Home / Thriller / Mayat di Balik Plafon / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of Mayat di Balik Plafon: Chapter 101 - Chapter 110

142 Chapters

101. Melody's Room

Kini mereka tiba kembali di halaman rumah Abbiyya. Adhisti yang masih merasa kesal atas jawaban Abbiyya sontak langsung meninggalkan Abbiyya dan masuk terlebih dahulu ke dalam rumahnya dan meninggalkan Abbiyya di kuar. “Lo nggak boleh tahu apa pun soak Melody, Dhis! Sedikit pun nggak boleh!” pekik Abbiyya lalu menyusul Adhisti ke dalam. Namun di ruang tamu, ia melihat Adhisti tengah bersalaman dengan Rafa. Gadis itu pun langsung berlari menaiki tangga saat melihat kehadiran Abbiyya di sana. “Kalian ada masalah? Kenapa kayanya Chaaya buru-buru pergi gitu?” tanya Rafa. Abbiyya tak membalas dan malah memandang Adhisti yang terus berlari ke arah kamarnya dengan menaiki tangga cepat itu. “Abbiyya? Lo ada masalah sama Chaaya? Apa yang terjadi tadi? Kenapa kalian balik malem banget?” cecar Rafa. Abbiyya kini kembali menoleh ke arah Rafa dan menarik napasnya panjang lalau menghembuskannya perlahan. “Mungkin dia marah saka istrinya Guntur? Ya, agak disindir-sindir gitu, sih! Entahlah,”
last updateLast Updated : 2023-04-17
Read more

102. Gelap dan Kotor

Adhisti yang telah memasuki ruangan itu kini mengarahkan cahaya senter ponselnya ke seisi ruangan sementara tangannya yang lain kembali menutup pintu itu. Ruangan yang gelap itu kini sedikit tersinari cahaya remang dari ponsel Adhisti. Ruangan yang berukuran sekitar 6 kali 4 meter itu tak seperti yang Adhisti bayangkan. Tempat itu amat kotor dan berantakan. Selimut yang tampak tak beraturan di atas ranjang, juga meja kerja yang tampak usai terkena angin puting beliung “Astaga, gue pikir ruangan ini bakalan bersih, rapi, dan wangi! Ternyata malah kebalikannya gini! Kenapa kamar ini dikunci tapi nggak dibersihin coba? Abbiyya ‘kan punya banyak pembantu? Kenapa nggak ada dari mereka yang berinisiatif buat bersihin nih kamar?” gumam Adhisti lalu berjalan ke arah meja kerja yang ada di sudut lain ruangan itu. Semua pigura foto yang berbalik di atas meja kini tampak menarik perhatian Adhisti. Tak tunggu lama lagi, gadis itu segera saja meraih pigura tersebut dan membaliknya. Seorang ga
last updateLast Updated : 2023-04-18
Read more

103. Abbiyya X Melody

Adhisti yang terkejut bahkan hingga berdiri dari kursinya lidahnya tercekat saat melihat Abbiyya kini telah berdiri di hadapannya dengan pandangan gelap dan tajam. Rasa takut gadis itu membuatnya sulit bernapas barang hanya meneguk salivanya sendiri. Cengkeramannya pada tepi meja kerja bahkan semakin menguat. Susah payah ia berusaha menatap lurus mata Abbiyya yang tajam itu. “Sudah selesai? Mau lanjutin dulu? Gue bakal tunggu lo sampai selesai baca kok, Dhis!” bisik Abbiyya kini mendekatkan tubuhnya ke arah Adhisti. Menangkap hawa tak enak pada Abbiyya yang semakin mendekatkan wajahnya padanya membuat Adhisti hanya bisa memejamkan mata. Keringatnya mengucur deras dari dahi hingga leher jenjangnya. “Kenapa lo tutup mata, Dhis? Lo berharap gue cium lo? Atau apa?” bisik Abbiyya langsung membuat Adhisti membuka matanya. Gadis itu segera menggeleng dan mengubah pandangannya ke arah bawah. “Nggak! Jangan lakuin itu dan rusak kepercayaan gue, Biy! Mundur! Lo terlalu dekat sama gue!” se
last updateLast Updated : 2023-04-18
Read more

104. Kematian Tanpa Laporan

“Menyesal? Kenapa?” sela Adhisti lagi. “Dia suka sama gue, Dhis! Dia mau ambil semua kesempatan yang bisa dia tarik buat terus dekat sama gue. Saat gue tahu hal itu, gue sedikit menjauh dari dia. Gue jarang samperi dia ke kamar dan tanyain dia udah makan atau belum. Gue jarang pamit kalau gue mau keluar. Dan karena hal itu dia marah,” “Dia lupa, gue abangnya bukan orang lain yang bisa dia jadiin seorang kekasih. Malam itu gue lupa kunci pintu kamar karena gue terlalu capek tugas malam.” Abbiyya menghentikan ceritanya dan menarik napas dalam. “Melody masuk ke kamar gue, dia naik ke atas ranjang dan langsung pekuk gue. Saat dia masih hendak membuka sesuatu, gue bangun. Gue marah. Gue maki dia dan dia cuma bisa nangis. Dia terus bilang kalau dia cinta dan suak sama gue. Tapi lo tahu ‘kan, Dhis! Kita saudara. Lagi pula semua perhatian gue ke dia cuma sebagai seorang abang aja! Tapi dia mungkin gue salah bawa seorang psk ke sini. Hasratnya masih sama seperti hasrat ibu. Dia buka Melody
last updateLast Updated : 2023-04-18
Read more

105. Dialog Meja Makan

“Keluar dari sini, Dhis. Balik ke kamar lo, terus tidur dan nggak usah balik ke sini lagi. Cukup lo tahu ini aja, nggak usah mengulik hal lainnya.” Abbiyya menatap Adhisti sedikit tajam sebelum akhirnya ia menunjuk pintu itu dan mengusir Adhisti dari ruangan remang itu. “Lo nggak balik?” tanya Adhisti agak sedikit takut jika kembali menyindir Abbiyya. “Bukan urusan lo. Lo balik aja sekarang sebelum gue berubah pikiran,” tukas Abbiyya tanpa memandang Adhisti. Adhisti yang merasa sedikit tak enak hati akhirnya berjalan ke arah pintu keluar ruangan itu. Sebelum ia benar-benar pergi dari sama, ia sedikit berbalik dan menyaksikan Abbiyya yang mengusap air matanya. “Sorry, Biy! Gue kira nggak akan serumit ini, sorry karena udah buka luka lama lo.” Kini Adhisti berjalan kembali ke arah kamarnya meninggalkan Abbiyya di dalam kamar Melody dengan lamunannya sendiri. Baru saja Adhisti hendak memejamkan matanya usai menarik selimut itu menutup nyaris satu tubuhnya, ponsel Adhisti tiba-tiba
last updateLast Updated : 2023-04-19
Read more

106. Sesuatu Lainnya

Usai menunggu seorang petugas kepolisian lain memanggilkan Abbiyya, petugas itu kembali dan mengantar Adhisti untuk menemui Abbiyya di ruangannya. Dengan perasaan sedikit canggung, Adhisti melangkahkan kakinya ke dalam ruangan. Meskipun ia tahu bahwa pria itu telah mengetahui kedatangannya, tetap saja ia merasa canggung dan sedikit kikuk saat Abbiyya mempersilakannya duduk di sofa. “Gue udah minta pelayan aja yang bawa makanannya, kenapa jadi lo yang repot-repot ke sini?” ujar Abbiyya kini menerima kotak bekal itu setelah duduk di sebelah Adhisti. “Gue yang nawarin. Lebih tepatnya agak maksa. Gue emang mau keluar dan gue rasa pertemuan kita yang terakhir itu agak nggak enak. Jadi gue cukup khawatir kalau lo marah sama gue. Gue nggak mau musuhan sama lo!” lirih Adhisti. Abbiyya sedikit terkekeh saat mendengar penuturan akhir Adhisti itu. Abbiyya kini malah tampak menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi, melipat kedua tangannya di depan dada sambil memandangi Adhisti. “Lo pikir
last updateLast Updated : 2023-04-19
Read more

107. Hutang

Adhisti yang masih kebingungan dengan semua perkataan preman itu berusaha menahan dirinya untuk kembali masuk ke dalam warnet dan bertanya tentang semua hal. Ia berusaha menahan dirinya karena jika memang mereka mencari Rafa, posisinya saat ini tentulah amat berbahaya. Ia pasti akan menjadi sasaran empuk para preman itu jika mereka tahu bahwa adik orang yang ia cari ada di sana. “Gue nggak tahu Rafa ada di mana, Bang! Jari ini dia emang jadwalnya libur di sini! Kalau soal rumah dia, awalnya di apartemen 706, tapi karena kasus di sana, dia pindah tuh! Kalau nggak percaya lihat aja apartemen 706 kosong adanya garis polis!” tutur sang penjaga warnet. “Jangan sampai si penjaga warnet itu bocorin ke dua preman itu kalau gue barusan dari sana! Bisa mampus gue main kejar-kejaran sama mereka!” bisik Adhisti. “Kapan jadwal Rafa jaga! Dia stay di sini hari apa aja! Jangan coba-coba bohongi kami!” sergah preman itu tampak menuding wajah si penjaga warnet. Sang penjaga warnet itu kini diamba
last updateLast Updated : 2023-04-19
Read more

108. Menunggu sang Tersangka

Adhisti menyilangkan kedua kakinya di atas sofa ruang tengah sambil mengetuk-ketukkan tangannya pada tangan sofa. Gadis itu menghela napas kasar saat melihat jam dinding tekah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam tadi tak ada tanda-tanda kedatangan Rafa di sana. Adhisti mengubah posisinya menjadi berbaring sambil mengangkat sekaligus menyandarkan kakinya pada sandaran kursi. Posisinya yang sekarang menjadi sedikit terbalik membuatnya tampak seperti seorang anak kecil yang bermalas-malasan di atas sebuah sofa. Dari sisi lain ruangan, tampak Abbiyya membawa dua gelas orange jus sedikit tersenyum dan tertawa kecil melihat tingkah Adhisti yang sedemikian rupa. “Tiati ntar bangun pusing lagi!” celetuk Abbiyya sembari meletakkan gelas berisi jus jeruk itu ke meja lalau duduk sisi sofa lainnya. Mendengar suara Abbiyya, Adhisti sontak memutar tubuhnya dan membuatnya kembali duduk manis sambil memandangi Abbiyya dan jus jeruk itu bergantian. “Nggak usah diliatin gitu itu emang buat lo
last updateLast Updated : 2023-04-20
Read more

109. Perkara Hutang 25 Juta

“Kok diem?! Jawab!” sergah Adhisti memberikan wajah menantang pada Rafa. “Siapa yang pinjam? Gue nggak minjem kok! Mana ada gue pinjam ke lintah darat! Utang abah aja udah setumpuk!” pekik Rafa kini mengalihkan tatapannya ke tempat lain. “Bohong! Udahlah, Bang! Lo ngaku aja apa sususahnya sih!? Emang kalau lo nggak ngaku, lo mau bayar itu lintah darat pakai uang apa kalau bukan gaji gue dari Guntur?!”sergah Adhisti. Adhisti tampak semakin memberikan tatapan tajam pada Rafa sementara pria itu tampak berusaha mencari alasan yang tepat untuk membungkam semua pertanyaan sang adik. “Gue nggak minjam duit apa pun ke lintah darat, Chaay! Gue nggak minjem!! Kenapa sih lo ngenyel minta gue ngakuin! Kalau emang enggak gimana?!” sergah Rafa sekarang malah ikut meninggikan suaranya. “Bohong, Bang! Lo bohong!! Lo ngak tahu tadi siang gue udah kaya mau mati kehabisan napas gegera lari-larian dikejar para preman yang nyariin lo ke warnet? Nggak usah ngelak lagi deh, bang! Ngaku aja! Gue udah ta
last updateLast Updated : 2023-04-20
Read more

110. Keanehan yang Tertutup

“Gue cuma bakal ambil beberapa aja buat pegangan gue. Sisanya lo yang bawa untuk semua keperluan kita, entah hutang atau makan. Kalau ada sisa lo bisa tabung. Tapi kalau kurang kita pikirin lagi nanti!” pekik Adhisti. “Jangan gitu, Chaay! Itu gaji lo, biar tetap ada sama lo! Lagian hutang ini bukan tanggung jawab lo. Ini murni tanggung jawab gue. Jadi biar gue aja yang selesaiin.” “Kalau abang terus nolak, lo nggak bakal ngomong sama gue lagi! Kita nggak lagi jadi saudara! Buat apa jadi saudara kalau nggak saling meringankan. Mending jadi orang asing aja!” sergah Adhisti. “Thanks ya, Chaay! Maafin gue sampell sekarang masih ganggu lo, repotin lo, dan usik gaji kerja keras lo. Gue janji kalau gue udah dapat kerjaan yang baik, gue bakalan selesaiin semuanya sendiri,” tutur Rafa. “Kita saudara, Bang! Sudah semestinya saling bantu, ‘kan?” tutur Adhisti. Rafa kini memandang wajah Adhisti lekat. Kini Rafa malah memeluk Adhisti erat sembari memberikan kecupan di dahi gadis itu selama se
last updateLast Updated : 2023-04-20
Read more
PREV
1
...
910111213
...
15
DMCA.com Protection Status