Semua Bab Sepiring Talak di Pagi Hari: Bab 51 - Bab 60

131 Bab

Bab 51. Lakukan Satu Hal Penting

“A-apa? Pendarahan?” Faruq memastikan. Setelah kehilangan banyak darah dari luka tu*sukan, sekarang pendarahan? Faruq benar-benar iba dengan wanita asing itu. “Iya. Sekarang kami sangat butuh transfusi darah untuk pasien. Mana, Pak?” tanya perawat itu lagi. “Ini, Sus. Dia saudara saya, kebetulan darahnya sama dengan Mrs. X.” Latifa menyahut. Ia berjalan cepat menghampiri Faruq dan perawat tersebut. Latifa menunjuk Alfian. “Baiklah, mari ikut saya, Pak. Kami membutuhkan darah Bapak sekarang juga.” Alfian mengangguk. Ia berjalan cepat di belakang perawat untuk melakukan donor darah. Faruq terduduk di kursi. Entah mengapa, ia merasa gagal menyelamatkan nyawa seseorang. “Kalau dia dan anaknya tidak selamat, maaf, ya, Bu. Sebab saya sudah merepotkan Ibu dan teman-teman,” ujar Faruq. “Ish, jangan bilang gitu, Pak. Kita juga tenaga medis. Membantu orang adalah kewajiban kita, menyelamatkan nyawa orang semampunya adalah tugas kita. Lagian, kenapa Bapak bilang merepotkan?” “Saya yang me
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-03-29
Baca selengkapnya

Bab 52. Buang Saja

Faruq menunggu dengan harap-harap cemas di ruangan Dokter Ardi. Sementara rekannya itu masih berada di kamar mandi setelah menyambutnya tadi.Beberapa saat kemudian, dokter muda itu kembali.“Saya harus melakukan apa memangnya, Dok?” tanya Faruq langsung setelah Ardi masuk ruangan.Ardi hanya tersenyum simpul.“Sabar, Brother. Kita jarang ketemu, sekali ketemu bolehlah kita ngobrol dulu."Faruq hanya menggeleng, ikut tersenyum.“Wanita yang kamu temukan itu wanita ajaib menurut saya.” Ardi mengambil cangkir. Ia menuangkan kopi dan gula, kemudian menyeduhnya dengan air panas dari termos kecil. Diberikan satu untuk Faruq, satu untuknya sendiri."Terima kasih. Ajaib? Maksudnya?"Faruq menerima sambil menunggu perkataan Ardi selanjutnya.“Saya berkata demikian sebab kamu harus tahu karena kamu yang bertanggung jawab atas dia."Ardi mengambil napas sebelum melanjutkan. "Saat dioperasi, banyak sekali drama. Wanita itu sempat mengalami henti jantung saat bayi belum dikeluarkan. Setelah berji
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-03-29
Baca selengkapnya

Bab 53. Serahkan Semuanya

“Apa? Ibu anfal?” teriak Satria setelah mendengar kabar dari sang adik.“Kemarilah sekarang kalau Abang masih nganggap ibu orang tua. Tapi kalau hati Abang udah nggak peduli, terserah mau apa.” Samira pun mengakhiri panggilan.“Halo, Ra. Ibu di rumah sakit mana?” Pertanyaan Satria sudah tidak mendapatkan respons. Pria itu lantas mengirim pesan kepada sang adik agar mengirim shareloc.Tergesa-gesa Satria mengambil kunci mobilnya di atas nakas. Setelah kunci di tangan, ia lekas melangkah. Namun, langkahnya terhenti karena Rosa mencekal tangannya.“Mau ke mana, Bang?” tanya Rosa parau.“Ibu sakit. Aku harus pergi sekarang.”“Bukankah Ibu emang sakit? Di sini ajalah, Bang. Temeni aku tidur.” Rosa terus merengek.Satria menepis kasar tangan Rosa.“Gara-gara kamu mematikan ponselku, Samira sampai nggak bisa menghubungiku,” desis Satria.“Kok, Abang jadi nyalahin aku? Aku lakuin itu biar kita bisa nikmati waktu berdua. Kalau ibumu sakit, ada Samira yang bisa ngurus, 'kan? Lalu masalahnya di
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-03-30
Baca selengkapnya

Bab 54. Jatuh Tertimpa Tangga

“Apa-apaan ini?” teriak Satria saat mengetahui pemuda itu ternyata bukan orang yang tepat dimintai tolong. Bukan menolong, malah menodong. "Angkat tangan!" bentak pemuda itu sambil menempelkan pisau tepat di leher Satria. Sedikit saja Satria bergerak, mata pisau siap membuka jalan darah menetes. Satria menurut. Ia mengangkat kedua tangan. “Cepat serahkan barang berhargamu atau nyawamu melayang!” bentak pemuda itu lagi. “Saya akan melaporkanmu ke polisi kalau sampai berani macam-macam!” desis Satria. “Iya kalau kamu masih hidup. Kalau sudah mati? Kamu bisa apa?” Pisau makin menempel dengan leher Satria. Beberapa saat kemudian, teman-teman pemuda tadi datang. Mereka mengepung Satria. “Serahkan cepat atau nyawamu melayang cuma-cuma di tangan kami!” gertak mereka. Sudah jatuh, tertimpa tangga. Satria mulai ketakutan. Pria itu mengambil dompet dan ponsel dari saku, lantas menyerahkan kepada mereka. Lebih baik kehilangan harta daripada kehilangan nyawa. Salah satu pemuda mencekal pe
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-03-30
Baca selengkapnya

Bab 55. Kecewa Sama Abang

“Beliau meninggal dunia, Pak.” Suara perawat itu laksana desing peluru yang terdengar berulang-ulang di telinga Satria. Peluru yang mengoyak telinga, menembus dada dan sejenak menghentikan dunianya untuk sesaat. “Jangan bercanda, Sus!” bentak Satria. “Pak, kami tidak pernah bercanda untuk urusan kesehatan apalagi nyawa! Silakan hubungi keluarga Bapak untuk memastikan kalau tidak percaya!” Petugas itu geram. Satria antara percaya dan tidak percaya dengan apa yang didengar. “Meninggal dunia?” Satria mengulang pertanyaan. Petugas hanya mengangguk. Bahu Satria terkulai. Ia berjalan gontai menuju kursi dan terduduk di sana. Pria itu lantas menyugar rambut frustrasi. Bibir pria itu terus bergumam kata ‘meninggal.’ “Ibu,” ujarnya lirih. Untuk beberapa saat, Satria merasa linglung. Kakinya terlalu lemas digunakan berjalan atau berlari pulang. Tubuh yang sakit semua, ditambah kabar yang membuat sebak di dada, membuatnya kehilangan kekuatan. Terengah-engah pria itu mencoba mengumpulkan t
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-03-31
Baca selengkapnya

Bab 56. Anak Durhaka

Bahu Samira naik-turun menahan amarah. Tangannya mengepal kuat. Gadis itu lalu bangkit dan menatap kakak iparnya tajam.“Ngomong apa barusan? Coba ulangi lagi,” desis Samira.“Kamu nggak becus jaga ibu. Harusnya kamu bisa bertindak cepat. Bawa ke rumah sakit, kek. Kasihan ibu akhirnya meninggal. Ibu!” ujar Rosa drama sambil menangis buaya. Ia duduk di samping jasad sang ibu mertua.“Oh, kalau aku nggak becus, berarti Kak Rosa sama. Kakak juga nggak becus jaga mama Kakak sendiri. Kakak biarin malaikat maut nyabut nyawanya. Dasar anak nggak guna,” sindir Samira.Rosa meradang. Ia lalu berdiri di hadapan Samira tepat.“Beda. Mamaku meninggal karena memang waktunya. Dia juga koma. Kalau ibu, meninggal karena tekanan batin mikirin kelakuan mantan menantunya. Eh, udah gitu anak gadisnya kurang gercep bawa ke rumah sakit. Adudududu.”Tangan Samira terangkat cepat dan hendak dilayangkan ke pipi Rosa. Namun, keburu dicekal oleh Satria sebelum mendarat di pipi mulus Rosa.Samira memandang sang
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-04-01
Baca selengkapnya

Bab 57. Jangan-Jangan?

“A-apa! Kamu menalakku, Bang?”Satria masih menatap tajam tepat di mata sang istri. “Ya, aku sudah menyerah dengan pernikahan kita. Aku sudah tidak bisa lagi membuatmu menjadi istri, menantu, dan kakak ipar yang baik. Aku gagal membimbingmu.”“Aku salah apa lagi, hah?”Satria mencekal pergelangan tangan sang istri dan berjalan cepat. Ia tidak mau bertengkar di samping jenazah ibunya. Mau tidak mau, Rosa mengimbangi langkah lebar Satria dengan kesusahan. Dengan sedikit menyeret, Satria membawa istrinya itu ke teras belakang. Begitu tiba, tubuh Rosa disentak lumayan kuat hingga wanita itu hampir saja terjatuh.“Kamu selalu bertanya apa salahmu. Sekarang aku kasih tahu. Kamu tidak bisa mengurusku, ibuku, dan adikku. Kamu egois, tidak punya empati, wanita ular dan yang terakhir, kamu pembun*h! Kamu telah membunuh ibuku!” bentak Satria.“Bang, aku bukan pembantu yang berkewajiban ngurus kalian! Dan aku bukan pemb*nuh. Salahkan adikmu sendiri yang manja, nggak becus nyelametin ibunya!”Tang
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-04-01
Baca selengkapnya

Bab 58. Tumbang

“Apa benar yang dipikirkan Mak Umi?” Satria membatin. “Mak, untuk saat ini ibu lebih utama. Saya akan mengesampingkan sejenak masalah Rosa. Tolong Mak urus dia dulu, ya. Nanti kalo sudah selesai, baru saya temui dia. Saya mau mengantar ibu ke peristirahatan terakhirnya dulu,” pinta Satria kepada Umi. Pikirannya benar-benar dipenuhi masalah. “Baik, Mas.” Satria berbalik, namun urung melangkah sebab suara Umi kembali menginterupsi. “Mas kenapa bisa babak-belur seperti ini? Mau Mak obati dulu?” Satria kembali memandang Umi seraya menggeleng. “Terima kasih, Mak. Nggak perlu. Luka ini nggak sebanding dengan luka kehilangan ibu.” Ada getar kesedihan mendalam dalam tutur itu. Umi bisa merasakannya. Sementara Satria terenyuh. Bahkan adik dan istrinya tidak bertanya perihal lebam itu. Justru orang lain yang peduli. Satria kembali membaur dengan pelayat yang siap membawa Maya ke tempat peristirahatan terakhir. Hanya menunggu rumah masa depan selesai digali. “Abaaang!” Lengkingan suara te
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-04-02
Baca selengkapnya

Bab 59. Surat Panggilan

Satria mengerjap saat merasakan keningnya terasa hangat. Perlahan, ia membuka mata dan meraba dahi. Ada handuk yang menempel di sana.Beberapa saat kemudian, seorang wanita masuk membawa nampan yang berisi makanan.“Ra.” Satria memanggil. Samira tidak menyahut. Ia membantu sang kakak duduk meski tidak sedikit pun mulutnya bersuara.Sedikit demi sedikit, Samira menyuapi sang kakak. Satria menurut meski ia sedikit memicing dengan kelakuan adiknya. Semarah apa pun, Samira tetap peduli. Demam pria itu masih sangat tinggi.“Kamu yang gantiin baju Abang?” tanya Satria. Ia ingat, terakhir ia masih memakai baju koko dan pulang hujan-hujanan dari makam. Sementara sekarang bajunya sudah ganti.Samira tetap diam.Bukan Samira yang melakukannya, tetapi ia meminta tolong seorang pria sedang melayat sekaligus orang yang ikut membopong Satria menuju kamar. Baju basah Satria diganti dengan sarung dan kaus oblong yang kering.“Ra, jangan diam terus. Abang minta maaf.” Satria terus mengoceh sambil meng
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-04-02
Baca selengkapnya

Bab 60. Identitas Baru

Bibir Satria tertarik sebelah setelah mendengar perkataan wanita berambut panjang tersebut. “Lebih baik aku membus*k di penjara daripada harus memenuhi permintaanmu." Satria menantang. Ia melipat kedua tangannya di dada. Sementara surat panggilan dari polisi ada di tangan kanan. “Padahal syaratnya sangat mudah. Urungkan niat Abang menceraikanku dan aku akan mencabut laporan.” “Kali ini kamu nggak akan bisa mempengaruhiku lagi. Aku sudah mati rasa sama kamu. Apa pun yang terjadi, kita akan tetap pisah.” Rosa yang biasanya dikejar-kejar Satria, kini berbalik mengejar. Bukan tanpa alasan Rosa melakukan itu. Ia berkaca pada mamanya. Meskipun hidup bergelimang harta, ia sering melihat sang mama melamun. “Nggak apa-apa kesepian. Asal harta kita banyak.” Meskipun kalimat itu sering terucap dari mamanya, Rosa tahu ada getir kesepian di sana. Rosa juga tidak ingin, anak yang kini ada di rahimnya tumbuh menjadi anak yang haus kasih sayang seorang papa seperti dirinya. Papanya hanya datang
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-04-03
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
14
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status