Home / Romansa / Dicampakkan Setelah Malam Pertama / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Dicampakkan Setelah Malam Pertama: Chapter 81 - Chapter 90

298 Chapters

Part 81. Axel Dan Segala Kesempatannya

“Saya rasa, namanya akan langsung naik.” Permata yang tadinya asyik melihat anak-anak yang sedang berlatih melenggak-lenggok di satu jalur lurus itu mengalihkan tatapannya pada asal suara. Di sana ada Johan yang juga menatap anak-anak kecil tersebut. Permata tak segera menjawab dan tatapannya kembali pada bocah-bocah berusia lima tahun di sana. Masih sangat muda untuk melakukan semua itu. Tapi memang itulah tujuan Flame. Mendidik sedari dini. “Saya suka sekali anak-anak. Tapi sampai sekarang, Tuhan belum mempercayakan saya memilikinya.” Ada nada getir yang keluar dari mulut Johan. Ekspresi lelaki itu juga tampak sedikit kusut. “Semoga saja Bapak bisa segera mendapatkannya.” Permata terkadang selalu bersyukur karena sejak awal dia tidak melenyapkan janin yang ada di dalam kandungannya saat dia merasa marah kepada Axel. Setidaknya sekarang dia memiliki alasan untuk tetap hidup dan bahagia bersama dengan Angkasa. “Terima kasih.” Terkadang ucapan sederhana seperti itu berguna untuk
last updateLast Updated : 2023-04-05
Read more

Part 82. Bodoh Seperti Keledai

“Terserah kamu mau bilang apa. Aku akan tetap mengantarkanmu.” Aksi Axel selanjutnya adalah menarik Permata dalam pelukannya, dan merangkul pinggang perempuan itu. Disaksikan banyak staf Flame, mereka justru mengira jika Axel tidak main-main dengan usahanya. Ada yang berkata itu terlalu manis, romantis, dan beberapa kata menggelikan lainnya untuk mengomentari adegan yang baru saja mereka lihat.Permata shock dan tenaga Axel jauh lebih besar dari dirinya. Dan sialnya, bau parfum Axel menggelitik hidungnya sampai membuat Permata terasa diombang-ambingkan oleh keadaan yang membingungkan. Jujur saja, tubuhnya tidak menolak saat Axel menarik dan memeluknya. Benar-benar sial. Permata duduk di dalam mobil Axel dengan perasaan kesal luar biasa. Kesal pada keadaan, kesal pada dirinya sendiri, dan kesal pada makhluk hidup bernama Axel. “Ayo kita berkencan!” Benar, kan. Saat ada kesempatan seperti ini, Axel pasti akan memanfaatkannya dengan baik. Permata benar-benar keledai karena bisa kalah
last updateLast Updated : 2023-04-05
Read more

Part 83. Peran Denial

“Dia akan bertemu dengan Angkasa?” desak Axel tidak mau kalah dengan kebungkaman Permata sejak tadi. Permata berhenti berjalan. Lama-lama dia lelah dengan sikap Axel yang terus merecokinya. Kesabarannya tinggal setitik embun yang akan lenyap terkena angin. Tapi Axel tampaknya masih memiliki banyak sekali tenaga untuk mengejar dan menumbangkannya. Tatapan Permata mengarah lurus pada Axel. Mereka sudah berada di depan ruangan Permata sehingga membuat perempuan itu memutuskan untuk bicara. “Dia akan bertemu Angkasa,” jujur Permata. “Menjadi perwakilanku karena aku nggak bisa datang untuk menemui putraku. Ada banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan terkait dengan seleksi ketat remaja-remaja yang akan masuk dalam dunia modeling. Aku akan membahas dengan Miss Gina untuk pekerjaan ini sehingga aku nggak bisa pergi ke sana. Aku sebenarnya mau mati saja karena merindukan putraku. Tapi kesibukan ini membuatku urung untuk menemuinya. Apa semua penjelasan itu sudah cukup?” Axel tidak bisa
last updateLast Updated : 2023-04-06
Read more

Part 84. Memberi Kesempatan

“Kamu yakin?” tanya Permata setelah itu. “Tentu saja aku yakin.” Axel kini sepenuhnya menghadap ke arah Permata. Ada banyak pengharapan yang muncul di mata Axel. Permata menyadari itu dengan baik.Perempuan itu mengangguk sebelum mengeluarkan ponselnya. Setelah beberapa saat, dia menghubungi seseorang, dan hanya membutuhkan dua kali deringan, panggilan segera diterima.“Kenapa kamu mengizinkan Almeda pergi ke Paris?” Pertanyaan itu segera keluar dari mulut Denial. “Dan, kamu kelayapan lagi malam-malam begini?” Di Paris sekarang masih siang, tapi perbedaan waktu mereka yang jauh membuat Denial melihat kegelapan di sekitar Permata. “Aku hanya memberikan waktu untuknya berlibur. Kamu tahu sendiri kalau dia sudah bekerja begitu keras.” Jawaban itu terdengar santai di telinga Axel yang berada di samping Permata. Lelaki itu tak tahu apakah ada hubungannya Permata menghubungi Denial, dengan ucapannya sebelumnya. Maka dia hanya berdiam diri tak mengganggu. Dia lebih baik menunggu lebih dul
last updateLast Updated : 2023-04-07
Read more

Part 85. Melepas Rindu

“Aku benar-benar nggak paham denganmu, Permata. Aku bahkan merasa kalau kamu sekarang tengah merasakan jatuh cinta lagi kepadanya.” Wajah Denial tampak marah sekali. Di sampingnya ada Almeda dan tidak mengucapkan sepatah kata pun. Dia hanya menatap Permata dalam diam. Mungkin dia juga sedang berpikir tentang sikap Permata yang tiba-tiba berubah. Saat pertama kali dia datang ke Indonesia, Permata dengan bersungguh-sungguh mengatakan jika dia akan membuat Axel menyesal. Ya, Almeda mengakui, Axel sekarang sudah merasakan penyesalan itu. Bahkan lelaki itu sudah bersimpuh di kaki Permata untuk meminta kesempatan. Tapi baginya, sepertinya masih belum cukup. Setidaknya itulah yang ditangkap dari wajah Almeda yang berada di layar ponselnya. “Aku minta maaf kepada kalian karena sudah mengambil keputusan itu. Tapi itu akan menjadi adil kalau kita bermain secara fair.” Mereka hanya sedikit basa-basi setelah itu dan mengakhiri panggilannya. Permata termenung di dalam kamarnya sambil duduk di
last updateLast Updated : 2023-04-07
Read more

Part 86. Pendekatan pertama

Tidak ada yang lebih melegakan dibandingkan dengan jawaban Angkasa yang menyentuh hati. Axel akan berusaha untuk mengambil hati Angkasa dan menjadikan bocah itu miliknya sepenuhnya. Bukan hanya Angkasa, tapi Permata juga. Sesulit apa pun tantangannya, dia akan menghadapinya, tekad Axel. Dia sudah jauh-jauh datang ke Paris untuk mendekati Angkasa dan dia sangat mengharapkan keberhasilannya. Axel turun ke lantai bawah dan menuju ke rumahnya sendiri. Unit yang sudah disiapkan oleh Alvan kemarin. “Ya, saya sudah ada di unit sekarang.” Alvan menghubunginya dan memastikan jika bosnya itu sampai dengan selamat. Axel melihat ke segala penjuru ruangan dan tidak jauh berbeda dari unit Permata. Axel meletakkan kopernya sembarang dan memilih membaringkan tubuhnya di sofa setelah panggilan diakhiri. Tatapannya lurus ke depan menatap langit. Lelahnya baru terasa saat dia sudah berbaring. Meskipun dia sudah tidur saat di pesawat, tapi perjalan jauh tetap saja membuat otot-ototnya kaku. Hanya den
last updateLast Updated : 2023-04-08
Read more

Part 87. Susah Didekati

Karena unit itu luas, jadi mobil-mobilan yang dikendalikan oleh remote itu bisa meluncur dengan bebas layaknya mobil sungguhan. Senyum Angkasa menguar lebar saat melihat mobil berwarna hitam melenggok melewati kaki sofa. “Wah, ini hebat. Lebih besar dari punya Angkasa yang ada di rumah.” Begitu tanggapan bocah itu dengan puas.Tangannya cepat memencet tombol untuk mengendalikan mobil-mobilan tersebut. Menunggu Angkasa bermain, Axel hanya terus menatap bocah itu dalam diam. Perasaan bersalah di dalam hatinya tak bisa tidak menyakitinya. Kejahatannya di masa lalu menimbulkan luka di banyak hati. Terutama Permata dan juga Angkasa. Angkasa memang sekarang belum begitu mengerti tentang permasalahan orang tuanya. Tapi kukuhnya bocah itu belum ingin memanggil Axel dengan panggilan yang sebenarnya, membuat Axel memahami jika itulah yang dinamakan ikatan batin antara ibu dan anak. Ketika seorang ibu masih menyimpan dendam kepada sang ayah, Axel yakin kalau Angkasa akan tetap memanggilnya om.
last updateLast Updated : 2023-04-09
Read more

Part 88. Sedikit Perubahan

“Permata, tidak bisakah kamu menolongku?” Telat. Panggilan sudah diakhiri dan Axel hanya bisa terkekeh menyedihkan seorang diri bersama dengan keheningan. Dia sungguh diombang-ambingkan oleh perasaannya sendiri. Ketakutan, kesedihan, dan kekhawatiran berlomba-lomba menyerangnya. Axel kini hanya terus meratapi kebusukan yang dilakukan di masa lalu. Hari-hari berikutnya, Angkasa masih sama. Bocah itu mau dan bersedia bermain dan tinggal di apartemen Axel. Tiba-tiba saja dia mengingat tentang hari itu. Hari di mana Angkasa tidur di kamarnya saat pulang berkuda. Maka dia segera menanyakan kepada Sus Dian tentang itu. Kenapa sikap Angkasa berbeda dengan yang waktu itu.“Selama dia tidur saat berada di mobil dan kemudian dia dibaringkan di tempat asing, dia tentu tidak masalah. Karena pada nyatanya, dia tak tahu sebelumnya. Tapi saat dia masih bangun dan dan sadar, dia akan menolak. Dia akan memilih pulang dan tidur di rumah.” Axel tadinya mengira kalau itu bujukan dari om dan tantenya.
last updateLast Updated : 2023-04-09
Read more

Part 89. Belum Ada Perubahan

“Angkasa serius?” Ekspresi yang tadinya layu itu kini tampak cerah kembali. Axel tidak pernah menyangka jika Angkasa akan mengatakan kata-kata yang begitu merdu di telinganya. Bocah ini, terkadang bisa memberi begitu banyak kebahagian, tapi di satu waktu dia bisa melemparnya pada kubangan kesedihan. Luar biasa sekali. “Iya.” Dan jawaban disertai anggukan yakin itu membuat Axel bahagia luar biasa. Axel tersenyum lebar dan kemudian membimbing Angkasa untuk membersihkan tubuhnya sebelum mulai tidur. Beberapa pakaian milik Angkasa sudah tertata rapi di satu lemari dengan pakaian Axel seolah mereka sudah tinggal bersama. Tapi itu digunakana Angkasa di saat-saat seperti ini saja. Seperti pulang dari sekolah, selesai mandi sore, atau pada saat Angkasa merasa baju yang dikenakan kotor dan dia ingin menggantinya. “Jadi, apa Papa perlu membacakan dongeng untuk Angkasa?” Kini ayah dan anak itu sudah berada di atas kasur. Angkasa sudah memeluk gulingnya dan siap untuk tidur. Matanya sayu aki
last updateLast Updated : 2023-04-10
Read more

Part 90. Bujukan Orang Tua Axel

“Baiklah. Kalau gitu kita pulang sekarang.” Axel berjalan di belakang dua lelaki beda usia itu dengan terus menatap punggung kecil Angkasa dengan perasaan yang sudah tidak begitu sakit seperti penolakan sebelumnya. Dia hanya mengatakan di dalam hati jika hanya perlu bekerja lebih keras lagi. Saat masuk ke dalam apartemen dan hanya dirinya dengan beberapa mainan yang terlihat di box, Axel hanya bisa mendesah lelah. Mendapatkan hati Angkasa seperti mendapatkan tender besar yang sulit ditaklukkan. Itulah yang dirasakan Axel selama ini. Di tempat lain, Permata yang tengah membaca chat dari Denial yang menceritakan tentang ini dan itu. Tentang perkembangan ‘hubungan’ Axel dan Angkasa. Denial memang akan selalu melaporkan kepada Permata tentang ayah dan anak tersebut. “Sebenarnya aku kasihan dengan Axel.” Almeda membuka obrolan setelah meletakkan tabnya di atas meja. Menatap Permata yang ada di sampingnya dengan tatapan serius. “Dia benar-benar berusaha keras untuk menarik perhatian Ang
last updateLast Updated : 2023-04-10
Read more
PREV
1
...
7891011
...
30
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status