Home / Thriller / Mayat di Balik Plafon / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of Mayat di Balik Plafon: Chapter 91 - Chapter 100

142 Chapters

91. Rahasia Sang Tuan

“Bibi udah dari tadi berdiri di situ? Ke-kenapa nggak masuk saja?” tanya Adhisti sedikit canggung sembari langsung menutup layar laptop dan mematikan teleponnya dengan Guntur sebelum sang bos kembali berucap hal rahasia. “Baru saja kok, Non! Saya hanya ingin mengantarkan makanan ini untuk, Nona! Selamat menikmati, ya!” pekik sang Bibi itu sembari menurunkan sebuah kotak berisi dessert box yang tampak menggugah selera. “Wahh, terima kasih! Ehm, Bi! Tadi pelayan yang satunya bilang kalau yang mengantar bernama Bibi Taresia. Apa itu anda?” tanya Adhisti sedikit ragu. “Benar sekali, Nona! Jika anda memiliki keluhan atau keinginan tentang makanan dan dapur, anda bisa memanggil saya. Itu bagian dan ranah saya!” pekik Taresia sambil sedikit menunduk hirmat. “Ohh, ehm! Bi!” pekik Adhisti lagi kini menatap sang pelayan dapur itu sedikit canggung. “Iya, Nona? Ada yang bisa saya lakukan lagi untuk anda? Katakan saya, Tuan Abbiyya telah menitahkan saya untuk memberi saya semua yang anda butu
last updateLast Updated : 2023-04-14
Read more

92. Amarah Tuan Abbiyya

“Dari mana dia mengetahuinya?! Apakah ada di antara kalian yang membuka rahasia itu?! Saya sudah bilang untuk merahasiakannya bukan!?”Abbiyya tampak menggebrak meja kerjanya dengan penuh api amarah. [“Saya tak mengatakan apa pun, Tuan! Tiba-tiba saja Nona bertanya apakah Tuan pernah mengajak gadis lain ke sana. Saya tak mungkin berbohong tuan. Karena adanya pertanyaan itu pasti karena dia telah mengetahui sesuatu. Akan sangat berbahaya lagi jika saya berdusta.”] “Tapi kenapa bisa dia tiba-tiba menanyakan hal itu!? Apa yang baru dia lakukan?!” [“Saya tak tahu, Tuan. Tapi saya mendapat info bahwa Nona Adhisti menginginkan makanan dari pelayan keamanan. Mungkin dia yang tahu apa yang terjadi sebelumnya, Tuan!”] Suara Taresia kini semakin pelan dan khawatir jika tuannya itu akan mengamuk. “Baiklah, saya akan menghubungi bagian keamanan! Dan ingat ya, Bi! Itu adalah rahasia yang mesti ditutup rapat! Tak boleh ada yang tahu termasuk Adhisti! Anda tahu bukan jika ini terbongkar apa yang
last updateLast Updated : 2023-04-14
Read more

93. Lenyapnya Sky Corporation

“Duhh, kenapa Abbiyya tiba-tiba ngajak makan begini? Bukannya kemarin gue udah bilang untuk selesaiin masalah gue dan Rafa sendiri? Nah, kenapa sekarang dia jadi mau nyelesaiin gini?” gumam Adhisti sembari menatap pesan yang Adhisti kirimkan itu. “Ya sebenarnya gue selalu mau diajak makan malam, tapi kalau nanti makan malam, gimana gue bisa ngambil panel film pesanan si Guntur? Kalau gue telat bisa-bisa dibatalin lagi!” Adhisti merebahkan punggungnya ke sandaran kursi. “Hufft! Mending gue tolak dulu aja deh ajakan si Abbiyya! Kalau makan bareng sama dia ‘kan bisa kapan aja!” imbuhnya. Kini Adhisti meraih ponselnya itu lalu mengetikkan pesan jawaban untuk Abbiyya. [Sorry banget nih, Biy! Tapi kayanya kali ini gue mesti tolak ajakan lo, deh! Gue ada janji sama yang lain!] tulis Adhisti sembari menarik napas dalam sebelum mengirimkannya. “Eh, tapi, kenapa gue nggak ngajak Abbiyya buat ambil panelnya aja, ya? Dia ‘kan tahu rahasia gue, nah kalau sama dia siapa tahu lebih akan ‘kan ya
last updateLast Updated : 2023-04-15
Read more

94. Kekasih Gelap Sang Pengedar

Tak ingin mengambil risiko dengan salah menjawab siapa sebenarnya dirinya dan apa hubungannya dengan Guntur, akhirnya Adhisti memutuskan untuk mematikan telepon itu seketika. “Mampush! Guntur gimana, sih! Kenapa coba ponselnya sampe dipegang istrinya gitu! Udah tahu gue sering hubungi dia lewat nomor ini, kenapa nggak di simpen aja nomernya!” omel Adhisti sembari meletakkan ponselnya ke meja dengan sedikit hentakan. Sementara itu, di salah satu vila daerah wisata, Guntur tampak baru saja keluar dari toilet dan mengeringkan rambutnya dengan handuk. Pria itu tampak sedikit sumringah dan hendak mengatakan sesuatu pada istrinya yang tentu ada di ruangan tersebut, namun sang istri yang kala itu mengenakan gaun berwarna putih duduk menatapnya tajam di atas ranjang. “Hey, kenapa badmood seperti ini, Cantik? Apa aku terlalu kama menggunakan toilet, hmm? Kau mesti mengantri! Kita sudah setuju jika aku dulu yang menggunakannya bukan?” tutur Guntur sembari berjalan ke arah sang istri. Istri
last updateLast Updated : 2023-04-15
Read more

95. Undangan

Adhisti tampak berbaring di ranjangnya dengan membentangkan kedua tangannya ke samping kiri dan kanan. Dirinya merasa kalut dam khawatir jika teleponnya tadi membuat masalah besar dalam kehidupan pernikahan Guntur. Ia hanya bisa menunggu Guntur menghubunginya saja sebelum ia menghubunginya kembali. “Duh, bodoh! Kenapa juga tadi gue paksa telepon si Guntur! Mana si istrinya yang angkat! Aduh, suaranya malah langsung marah! Gue yakin sekarang si Guntur lagi dicincang sama istrinya itu! Astaga, bisa mati gue kalau Guntur sama istrinya kenapa-napa!” Baru saja mulut gadis itu mengatup, tiba-tiba ponselnya berdering. Segera ia meraih benda pipih itu dari atas meja. “Nomor tak dikenal? Nomor siapa lagi ini?! Jangan-jangan tukang tipu atau pinjol—pinjaman online, lagi! Dih males!” pekik Adhisti dan membiarkan telepon itu terus berdering bahkan hingga 4 kali banyaknya. “Kekeh juga ya si pinjol ini! Gak tahu apa kalau gak diangkat berarti gak butuh!” umpatnya sambil memandang ponselnya ber
last updateLast Updated : 2023-04-15
Read more

96. Perkara Pewarna Bibir

“Iya, Biy! Makan malam! Ehm, please mau, yah! Nanti gue jelasin, deh! Tapi lo mesti ikut dulu ya! Jam sembilan lo udah balik ‘kan?” tanya Adhisti. Abbiyya tampak tak langsung menjawab ajakan Adhisti itu. Sepertinya pria itu cukup bingung dengan apa yang terjadi. Beberapa menit lalu, sang pembantu memberitahunya jika Adhisti memiliki janji dengan seorang pria beristri dan karenanyalah Adhisti menolak ajakan makan malam Abbiyya. Namun sekarang? Bahkan gadis itu yang mengajak Abbiyya untuk makan malam hanya bersamanya. “Biy? Lo nggak bisa, ya?” tanya Adhisti kini tampak memejamkan matanya sambil mencengkeram erat selimut. [“Bisa, gue balik jam tujuh malam hari ini, dua jam cukup buat siap-siap kok! Atau mau gue minta para pelayan yang masakin makanannya aja?”] tanya Abbiyya membuat Adhisti sedikit bernapas lega. “Bukan! Bukan di rumah lo, Biy! Tapi di sesuatu tempat! Villa puncak! Kita mesti berangkat pukul delapan malam! Please,” bujuk Adhisti lagi kini menggigit bibirnya. [“Dhis,
last updateLast Updated : 2023-04-16
Read more

97. Parfum yang Memikat

“Lo hapus atau gue yang hapusin?!” sergah Rada kini menyodorkan dua helai tisu itu pada sang adik sambil sedikit kesal akhirnya Adhisti menarik dua helai tisu itu dari tangan Rafa dan langsung menyapu kasar ke bibirnya. “Apaan sih! Udik banget! Gue udah gede kali! Ngapain juga dilarang-larang! Lagian ini bukan pewarna bibir yang merah kek buah naga kali!” omel Adhisti. “Lo mau pakai? Kalau gitu perginya sama gue!” sergah Rafa. “Mana bisa! Gue udah janji sama Abbiyya! Lagi pula drama ini gak bakal jalan kalau sama lo, Bang!” sergah Adhisti manyun. “Ya udah! Nurut aja! Lagian cuma drama aja ngapain pakai totalitas pakai gituan segala?! Mau narik si Abbiyya biar terpikat beneran sama lo!?” sergah Rafa benar-benar tampak seperti seorang abang yang tengah mengomel adiknya karena pulang makam dengan seorang pria asing. “Bodo!” sergah Adhisti. “Nanti malem balik jam berapa?!” sergah Rafa kini duduk di sofa sambil masih memandang Adiknya yang mengusap bibirnya itu pelan. “Gak tahu! Ber
last updateLast Updated : 2023-04-16
Read more

98. Savage

“Ohh, baguslah jika kau telah memiliki kekasih! Jadi tak perlu mengganggu hubungan orang lain, ya!” sindir Camel langsung mendapat bisikan ketus dari Guntur. “Baiklah, saya tahu anda belum tahu siapa nama saya. Jadi perkenalkan saya Camel, istri sah dan istri satu-satunya Guntur!” tutur Camel langsung membuat Adhisti sedikit bergidik ngeri. “Cih, udik banget! Siapa juga yang mau nyolong Guntur! Lo pikir tipe gue kaya Guntur gitu? Cih muntah duluan gue!” batin Adhisti. “Ehm saya kira cukup sampai di sini saja, ya! Maro kita masuk dan segera makan!” pekik Guntur lalu langsung mempersilakan Adhisti dan Abbiyya berjalan mengikutinya. Sementara Camel serta Guntur berjalan dengan saling merangkul punggung serta pinggang, Adhisti tampak memutar bola matanya malas. “Heh, apa sih rencana lo! Ngapain ngaku kalau gue pacar lo!?” bisik Abbiyya tampak kebingungan. “Aduh, Biy! Sorry banget ya! Tapi emang urgent! Lagian lo nggak ada cewek ‘kan?! Jangan sampe setelah ini gue dilabrak cewek lo!”
last updateLast Updated : 2023-04-16
Read more

99. Preman Tengah Malam

Abbiyya tampak sedikit mengerutkan dahi. Nama gang tersebut yang baru saja ia dengar merupakan nama tempat si mana Taresia menceritakan bahwa Adhisti hendak menemui pria beristri itu. “Ngapain ke sana? Ini udah tengah malam lho, Dhis! Abang lo nyariin entar!” tolak Abbiyya sambil sesekali menoleh ke arah Adhisti. “Ya karena udah tengah malam itu, Biy! Waktunya tepat! Kalau lo anter gue balik, gue tetep bakalan ke sana. Jadi lo pilih aja mau gue ke sana sendiri apa lo anter!” pekik Adhisti. “Emang mau ketemu siapa?” tanya Abbiyya. “Ada deh! Ntar juga lo tahu. Kalau gue kasih tahu sekarang ntar lo puter balik lagi!” kekeh Adhisti. Abbiyya sedikit mendengus. Tapi sebuah senyumkan sedikit muncul di balik wajah tampannya. “Ngapain gue khawatir Adhisti nyembunyiin sesuatu dari gue? Tanpa gue tanya pun dia kasih tau soal pertemuan dia itu ‘kan? Haishh, keburu emosi gue,” batin Abbiyya tatkala mengingat emosinya siang tadi saat Taresia meneleponnya. Mobil Abbiyya kini berhenti di gang
last updateLast Updated : 2023-04-17
Read more

100. RideTalk

Kedua preman tadi langsung melepaskan tubuh Adhisti dan memilih untuk kabur agar mereka tak tertangkap entah dengan alasan menggoda seorang gadis atau menjual barang untuk usaha gelap itu. Sementara Adhisti malah ikut tampak panik dan khawatir jika ia rahasianya sebagai pengedar film akan terbongkar karena adanya patroli malam di tempat tersebut. Namun, saat ia sedikit melirik ke arah mobil yang datang itu, matanya berkedip, dahinya mengerut, lalu kembali membulat. “Dasar bego! Buruan masuk!” sergah Abbiyya yang mendongakkan kepalanya keluar dari jendela mobil itu. Adhisti segera berlari dari tempatnya menuju mobil Abbiyya, namun tak lupa juga ia mengambil dompetnya yang jatuh tadi. Adhisti segera membuka pintu mobil Abbiyya dan merebahkan punggungnya ke sandaran seat mobil sambil terengah. “Hah, gue pikir polisi beneran! Udah panik gue mau ikutan lari!” sergah Adhisti sambil mengelap keringatnya. “Lah, lo pikir gue polisi gadungan?!” sergah Abbiyya kini memutar tubuhnya hingga
last updateLast Updated : 2023-04-17
Read more
PREV
1
...
89101112
...
15
DMCA.com Protection Status