan Zia. Bayi itu tambah kencang menangis. Saat semua baju sudah terlepas, nyatanya tidak ada apa-apa. “Udah, dong, Sayang. Nggak capek nangis terus?” Zia berbaring, mencoba menyusui Fariz setelah baju kembali terpasang. Akan tetapi, bayi itu tetap mempertahankan suara kencangnya, enggan menyusu.“Sini biar aku gendong.” Yuli pun menggendong dan membawa Fariz keluar kamar.Zia sudah lelah dan menyerah. Ia membiarkan sang putra dibawa Yuli.“Entah apa yang terjadi denganmu, Nak. Semoga ini bukan pertanda buruk, hanya pertanda kamu akan bertambah pintar,” gumam Zia.Suara tangis Fariz sudah tida
last updateLast Updated : 2023-04-20
Read more

Bab 78. Rasanya Sesak

“Apa! Kamu buta, Bang? Ruangan ini sangat terang!” Rosa masuk bertepatan saat Satria mengeluhkan penglihatan. Rosa menaik-turunkan tangannya di depan wajah Satria. Satria tidak bereaksi hingga akhirnya menimpali ucapan sang istri. “Rosa, kamukah itu?” “Iya! Walaupun kita sedang perang dingin, kita masih suami istri. Jadi, aku masih peduli sama kamu.” Samira membuang muka sambil mencebik saat mendengar penuturan Rosa. Selama Satria di rumah sakit, Rosa sangat jarang datang. Hanya dua kali, itu pun tidak lama. Justru Samira yang tidak pernah pulang demi menunggui sang kakak. “Sebentar, ya, Bang. Aku ke perawat jaga dulu. Mau laporan Abang udah sadar.” Samira bangkit, lalu berjalan cepat keluar ruang inap. Rosa mengembuskan napas panjang. Ia menatap malas keadaan Satria yang memprihatinkan. Wajah Satria masih lebam dan membiru akibat benturan. Juga beberapa perban membalut tubuhnya. Wanita bergaun abu-abu itu lalu duduk di kursi. “Ini namanya karma, Bang. Kamu kena karma karena uda
last updateLast Updated : 2023-04-21
Read more

Bab 79. Kekhawatiran Lukman

“Abang! Jangan buat aku takut!” Samira berteriak. Satria menggerakkan tangan, kode ia baik-baik saja. “Abang nggak apa-apa, Ra. Hanya sedikit sesak.” “Jangan mikir terlalu keras dulu. Ambil napas panjang, lalu keluarkan perlahan. Ayo coba.” Samira memberi instruksi. Satria menurut. Ia melakukan apa yang diperintahkan sang adik. Samira memerintah hingga beberapa kali sampai Satria sedikit tenang. Setelah tenang, Samira mengambil botol air mineral dan meminumkannya kepada Satria melalui sedotan. “Udah tenang?” Satria hanya terpejam dengan napas yang sudah mulai teratur. “Abang rindu sama Kak Nilna?” Samira bertanya. Gadis itu jelas mendengar apa yang digumamkan oleh kakaknya. Satria mengangguk. “Temukan Kak Nilna-mu, Ra. Abang ingin berlutut minta maaf ke dia.” “Insyaallah aku akan berusaha mencarinya. Abang fokus saja untuk pengobatan. Semangatlah sembuh demi Kak Nilna kalau Abang beneran menyesal pernah melukainya.” “Ra, maaf kalau nanti Abang akan sangat merepotkan.” “Kita
last updateLast Updated : 2023-04-22
Read more

Bab 80. Kedatangan Mertua

Dari postingan Lukman, Zia ganti men-scrool beranda Anggi dan menemukan postingan serupa yang intinya merindukan dirinya, berharap Zia lekas diketemukan. Di postingan itu, kadang ada inisial dirinya, kadang tidak. Namun, Zia tahu itu untuknya.[Alhamdulilah, akhirnya menemukan titik terang.] Itulah postingan terakhir Anggi dan setelah itu tidak ada postingan lagi.“Kamu oke, Na?” tanya Yuli sambil mengelus lengan Zia saat mengetahui wanita itu menangis.“Aku oke, Mbak. Hanya sedikit terharu saat ada orang yang masih khawatir denganku. Di antara beberapa orang yang tidak suka, setidaknya ada dua orang yang cukup peduli.” Zia menghapus air matanya.“Ya udah, sana kabari kalau kamu selamat dan dalam keadaan sehat.”Zia mengangguk dan mulai mengirim pesan kepada Lukman.“Assalamualaikum. Mas Lukman, ini aku Nilna Fauziah. Tolong sampein ke Anggi aku mencari dan butuh bantuannya. Tolong suruh hubungi akun Faceb**k atau Mess**er akun ini. Aku butuh berkas pentingku buat ngurus akte anakku.”
last updateLast Updated : 2023-04-23
Read more
PREV
1
...
678910
...
14
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status