Home / Pernikahan / Membalas Perselingkuhan Suami / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Membalas Perselingkuhan Suami: Chapter 21 - Chapter 30

43 Chapters

Bab 21-Mendengar Pengkhianatan

Aku berdehem. "Hmm. Gitu ya. Tumben, Mas. Biasanya kamu selalu mengenalkan teman-temanmu ke aku. Kok yang ini nggak kamu kasih tahu ke aku."Aku menambahkan kalimatku lagi. "Biasanya juga kamu si paling excited nunjukin foto temen kamu yang aku belum kenal. Kok yang ini nggak?"Mas Adam terdiam sejenak. Ia tampak berpikir untuk mencari alasan lagi. Lalu, tak lama setelah itu bibirnya tersungging. "Hm. Ya karena temenku yang ini private banget hidupnya. Mana punya dia media sosial. Makanya nggak ada foto dia yang mau aku tunjukin ke kamu, Sayang."Sejauh ini, alasannya masih masuk akal. Aku dapat menerimanya."Dek, besok bisa nggak di urus cepet sertifikaf lahan sawit itu?" tanya Mas Adam tiba-tiba. Pembasahan tentang lahan sawit ini sudah dibahas tadi, tapi ia membahasnya lagi.Keningku berkerut. Merasa heran, entah kenapa suamiku ingin sekali cepat-cepat aku urus lahan sawit itu untuknya. "Kenapa, Mas?""Hmm. Ya kalau lama-lama, nanti aku dibully terus sama temen-temenku kalau ngumpu
Read more

Bab 22-Melabrak

Ceklek!Pintu kamar mandi terbuka. Mas Adam keluar dari dalam sana. Ia sudah selesai menelepon dengan selingkuhannya itu. Sementara aku terduduk lemas tidak berdaya tepat di depan pintu kamar mandi. Mas Adam sontak terkejut setengah mati. Aku sempat melihat wajah paniknya sekilas. Tentu ia panik karena takut aku mendengar semuanya."S-sayang, kamu kenapa?" tanyanya. Ia jongkok dan memeriksa keadaanku. Aku benar-benar lemas. Kenyataan ini membuat tubuhku langsung down seketika. Aku rapuh. Benar-benar tidak mampu berdiri tegak untuk mendobrak pintu kamar mandi dan mencaci Mas Adam.Aku terdiam. Tidak menjawab pertanyaan si bajingan ini. Karena aku masih bersusah payab untuk mengontrol napas yang mendadak sesak tak karuan.Mas Adam dengan sigap mengangkat tubuhku untuk dibaringkan di atas ranjang. Ingin sekali rasanya aku memukul dada bidangnya atau bahkan menampar wajahnya saat ini juga. Tapi, untuk berkata sepatah kata saja aku benar-benar tidak berdaya. Hanya bulir-bulir air mata yang
Read more

Bab 23-Menjijikkan

Hotel Adiguna, room 24 lantai 3. Aku sudah menghapalnya sedari tadi. Ku lihat ke bagasi, tidak ada mobil disana. Itu artinya Mas Adam pergi menaiki mobil. Maka, aku pergi dengan memesan ojek online.Sebelumnya, aku menghubungi Birana. Sahabatku sedari SMA. Teman curhatku. Aku menangis tersedu-sedu, mengadu padanya. Ia sungguh bereaksi tidak terima, juga tidak menyangka Mas Adam bisa seberengsek itu padaku."Ghinda! Kamu harus bisa kontrol diri kalau mau ngelabrak mereka, Ghin. Jangan dipaksa kalau kamu nggak sekuat itu mentalnya," katanya padaku berulang kali. Ia lebih mencemaskan kesehatan mentalku."Nggak, Ra. Aku harus balas perbuatan mereka ke aku! Aku nggak bisa diam aja. Aku nggak peduli kalau setelah itu kesehatanku memburuk. Yang penting aku harus balas!" jawabku sembari terisak seperti orang yang sudah tidak waras lagi. Berkali-kali ku sapu air mata yang jatuh membasahi pipi."Ghin, kalau emang itu kemauan kamu yaudah. Aku cuma bisa dukung. Nanti aku nyusul ya ke alamat hotel
Read more

Bab 24-Tidak Sadarkan Diri

Keduanya tampak terkejut dan dengan reflek menghentikan goyangan yang membuat aku jijik itu. Secara bersamaan mereka memandang ke arah pintu. Tepatnya ke arahku.Sementara aku dengan santai dan anggun melangkahkan kaki ke depan untuk mendekati mereka. Tatapan mataku datar, fokus memandang mereka secara bergantian. Ku lipatkan kedua tangan di atas dada yang semakin bergemuruh. "Lho, kok kalian berhenti? Kan aku pengen nonton secara langsung." Aku bersuara santai. Meskipun saat ini sebenarnya tangisku ingin meledak sekarang juga. Tapi ku tahan. Aku harus bisa kuat."D-dek, ngapain kesini?" Mas Adam bertanya dengan suara parau dan gugupnya."Ayo, Mas! Dilanjut dong. Aku mau tahu selangkangan si penggoda ini secantik apa, sampai kamu bisa tergoda sama dia!" ujarku sembari menunjuk ke arah Tere yang mendadak menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut hotel yang berwarna putih itu. Ia menundukkan kepalanya. Tidak berani menatapku."Kok nunduk aja kamu, Tere? Kemana muka manismu yang selama in
Read more

Bab 25-Tamparan

Aku membuka mata secara perlahan. Ku lihat langit-langit ruangan bernuansa putih. Tentu aku mengenalnya. Ini adalah kamarku. Jarum pendek di jam dinding ke arah angka 8. Ku lihat di balik tirai, sudah terang. Berarti ini sudah pagi. Aku sudah lama tidak sadarkan diri. Sekilas teringat kejadian tadi malam. Membuatku muak dan mengundang luka yang menganga di ulu hati."Ghin? Pusing nggak kepala kamu?" Sebuah pertanyaan langsung ku dengar dari suara seorang wanita. Bisa ku rasakan tangannya menggenggam erat jemariku. Aku mengenalnya. Dia pasti Birana.Aku menggeleng. Dengan pelan menjawab, "Mendingan.""Ghin, ayo minum dulu. Bu bidan suruh kamu banyak-banyak minum." Bira mengambil segelas air dan membantuku untuk sedikit duduk.Aku menurutinya. Lagi pula kerongkonganku memang kering. Aku butuh minum air.Setengah gelas sudah ku teguk. Bira membantuku untuk kembali dalam posisi semula. Ia dengan telaten menyelimuti kakiku juga. Sudah ku duga, pasti Bira menginap di rumahku."Tadi malam ka
Read more

Bab 26-Memberitahu Xabi

Setelah Tara menampar Mas Adam, suasana mendadak hening beberapa saat. Tak ada satupun yang bersuara. Sementara aku menahan suara isak tangis di balik selimut. Agar tidak terdengar. Air mataku sudah ku cegah untuk tidak turun. Tapi, aku tak bisa menahannya."Tega kamu, Adam! Kenapa nyakitin sahabatku? Kenapa juga kamu kepincut sama adikku? Hah? Kenapa Adam?" tanya Tara menggebu-gebu diiringi suara isakan tangisnya.Aku tahu persis bagaimana Tara. Hatinya baik. Orangnya sangat lembut. Apalagi, dia orang yang tidak enakan. Sudah pasti dia merasa posisinya serba salah dalam masalah ini. Posisi sebagai seorang sahabat yang diselingkuhi. Dan posisi sebagai seorang kakak yang ternyata adiknya pelakor.Mas Adam berani menjawab pertanyaan Tara dengan suara baritonnya. Terdengar tegas, tanpa ada penyesalan. "Kami saling jatuh cinta. Apa mencintai itu salah? Aku adalah suami yang bosan dengan istri. Apakah rasa bosanku salah? Aku juga manusia.""Kalian karena nggak ngerasain diposisiku. Makanya
Read more

Bab 27-Suami Saya Sudah Tidak Ada, Bu!

"Tapi aib kamu itu memang pantas di umbar, Mas," balasku tak mau kalah. Meskipun suaraku bergetar. Ku tahan sekuat-kuatnya agar air mata tidak lagi luruh di depan bajingan ini.Birana memberi kode kepada Nira untuk membawa Xabi masuk ke dalam kamar. Akhirnya, si sulungku itu tidak jadi ikut dengan ayahnya. Aku lega. Mas Adam tidak membawa Xabi pergi."Kamu ya! Kalau aja dua sahabat kamu ini nggak ada di sini, sudah tak habisin kami." Mata Mas Adam memerah. Aku seperti disambar petir di siang bolong begini. Tega hati Mas Adam mengucapkan kalimat itu setelah tujuh tahun pernikahan tidak pernah kasar kepadaku.Aku tidak berdaya membalasnya. Tentu saja Bira yang mengambil alih. "Heh! Gila kamu ya, Adam! Kami lihat, nggak ada tuh itikad baik kamu untuk sekedar minta maaf sama Ghinda. Dimana urat malu kamu itu. Udah putus ya!""Dia nggak akan butuh maaf dari aku, suami yang cuma bisa jadi benalu di hidup dia. Iya kan?" Mas Adam menatap mataku. Ia menyindir dirinya sendiri. Benar dugaanku, p
Read more

Bab 28-Mengunjungi Rumah Mertua

"Ghin, yakin mau datang ke rumah orang tuanya Mas Adam?" tanya Bira lagi. Pertanyaan itu berulang kali ia ucapkan padaku. Padahal aku sudah mantap menjawabnya. "Iya, Ra. Aku mau kesana sekarang juga. Ikut ya. Jagain aku kalau mendadak pingsan lagi.""Kamu mau ngapain kesana? Mau kasih tahu orang tuanya kalau anaknya selingkuh? Kan bisa lewat telepon aja, Ghin." Bira tahu, jarak ke kampung Mas Adam lumayan jauh. Sekitar 3 jam perjalanan darat. Aku tahu dia bukan mempermasalahkan jarak, tapi dia mencemaskanku.Kami akan berkunjung berdua kesana. Ke kampung halamannya Mas Adam. Sementara Tara harus pulang lebih dulu ke rumahnya karena aku yang meminta. Aku tahu dan paham, Tara punya suami dan anak yang harus ia urus. Berbeda dengan Bira, sahabatku yang satu ini belum pernah menikah. Usianya sama denganku. Tapi pilihan hidupnya begitu. Katanya, ada seseorang yang masih dia tunggu."Iya aku mau kasih tau ke keluarganya. Sekalian silaturahmi. Udah dua tahun nggak kesana." Aku menghitung wak
Read more

Bab 29-Adam Terkejut

Aku langsung menoleh ke sumber suara. Ketika aku melihat ibuk, aku segera mencium tangannya dengan takzim. Aku berusaha untuk tersenyum di depannya. Meskipun saat ini tangisku akan meledak karena sakit yang kurasa tidak bisa tertahankan lagi. Aku menjawab pertanyaannya. "Iya, Bu. Aku baru aja sampai ke sini. Ini teman aku. Kenalin Bu, namanya Birana."Birana langsung mengulurkan jabatan tangannya kepada Ibuk. Lalu, dia memperkenalkan dirinya sendiri. "Perkenalkan, aku Birana. Sahabat dekatnya Ghinda, Bu.""Oh iya salam kenal, Birana," jawab ibuk dengan ramah. "Ayo kita masuk dulu," imbuhnya lagi mempersilahkan kami masuk.Aku dan Bira melangkahkan kaki mengikuti Ibuk dari belakang untuk masuk kedalam rumahnya. Benar yang dikatakan Mbak Ayu, di dalam rumah itu sudah banyak makanan yang tersaji dan juga sanak keluarga jauh yang sempat ku kenal hadir di sini. Ada sebagian dari mereka tampak kebingungan ketika melihatku. Mungkin mereka bertanya-tanya mengapa aku bisa hadir di acara persia
Read more

Bab 30-Ada Tamu

Aku langsung menjawab. "Iya, Mas. Ini aku Ghinda yang masih berstatus menjadi istrimu, perempuan yang kamu selingkuhi."Dengan ketus aku bersuara lagi. "Kenapa, Mas? Kok kaget? Nggak boleh ya aku datang kesini? Kan aku mau ngelihat gimana proses acara pernikahan kalian, meskipun aku nggak dikasih tahu apa-apa."Urat leher mas Adam tampak memerah. Dia menelan air liurnya berulang kali. Sementara perempuan di sebelahnya hanya bisa menunduk. Dari kemarin sejak aku menggerebek mereka di hotel, aku belum pernah mendengar suara Tere berbicara kepadaku..Padahal aku menantangnya. Aku ingin tahu mengapa dia bisa merebut suamiku."Kamu ngapain kesini, hah? Kamu mengundang keributan aja. Tuh lihat orang-orang pada kepo," kata Mas Adam sembari menunjuk ke arah luar, dimana tetangga ibuk semuanya berkumpul mengerubungi rumah yang tidak terlalu besar ini.Memang sudah banyak para tetangga yang melihat kami. Mungkin mereka penasaran kenapa ibuk menangis sejadi-jadinya dan bertanya-tanya kenapa pula
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status