Home / Thriller / Mayat di Balik Plafon / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Mayat di Balik Plafon: Chapter 81 - Chapter 90

142 Chapters

81. Kejutan

“Eh, Abbiyya! Lo belum tidur jam juga segini?” tanya Rafa sambil mulai menata kembali raut mukanya yang sebelumnya kesal tadi. Abbiyya sedikit menyunggingkan senyuman di wajahnya lalu melirik ke gagang pintu yang beberapa menit lalu serasa hendak dipatahkan oleh Rafa. “Gue kebangun, mau ke dapur ambil minum. Lo baru balik, Raf?” Abbiyya mulai memandang Rafa dengan tatapan datar yang sebenarnya cukup mengintimidasi. “Ohh, gitu! Ehm, iya gue baru balik! Ini, gue cuma mau kasih titipannya Chaaya! Udah gue bilang jangan dikunci biar gue bisa langsung taruh titipan dia di kamarnya! Eh, tetap aja dikunci! Ya udah, gue ke kamar dulu ya! Capek banget!” papar Rafa dengan kecepatan yang lumayan tinggi sambil beberapa kali mulutnya itu terserempet. “Okey! Selamat malam, Rafa!” pekik Abbiyya lalu memandang Rafa yang semakin jauh meninggalkan depan kamar Adhisti lalu menghilang masuk ke dalam kamarnya. Abbiyya sebentar melirik ke pintu kamar Adhisti lalu sedikit menyeringai sebelum akhirnya b
last updateLast Updated : 2023-04-11
Read more

82. Melanggar Privasi

Rafa semakin mendekati Adhisti dan membuat gadis itu tak bisa berkutik selain memejamkan matanya dan semakin menutup tubuhnya erat sebisa tangannya itu. Rafa kini menjatuhkan kedua cengkeramannya pada lengan tangan Adhisti yang tak berlapis kain itu. “Masuk ke dalam! Gue ambilin baju lo!” sergah Rafa lalu membalik tubuh Adhisti dan sedikit mendorong Adhisti agar kembali masuk ke toilet. Adhisti segera menghambur masuk ke toilet lalu menutup pintunya. Napasnya terlihat amat terengah, jantungnya berdebar amat kencang. Bahkan saat ia baru selesai mengguyur tubuhnya dengan air dingin, kini ia malah bermandikan peluh keringat. Tak lama setelahnya, tanpa permisi pula, Rafa membuka pintu itu dan memasukkan tangannya yang memberikan satu set pakaian lengkap untuk Adhisti. “Kalau gerah mandi lagi aja sana! Gue tunggu lo di ranjang!” pekik Rafa. Adhisti yang segera mengambil pakaian itu dengan segera pula menutup pintu. Ia masih terdiam dan mengusap wajahnya tak karuan “Rafa gila atau gi
last updateLast Updated : 2023-04-11
Read more

83. Hilang Kesadaran

“Bang sakit!!” rintih Adhisti berusaha melepaskan dirinya dari Rafa. Seperti sebelumnya, saat tak ada angin apapun yang berembus, tiba-tiba Rafa bangkit dari tubuh Adhisti dan menyeka wajahnya sebentar sementara matanya menangkap Adhisti yang menangis sambil meringkuk. Tak ada sepatah kata pun yang terucap, pria itu kini malah segera pergi dari kamar Adhisti dan menutup pintu kamar gadis itu dengan kasar. Adhisti kini hanya bisa terus menangis sambil memegangi wajahnya yang terasa sakit. Tubuhnya bergetar hebat seperti seorang yang terserang penyakit demam. “Abah,” lirih Adhisti masih terus terisak. “Bang Rafa kenapa? Sakit,” lirih Adhisti semakin meringkukkan tubuhnya di atas ranjang itu. Tak pernah ada dalam hidupnya bahwa Rafa akan melakukan semua itu padanya. Entah setan apa yang telah menguasai Rafa beberapa menit lalu tapi yang terjadi, Rafa benar-benar menggoyahkan kepercayaan Adhisti sekarang ini. Adhisti yang masih terus meringkuk dan menangis bahkan sampai tak sadar s
last updateLast Updated : 2023-04-11
Read more

84. Pria Penenang

Abbiyya memandangi wajah Adhisti sambil bersimpuh di lantai sebelah ranjang gadis itu. Adhisti masih saja memejamkan matanya dengan napas yang berdesir tipis. Abbiyya terus memikirkan apa yang semalam terjadi pada gadis itu hingga mesti dalam keadaan tak sadarkan diri dan mata sembab. Mata Abbiyya tiba-tiba menipis saat melihat ada beberapa tanda lain di leher dan dagu Adhisti. Ia bahkan hingga bangkit dam mendekatkan matanya pada wajah gadis itu untuk semakin memeriksanya. “Tanda ini, kenapa seperti? Astaga! Nggak mungkin? Mana mungkin? Semalam gue yakin dengan pasti udah kunci kamar Adhisti. Nggak mungkin ada pria lain yang bisa masuk. Tapi tanda ini, kenapa sangat mirip dengan korban-korban pelecehan di luar sana?” gumam Abbiyya. Abbiyya tampak berdiri sambil merogoh ponsel di saku celana kanannya. Pria itu berjalan sedikit menjauh dari ranjang Adhisti bersamaan dengan ponsel yang terhubung panggilan suara dengan Dokter Septi. [“Selamat siang, Pak Abbiyya? Apa ada perkembangan
last updateLast Updated : 2023-04-12
Read more

85. Pria Seribu Tipu

“Kalau gue merasa jijik karena hal itu, gue udah pergi sejak gue tahu Rio selalu goda lo, Dhis! Gue nggak bakal bertahan selama ini untuk deket sama lo!” sahut Abbiyya. Adhisti masih terdiam berusaha memahami semua penuturan Abbiyya barusan. “Semua terjadi di luar kendali kita. Mau sebaik apa kita menjaga diri dengan menutup semua tubuh, kalau pelakunya sudah bertekad, mungkin itu akan tetap terjadi. Lo korban, Dhis! Dan gue tahu itu. Gue tahu lo pun nggak nyaman ada di posisi ini. Kadi siapa gue yang berhal menilai lo padahal lo yang merasakan semua pedihnya?” papar Abbiyya. “Thanks, Biy! Sekarang gue rasa cuma lo satu-satunya orang yang bisa gue percaya. Gue harap lo selalu ada sama gue, jangan tinggalin gue,” lirih Adhisti mendongakkan kepalanya menatao Abbiyya yang kala itu juga masih menatapnya. “Gue juga mengharapkan hal yang sama, Dhis! Gue harap setelah lo tahu sebuah kenyataan itu lo nggak bakal pergi,” batin Abbiyya. “Lo istirahat dulu ya, Dhis! Gue ambilin makanan sama
last updateLast Updated : 2023-04-12
Read more

86. Ampunan Untuknya?

Dengan sedikit tekanan Rafa akhirnya melepas tangannya dari gagang pintu itu dan membiarkan pintu kamar Adhisti terbuka lebar. Keduanya kini duduk di atas ranjang dengan jarak yang cukup nyata ada di antara keduanya. Adhisti masih terdiam dan menatap lurus ke depan. Sementara itu, Ra memiringkan tubuhnya dan menatap Adhisti lekat. “Gue tahu gue salah, Chaay! Gue tahu apa yang gue lakuin pagi tadi itu sama sekali nggak bisa dibenarkan. Bahkan yang gue lakuin mungkin lebih parah dari apa yang Rio lakuin ke lo!” Rafa sedikit menundukkan pandangannya. “Gue tahu lo nggak bisa maafin Rio, apalagi gue dengan semua yang terjadi pagi tadi. Tapi kalau bisa, maafin gue, Chaay! Gue nggak tahu apa yang terjadi sama gue pagi tadi,” “Tapi semua penolakan lo ke gue..,” “Jangan bilang soal penolakan, Bang!” sergah Adhisti langsung memotong perkataan Rafa dengan menatap tajam kakaknya itu. “Abang nggak mau disamaain kaya Rio ‘kan, Bang! Jadi nggak usah pakai tagline Rio untuk membenarkan semuanya
last updateLast Updated : 2023-04-12
Read more

87. Canggung

Sementara itu, Abbiyya tampak kembali ke kamar Adhisti dan berdiri di ambang pintu. Seperti yang ia janjikan, ia akan menunggu Adhisti hingga pembicaraan dengan sang kakak itu berakhir. “Semuanya aman, Dhis?” tanya Abbiyya tanpa melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar Adhisti. Adhisti mengangguk sambil sebentar memejamkan matanya. Gadis itu tampak bangkit dari ranjang lalu berjalan menuju ambang pintu kamarnya sendiri. “Aman kok, Biy! Gue harap Rafa beneran menyesal. Thanks ya udah tungguin gue. Lo bisa balik ke kamar lo, kok!” pekik Adhisti sambil sedikit tersenyum. “Okey, jangan lupa kunci pintunya ya, Dhis! Kuncinya selalu ada di dalam ruangan lo kok! Dan, sebenernya semalem gue yang kunci kamar lo. Sorry karena nggak bilang ke lo!” pekik Abbiyya. “Hah? Lo? Jadi lo kemarin masuk ke kamar gue dan selimutin gue?!” sergah Adhisti. “Eh, Dhis! Jangan salah paham dulu! Gue berani sumpah! Gue cuma masuk ke kamar lo buat mindah baki, kasih lo selimut, taruh kunci di balik pintu ter
last updateLast Updated : 2023-04-13
Read more

88. Luka Baru

Makan pagi selesai, Abbiyya tampak menarik napasnya dan melirik ke arah Adhisti sebelum akhirnya bangkit dari meja makan. “Gue berangkat dulu, ya! Kalian kalau butuh apa-apa bisa panggil pelayan di sini. Mereka bakal kasih apa yang kalian butuhkan kok! Jangan sungkan minta tolong mereka, ya! Dan mm, kalau ada sesuatu yang urgent dan kalian berdua butuh gue, bisa coba telepon!” pekik Abbiyya di kalimat akhirnya menoleh Adhisti. Gadis itu yang merasa kian dispesialkan oleh Abbiyya tampak tersenyum dan mengangguk. “Thanks, Biy!” pekik Adhisti lalu mendapat balasan senyuman dari Abbiyya. “Okey, gue cabut ya Dhis! Raf!” pekik Abbiyya menoleh memandang keduanya bergantian. Baru saja Abbiyya keluar dari pintu utama rumah itu, Adhisti dengan segera tampak ingin meninggalkan meja makan. Namun sayangnya, kakinya tersandung meja hingga membuatnya terjatuh ke bawah dengan posisi yang cukup menyakitkan. Rafa dengan segera bangkit dari kursinya dan menghampiri Adhisti. “Chaay!” pekik Rafa l
last updateLast Updated : 2023-04-13
Read more

89. Sisi Lain Rumah Abbiyya

“Jangan gitu lagi, Bang! Gue mau Rafa yang dulu, gue nggak mau lo kaya kemarin, gue mau lo yang sayang sama gue tanpa syarat! Gue mau lo yang jadi kakak gue bukan pria asing yang bikin gue takut,” rengek Adhisti dalam dekapan Rafa itu. “Gue bakal lakuin itu buat lo, Chaay! Gue bakal balikin semuanya yang gue rusak kemarin. Gue bakal berusaha bikin hubungan kita balik kaya dulu lagi,” lirih Rafa sambil sedikit mengelus rambut Adhisti. Adhisti melepaskan dirinya dari Rafa. Gadis itu sebentar mengusap air matanya sebelum menatap sang kakak dengan lekat. “Janji? Lo nggak bakal ulangi kejadian kemarin lagi ‘kan, Bang?” Adhisti menunjukkan jari kelingkingnya pada Rafa. “Gue janji, Chaay!” Dengan segera Rafa menautkan kelingkingnya bersatu dengan milik sang adik. Dan mungkin dengan hal itu, mereka berdua akan membuka lembaran baru yang berbeda dengan lembar sebelumnya. Harapan antar keduanya memang terlihat sama, untuk mengembalikan hubungan kakak adik yang ada pada keduanya. Namun, ki
last updateLast Updated : 2023-04-13
Read more

90. Panel Film

Perkataan sang pelayan bukannya membuat Adhisti merasa tenang dan melupakan tentang ruangan bertuliskan Melody itu tetapi malah kian membuatnya penasaran.Adhisti berjalan sambil sesekali menoleh ke belakang, tak mungkin bagi seorang Adhisti meninggalkan begitu saja apa yang menurutnya janggal seperti kamar itu.“Gue mesti balik ke sama lagi. Kalau bisa gue masuk ke dalam!” pekik Adhisti dalam hatinya itu sambil sedikit melirik ke arah sang pelayan yang juga terus berjalan.“Lebih baik anda menunggu di kamar anda atau di bawah saja, Nona! Apa anda ingin saya membawakan roti atau camilan lain?” tanya sang pelayan itu saat mereka telah tiba di pintu kamar Adhisti.“Ehm, di sini saja. Jika kalian mempunyai sesuatu yang boleh diberikan padaku tak apa, aku akan menerimanya dengan baik!” sahut Adhisti sedikit menyindir sang pelayan itu.“Baik, Nona! Bibi Taresia akan membawakan hidangan camilan hari ini kepada anda beberapa menit lagi!” pekik sang pelayan.“Bibi Taresia? Siapa dia? Kupikir
last updateLast Updated : 2023-04-14
Read more
PREV
1
...
7891011
...
15
DMCA.com Protection Status