Semua Bab Rentenir Duda Itu Suamiku: Bab 71 - Bab 80

162 Bab

BAB 71

Hakam mengangguk, “Seperti ini.” Jawabnya, kemudian melepaskan tangannya dari pinggang Puspa, menuntun kedua tangan gadis itu memeluk lehernya, sementara kepalanya sendiri menelisik ke ceruk leher gadis muda itu.Seketika itu juga, Puspa merinding sebadan-badan. Entahlah, dia masih tidak menyangka jika Hakam bisa jadi seagresif ini dalam beberapa hal selain hal pekerjaan. ‘Ini pasti karena dia sedang mempertaruhkan nama keluarganya,’ tebak Puspa dalam hati. Pikirnya, jika bukan karena masalah ini menyeret nama baik keluarganya, dia pasti tidak akan se-aktif ini untuk dekat dengan orang lain.Sementara Puspa berpikir begitu, sebaliknya, Hakam sama sekali tidak peduli pada keluarganya. Dia tiba-tiba jadi begitu berani hanya karena dorongan hati. Menjadi sangat dekat dengan sosok gadis yang bahkan pernah dia jadikan fantasi pelepasan gairah, bagaimana mungkin dia tahan? Itu murni karena nafsu. Hakam memejamkan mata sambil menghirup dalam-dalam aroma gadis muda di pelukannya. Ya, tidak
Baca selengkapnya

BAB 72

“Papa, apa aku tampan?” Hamun datang dengan cengiran lebar. Hakam yang sedang menunggu sendiri di ruang keluarga menoleh dan tersenyum pada sang putra.“Tentu saja, kamu selalu tampan.” Puji Hakam sambil menarik tangan Hamun mendekat. Sementara itu, di dalam kamar Puspa, Bi Asih terlihat sibuk membantu Puspa bersiap-siap. “Sepertinya sudah,” ujarnya sambil mengangguk puas ketika melihat betapa cantiknya gadis muda di depannya itu.“Ya, aku juga suka riasan wajah tipis seperti ini. Terimakasih sudah membantu,” jawab Puspa. Dia sangat berterimakasih pada Bi Asih, tidak menyangka jika dia tahu banyak soal make up dan cara merias wajah yang sesuai dengan karakteristik orang. Walaupun Puspa bisa sendiri, dia tidak yakin hasil riasannya bisa dibawa ke acara orang-orang
Baca selengkapnya

BAB 73

“Kamu jangan sampai buat saya malu ya, di pesta nanti. Jangan kampungan!” Dalam perjalanan menuju kediaman Zara, Batari tak henti-hentinya memberi wejangan kosong pada Puspa.“Nenek, jangan memarahi Mbak Puspa terus!” Hamun yang masih anak kecil saja merasa sangat kesal dengan tingkah neneknya, dia pun langsung mengingatkan Batari dengan ekspresi tak senang.Di ingatkan oleh cucunya sendiri, Batari tidak bisa marah. Dia hanya terkejut sesaat, kemudian mencoba membujuk Hamun dengan kalimat manis. Sementara itu, Hakam melirik Puspa.“Jangan dengarkan. Cukup jadi dirimu sendiri di pesta nanti. Apapun yang orang lain pikirkan itu tidak penting. Lagipula, kamu akan tetap berdiri di dekatku, jadi tidak akan terjadi apa-apa.”Puspa yang mendengar kalimat ini dari mulut Hakam, seketika menjadi lebih tenang. Dia pun mengangguk, “Ya, saya akan berusaha tidak mempermalukan kalian. Tenang saja, Pak.” Balasnya dengan senyuman lebar. Walau dia tidak bisa menghindari fakta menyakitkan tentang sandiw
Baca selengkapnya

BAB 74

Makan malam akan diadakan pukul sembilan tepat. Saat ini masih pukul 7, dimana juga menjadi waktu favorit semua orang untuk membangun relasi bersama orang-orang besar. Semua orang memasang wajah tersenyum palsu, saling menyanjung satu sama lain namun pada kenyataannya hanya kesopanan di permukaan.Puspa tidak terbiasa dengan pemandangan memuakkan itu, namun dia harus bertahan. Untungnya, Hakam senantiasa bersanding disisinya. Hamun sudah lama digeret Batari pergi untuk di pamerkan pada rekan-rekan sosialitanya, sementara Darma berkumpul dengan para tetua seumurannya, membahas hal-hal berbau bisnis dan semacamnya.“Kamu ingin makan cemilan?” Tanya Hakam berbisik di telinga Puspa.Puspa melihat sekeliling yang sangat ramai dan menggeleng. “Tidak usah, pak. Minum ini saja,” tolaknya sambil menunjukkan gelas yang ia pegang.“Hai, kalian.” Zara menyapa, datang bersama dua teman wanita dan beberapa lelaki berjas yang terlihat seumuran dengan Hakam. Melihat orang-orang itu, Puspa hanya kena
Baca selengkapnya

BAB 75

“Kamu!” Zara langsung mendelik. Namun bentakannya barusan berhasil menarik perhatian dan membuat banyak pasang mata menatap lekat pada kelompok mereka. Terutama pada pasangan yang terlihat intim di depan Zara. Siapa lagi kalau bukan Hakam dan Puspa.Mereka yang sudah mendengar rumor tentang betapa menyesalnya Hakam atas perceraiannya, merasa bingung setelah melihatnya hadir bersama perempuan lain. “Bukannya Hakam sedang depresi? Kudengar dia jatuh sakit setelah bercerai dengan Zara.”“Aku juga dengar itu. Tapi kelihatannya baik-baik saja. Dia bahkan membawa wanita cantik di sisinya.”“Mungkin rumor itu salah. Aku pernah dengar rumor lain yang mengatakan perpisahan mereka diakibatkan perselingkuhan Zara. Itulah mengapa hak asuh anak jatuh ke tangan Hakam dan bukan Zara. Karena dia tidak baik!”“Astaga, itu masuk akal!”Segera, bisik-bisik dari semua orang yang ada disana memenuhi udara. Tak sedikit Zara mendengar semua obrolan itu, dan telinganya berubah panas. Wajahnya memerah karena
Baca selengkapnya

BAB 76

Sementara itu, Puspa sama sekali tidak menyadari rencana jahat yang sudah disiapkan Zara untuknya. Membuka acara baru malam itu, beberapa orang sudah maju ke depan untuk unjuk kebolehan. Namun ada yang menarik, karena hiburan kali ini harus memiliki dua peserta dalam sekali tampil. Kemudian dua orang itu akan berkompetisi sesuai dengan bidang yang mereka sepakati, dan yang kalah nantinya harus menyumbangkan sejumlah uang untuk nanti didonasikan kepada orang yang membutuhkan.“Acara ini bagus,” Hakam mau tak mau harus mengakuinya. Penggalangan dana seperti ini sebenarnya bisa jadi kegiatan positif apabila terus dilanjutkan.“Ya, aku juga berpikir begitu. Btw, acara ini sebenarnya usulan yang aku berikan. Tidak menyangka jika akan terealisasi dan bahkan semua orang menyambut dengan senang.” Zara berkata rendah hati, namun sebenarnya sedang
Baca selengkapnya

BAB 77

Puspa pun bereaksi dan tertawa kecil, “Terima kasih, tapi aku tidak akan mudah menyerah.” Ucapnya, kemudian balas menatap mata Hakam yang sejak tadi terus memandanginya. “Jangan khawatir, aku sering menggambar pocong waktu kecil. Ini akan mudah, Pak.” Ketika Puspa berdiri, dia sempat membisikkan kalimat candaan ini untuk menenangkan majikannya. Bagaimanapun juga, Puspa bisa melihat raut khawatir dari Hakam. Padahal yang maju ke depan bukan dia.Hakam pun dibuat terhibur dengan kalimat ini. “Oke, lakukan saja sesukamu.”Interaksi manis ini tak ayal berhasil menyita perhatian sekali lagi, apalagi mereka jarang melihat Hakam tersenyum seperti itu. Bukankah ini sudah menjelaskan semuanya? Zara mendengus pelan, sangat kesal deng
Baca selengkapnya

BAB 78

Puspa senang bisa memancing emosi lawannya, sementara dia tetap fokus untuk menyelesaikan lukisannya. Sebenarnya, dia tidak memiliki skill melukis yang luar biasa. Hanya saja, dia beberapa kali pernah mengikuti lomba melukis antar kelas waktu sekolah. Jadi dia cukup percaya diri.Waktu terus berjalan, dan semua orang perlahan-lahan mulai menyelesaikan hidangan utama. Ketika hanya tersisa lima menit sebelum bel tanda berakhir dibunyikan, ada banyak diskusi hangat di antara para penonton.“Ayo tebak, siapa yang akan memenangkan kompetisi ini?” Tanya seseorang pada kelompok semejanya.“Tentu saja Zara. Aku pernah satu kelas dengannya di bangku SMA, dan dia sangat pintar. Belum lagi keahliannya memang melukis, jadi sudah jelas siapa yang akan jadi pemenang.”Sementara di meja lain, beberapa lelaki justru tertarik dengan visual Puspa yang tidak terbanting meski bersanding dengan Zara. “Gadis muda itu sangat cantik, walau riasan wajahnya tipis, aku sangat menyukainya!”“Ya, itu memang keca
Baca selengkapnya

BAB 79

Puspa diam sambil mendengarkan diskusi yang sedang pecah. Sementara itu, dia coba melirik Zara yang terlihat sangat tenang bahkan tersenyum cerah seolah tahu bahwa kemenangan akan jatuh ke tangannya. ‘Apa dia merencanakan sesuatu?’ batin Puspa tidak pasti. Bagaimanapun juga, Zara pasti akan mengantisipasi kekalahan sedini mungkin, mengingat acara ini adalah miliknya. Jika tuan rumah kalah, dia pasti akan menanggung malu.Setelah diumumkan ketentuan penilaiannya, dua pelayan lelaki berdiri di samping masing -masing kanvas dan menarik kain putih yang menutupi setelah hitungan mundur dari tiga. Sontak saja, hal itu membuat semua mata penonton menyipit untuk memperhatikan lebih ekstra pada dua lukisan yang ada di depan sana. Bahkan beberapa orang yang kebagian duduk di meja paling belakang harus maju untuk melihat dengan jelas dua karya dadakan itu.Zara juga penasaran dengan hasil lukisan lawannya, jadi dia berinisiatif melihat secara langsung lukisan Puspa dan ada sedikit kejutan dimat
Baca selengkapnya

BAB 80

Sementara itu, Hamun yang duduk di kursinya menatap kesal ke arah MC. “Kenapa dia bicara begitu. Seolah-olah meremehkan Puspa!”Hakam tersenyum simpul, “Memang kamu tidak mau melihat Mama Zaramu menang?”“Tidak,” jawab anak itu tanpa ragu. “Mama sudah sering mendapat piala lomba melukis, aku sudah lihat semua koleksi pialanya. Jadi, aku berharap kali ini Puspa yang menang.”Hakam menahan senyuman di bibirnya, kemudian memperhatikan ekspresi tertekan Puspa yang bahkan terlihat jelas dari jarak sejauh ini. ‘Aku tebak, dia bukan takut kalah,’ batin Hakam. ‘Kemungkinan besar, dia lebih memperhatikan kesehatan dompetnya,’ lanjutnya dan tertawa kecil.“Empat orang juri khusus, silakan datang untuk memberi penilaian secara langsung!” MC berteriak meriah dan semua orang menyambut kedatangan empat orang juri khusus yang terdiri dari 3 pria dan satu wanita.Dua di antaranya adalah mantan dosen kesenian di tempat kuliah Zara dahulu, sementara yang lain adalah rekan kerja dari ayah Zara yang tahu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
17
DMCA.com Protection Status