Share

BAB 76

Author: Apsarasswatama
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Sementara itu, Puspa sama sekali tidak menyadari rencana jahat yang sudah disiapkan Zara untuknya. Membuka acara baru malam itu, beberapa orang sudah maju ke depan untuk unjuk kebolehan. Namun ada yang menarik, karena hiburan kali ini harus memiliki dua peserta dalam sekali tampil. Kemudian dua orang itu akan berkompetisi sesuai dengan bidang yang mereka sepakati, dan yang kalah nantinya harus menyumbangkan sejumlah uang untuk nanti didonasikan kepada orang yang membutuhkan.

“Acara ini bagus,” Hakam mau tak mau harus mengakuinya. Penggalangan dana seperti ini sebenarnya bisa jadi kegiatan positif apabila terus dilanjutkan.

“Ya, aku juga berpikir begitu. Btw, acara ini sebenarnya usulan yang aku berikan. Tidak menyangka jika akan terealisasi dan bahkan semua orang menyambut dengan senang.” Zara berkata rendah hati, namun sebenarnya sedang

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 77

    Puspa pun bereaksi dan tertawa kecil, “Terima kasih, tapi aku tidak akan mudah menyerah.” Ucapnya, kemudian balas menatap mata Hakam yang sejak tadi terus memandanginya.“Jangan khawatir, aku sering menggambar pocong waktu kecil. Ini akan mudah, Pak.” Ketika Puspa berdiri, dia sempat membisikkan kalimat candaan ini untuk menenangkan majikannya. Bagaimanapun juga, Puspa bisa melihat raut khawatir dari Hakam. Padahal yang maju ke depan bukan dia.Hakam pun dibuat terhibur dengan kalimat ini. “Oke, lakukan saja sesukamu.”Interaksi manis ini tak ayal berhasil menyita perhatian sekali lagi, apalagi mereka jarang melihat Hakam tersenyum seperti itu. Bukankah ini sudah menjelaskan semuanya?Zara mendengus pelan, sangat kesal deng

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 78

    Puspa senang bisa memancing emosi lawannya, sementara dia tetap fokus untuk menyelesaikan lukisannya. Sebenarnya, dia tidak memiliki skill melukis yang luar biasa. Hanya saja, dia beberapa kali pernah mengikuti lomba melukis antar kelas waktu sekolah. Jadi dia cukup percaya diri.Waktu terus berjalan, dan semua orang perlahan-lahan mulai menyelesaikan hidangan utama. Ketika hanya tersisa lima menit sebelum bel tanda berakhir dibunyikan, ada banyak diskusi hangat di antara para penonton.“Ayo tebak, siapa yang akan memenangkan kompetisi ini?” Tanya seseorang pada kelompok semejanya.“Tentu saja Zara. Aku pernah satu kelas dengannya di bangku SMA, dan dia sangat pintar. Belum lagi keahliannya memang melukis, jadi sudah jelas siapa yang akan jadi pemenang.”Sementara di meja lain, beberapa lelaki justru tertarik dengan visual Puspa yang tidak terbanting meski bersanding dengan Zara. “Gadis muda itu sangat cantik, walau riasan wajahnya tipis, aku sangat menyukainya!”“Ya, itu memang keca

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 79

    Puspa diam sambil mendengarkan diskusi yang sedang pecah. Sementara itu, dia coba melirik Zara yang terlihat sangat tenang bahkan tersenyum cerah seolah tahu bahwa kemenangan akan jatuh ke tangannya. ‘Apa dia merencanakan sesuatu?’ batin Puspa tidak pasti. Bagaimanapun juga, Zara pasti akan mengantisipasi kekalahan sedini mungkin, mengingat acara ini adalah miliknya. Jika tuan rumah kalah, dia pasti akan menanggung malu.Setelah diumumkan ketentuan penilaiannya, dua pelayan lelaki berdiri di samping masing -masing kanvas dan menarik kain putih yang menutupi setelah hitungan mundur dari tiga. Sontak saja, hal itu membuat semua mata penonton menyipit untuk memperhatikan lebih ekstra pada dua lukisan yang ada di depan sana. Bahkan beberapa orang yang kebagian duduk di meja paling belakang harus maju untuk melihat dengan jelas dua karya dadakan itu.Zara juga penasaran dengan hasil lukisan lawannya, jadi dia berinisiatif melihat secara langsung lukisan Puspa dan ada sedikit kejutan dimat

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 80

    Sementara itu, Hamun yang duduk di kursinya menatap kesal ke arah MC. “Kenapa dia bicara begitu. Seolah-olah meremehkan Puspa!”Hakam tersenyum simpul, “Memang kamu tidak mau melihat Mama Zaramu menang?”“Tidak,” jawab anak itu tanpa ragu. “Mama sudah sering mendapat piala lomba melukis, aku sudah lihat semua koleksi pialanya. Jadi, aku berharap kali ini Puspa yang menang.”Hakam menahan senyuman di bibirnya, kemudian memperhatikan ekspresi tertekan Puspa yang bahkan terlihat jelas dari jarak sejauh ini. ‘Aku tebak, dia bukan takut kalah,’ batin Hakam. ‘Kemungkinan besar, dia lebih memperhatikan kesehatan dompetnya,’ lanjutnya dan tertawa kecil.“Empat orang juri khusus, silakan datang untuk memberi penilaian secara langsung!” MC berteriak meriah dan semua orang menyambut kedatangan empat orang juri khusus yang terdiri dari 3 pria dan satu wanita.Dua di antaranya adalah mantan dosen kesenian di tempat kuliah Zara dahulu, sementara yang lain adalah rekan kerja dari ayah Zara yang tahu

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 81

    Puspa diberikan mikrofon menyala. Kemudian dia berjalan mengitari lukisannya dan berhenti di samping. “Aku benar-benar berterima kasih karena telah memberi kesempatan untuk menjelaskan. Pada dasarnya, lukisanku memang memiliki latar belakang tertentu yang memiliki makna tersirat didalamnya.”Puspa tidak berbohong. Lukisannya bukan hanya menggambarkan sebuah keromantisan dari ranjang pengantin baru, itu lebih dari itu.“Ini adalah kisah romantis dua kekasih yang diharapkan oleh pelukis. Ini adalah imajinasi pelukis yang menggambarkan masa depannya dalam sebuah kamar pengantin beraroma mawar, lilin aroma yang menggugah gairah, juga taburan merah kelopak-kelopak di atas ranjang yang memberi pesan bahagia. Namun, disisi lain, ada jendela yang terbuka dengan pemandangan kelabu …”Jendela itu tidak di warna cerah seperti halnya kelopak mawar yang ada di atas ranjang. Puspa membuat jendela itu nampak kesepian. Berada di ujung ruangan, tanpa kelambu bahkan dengan kondisi kaca yang retak. Sang

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 82

    “Astaga, aku benar-benar lupa. Tolong maafkan aku,” juri khusus wanita itu tertawa dan mempersilakan Zara untuk menjelaskan karyanya. “Nona Zara, ini salahku karena terlalu antusias dengan kompetisi. Jika kamu berkenan, silakan mempresentasikan karyamu di depan kami.”Zara memasang wajah tersenyum yang bijaksana. Walau pada kenyataannya, emosi di kepalanya hampir saja membuatnya meledak marah. “Tidak apa-apa, aku pikir karya Puspa memang sangat indah. Aku bahkan tidak menyangka dia sudah menyiapkan storyline yang tidak terduga. Kali ini, aku mengaku kalah. Karya Puspa layak menjadi pemenangnya.” Semua orang juga berpikir demikian. Karena selain gambar dua pasangan yang sedang berpelukan, lukisan Zara pada dasarnya tidak memiliki nilai tersirat apapun di dalamnya. Bahkan objeknya hanya sepasang kekasih itu, sementara masih ada banyak sisa kanvas yang putih polos tanpa di warna sama sekali. Jika dibandingkan dengan milik Puspa yang penuh elemen dan punya banyak makna, sudah jelas karya

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 83

    “Selamat,” ujar Hakam singkat.Puspa tersenyum, “Sudah saya bilang, kan. Saya sering menggambar pocong sewaktu sekolah. Bapak harus tahu, pocong itu memiliki beberapa lapisan kain yang membalut jenazahnya. Semakin dikupas, kita akan menemukan kulit asli dari si jenazahnya. Dengan kata lain, melukis dengan banyak makna adalah keahlian saya, walau skill menggambar saya memang jauh dibawah Zara.”“Ah, jadi bukan benar-benar pocong?” Hakam menggelengkan kepalanya.“Itu hanya perumpamaan,” Jawab Puspa, kemudian menatap piring di hadapannya. Itu adalah hidangan utama yang sudah dingin. Hakam memperhatikan ini dan menawarkan makanan baru, “Kalau mau makan, biar ku panggilkan pelayan untuk membawakan makanan yang baru. Yang itu sudah dingin.”“Tidak apa-apa,” Puspa buru-buru menggeleng. “Saya makan yang ini saja, pak.”“Tapi itu dingin, tidak seenak ketika hangat.”Puspa bingung bagaimana harus menjelaskan. Baginya, makanan yang baru dingin 15 menit tidak ada apa-apanya dibanding makanan ham

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 84

    “Baiklah, karena sudah diputuskan, silakan saja.” Hakam menurunkan pundaknya dan duduk tenang menyandar ke sandaran kursi. Sementara itu, Zara melirik Puspa sebentar, sebelum akhirnya mengambil tubuh Hamun dalam gendongannya dan pergi.“Maaf, apa saya terlalu lancang, pak?” Setelah Zara pergi bersama Hamun, barulah Puspa menyampaikan keluhannya. Itu inisiatifnya sendiri untuk menyetujui keputusan Zara, padahal sejak awal Hakam menolaknya.“Tidak apa-apa,” Hakam menyadari kekhawatiran Puspa. Awalnya memang dia tidak setuju, namun ketika memikirkan bagaimana reaksi orang lain ketika nanti ada rumor yang menyebutkan bahwa dia memisahkan anak dari ibunya, Hakam berubah pikiran. “Itu bagus untuk sesekali membiarkannya bergaul bersama Zara. Bagaimanapun juga, mereka terikat darah.”Puspa lega dan menurunkan pundaknya yang tegang. “Jadi, nanti hanya ada kita berdua di rumah— eh … m-maksud saya, Bi Asih pasti sudah pulang, kan?” Wajahnya langsung memerah ketika menyadari ada ambiguitas dalam

Latest chapter

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 162 END

    Puspa berdiri di depan bangunan sederhana. Itu adalah rumahnya, rumah yang menjadi saksi pertumbuhannya dari kecil hingga dewasa. Hakam disamping Puspa, tangannya tidak pernah lepas menggenggam telapak halus itu. Hakam berkata dengan lembut, "Selamat datang." Hati Puspa bergetar mendengar ucapan itu. Matanya memerah dan ia berusaha keras menahan tangisannya agar tak pecah. "Hm, aku pulang." Balas Puspa dengan senyuman kecil. Keduanya berjalan bersamaan masuk kedalam rumah yang terasa begitu sunyi. Aroma familiar yang dejavu membuat Puspa berkhayal tentang sosok ibunya yang keluar dari dapur dan menyapanya dengan hangat. Aroma masakan sederhana itu jelas ia rindukan. Senyuman sang ibu yang menghangatkan kalbunya tentu saja membuatnya ingin menangis saat itu juga. "Tidak ada apa-apa disini." Puspa duduk di sofa dengan lemas. Ia menatap kosong ke depan, bingung harus kemana mencari sang ibu yang pergi tak berkabar. "Mungkinkah ibu benar-benar pergi meninggalkanku?" Hakam menghela n

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 161

    "APA YANG KALIAN LAKUKAN! LEPASKAN AKU! LEPASKAN!"Ketika Puspa datang bersama Hakam dan Fajar, suara teriakan yang familiar langsung menyerbu ketiga orang itu. Puspa berhenti di depan pintu masuk dan mengambil napas panjang. Sementara Fajar sudah masuk lebih dulu, Hakam ikut berhenti di samping Puspa dan memperhatikan ekspresi rumit dari wajahnya.Puspa jelas merasakan perasaan campur aduk dalam hatinya. Tuhan tahu betapa bencinya ia pada wanita yang ada di dalam sana. Semua kekacauan yang terjadi ada di sana penyebabnya, ia bahkan tidak tahu apakah bisa menahan emosi ketika nanti langsung berhadapan dengan Zara.Tangan Puspa yang terkepal di samping badannya tiba-tiba dilingkupi rasa hangat. Puspa menoleh ke samping dan mendapati senyuman hangat dari Hakam. Tangan besar lelaki itu memberi sebuah kenyamanan yang menenangkan hati. "Jika kamu tidak mau masuk, kita bisa menunggu di mobil saja." Saran Hakam lembut.Namun, Puspa dengan cepat menggeleng. "Aku akan masuk. Ini adalah waktu

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 160

    "Terima kasih sudah datang. Sampai jumpa lagi!" Puspa melambaikan tangannya dengan senyuman lebar. Hatinya benar-benar berbunga, ia merasa terharu berkat semua penggemar yang datang dan membuat harinya berwarna.Ketika Puspa berbalik dan hendak turun panggung, tiba-tiba ia mendengar sebuah teriakan lantang yang mengalahkan semua kericuhan yang ada. "PUSPA! AKU MENYAYANGIMU!" Hamun berteriak dengan putus asa. Urat-urat lehernya menonjol, matanya memerah dan ia sudah menangis sejak tadi. Anak itu benar-benar merindukan sosok Puspa. Ia juga merasa sedih dengan semua keadaan yang terjadi di antara mereka. Walau masih kecil, perasaannya tidak pernah salah, dan ia tidak bisa menahan perasaan sedih dalam hatinya lebih lama lagi.Mata Puspa bergetar dan ia langsung berbalik untuk mencari arah sumber suara. Semua orang tampak heran, terutama ketika melihat sang idola kembali ke tengah panggung dan mengedarkan pandangannya ke segala arah.Jantung Puspa berdetak sangat kencang, tangannya mengep

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 159

    "Apa yang sedang kamu pikirkan?" Tanya Fajar ketika melihat Puspa melamun sepanjang perjalanan. "Kalau kamu tidak keberatan, cerita saja denganku."Puspa tampak ragu, tetapi akhirnya menghela napas. "Entahlah, aku hanya ... hanya sedang memikirkan ibuku. Sampai sekarang kami tidak berkabar satu sama lain. Aku tidak tau dia dimana dan bagaimana keadaannya." Puspa akui ia merasa marah pada ibunya. Tetapi sekarang sudah reda, justru digantikan dengan rasa khawatir, karena ia tidak tahu bagaimana keadaan ibunya. Ia khawatir sesuatu terjadi padanya, mengingat bagaimana sifat licik dan jahatnya Zara."Kita akan segera bertemu dengannya. Tetapi sekarang, kamu fokuslah untuk acaramu sebentar lagi. Aku dengar dari tim yang berada di lokasi, penggemarmu yang datang tidak main-main. Mereka memenuhi semua kursi, bahkan ada yang rela berada di luar pembatas dan berdiri disana hanya untuk melihatmu.""Maaf," Puspa merasa kecewa pada dirinya sendiri. Ia harus menyadari posisinya saat ini. Ia sudah m

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 158

    Untunglah, Puspa tidak kehabisan akal. Ia dengan sekuat tenaga mengarahkan tangannya ke selangkangan Anton dan meremas benda itu dengan kekuatan penuh. Anton sontak berteriak kesakitan dan mundur beberapa langkah. Puspa pun memanfaatkan kesempatan yang ada dan berlari sekuat tenaga, mencoba menghindari Anton yang berusaha mengikutinya dengan pistol hitam di tangannya. Dia berharap bisa menemukan tempat bersembunyi atau bantuan dari orang lain, tetapi jalanan sepi dan redup. Anton semakin mendekat, dan Puspa merasakan nafasnya terengah-engah. Dia tahu dia tidak akan bisa bertahan lama. Dia hanya berharap Fajar dan para polisi segera datang membantunya.Tiba-tiba, Anton menarik pelatuk dan sebuah peluru bersiul di udara. Puspa menjerit dan terjatuh, merasa darah mengucur dari lengannya. Dia melihat Anton tersenyum sinis dan mendekatinya dengan langkah pasti. Pistol hitam itu kini menempel di dahi Puspa, dan dia merasakan keringat dingin membasahi wajahnya. Dia menutup mata, menunggu det

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 157

    Setelah semua kentang pesanan itu dimasukkan, mobil melaju menuju desa sebelah. Puspa deg-degan setengah mati, terutama ketika mobil mulai memasuki area jalanan sepi yang di kanan dan kirinya hanya ada pohon jati. Ini adalah daerah perbatasan desa, setelah melewati jalanan ini mereka akan sampai di tempat tujuan. Puspa sesekali melirik ke belakang, berharap melihat ada kendaraan lain. Sayangnya, hanya ada mereka di sana, jalanan begitu sepi, tidak ada kendaraan sama sekali kecuali mobil yang mereka tumpangi. Puspa menelan ludah, bersiap-siap memberi perlawanan sekuat tenaga apabila Anton tiba-tiba menyerangnya. Terutama karena dia tidak melihat ada pihak polisi yang memantau sama sekali. Ia bahkan tidak yakin mereka ada di belakang sana untuk menjaganya. "Kenapa Mbak?" Tanya Anton ketika melihat Puspa gelisah. Puspa tersentak dan menyadari kebodohannya. Ia baru menyadari gelagatnya yang terlalu kentara akibat rasa takut berlebihan dalam hatinya. "Enggak ada," Puspa tersenyum kaku,

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 156

    Puspa dan kedua orangtua Fajar bergegas ke kantor polisi. Mobil hitam itu melesat kencang menuju kantor polisi terdekat. Mereka hanya bisa berharap pihak kepolisian bisa dengan mudah membantu rencana mereka."Ada yang bisa kami bantu?" Tanya salah seorang polisi kepada ketiga orang itu.Puspa mengangguk, "Ini sangat mendesak. Saya harap bapak mau mendengarkan."Pak polisi mengangguk, kemudian mendengarkan dengan seksama laporan dari ketiga orang di depannya. Begitu mereka selesai menjelaskan, ia terkejut. Terutama ketika ia mendengar rekaman yang baru saja di putar."Apa rekaman ini asli?" Tanya polisi itu.Kali ini, ibu fajar mengangguk. Ia langsung menjelaskan secara lebih rinci tentang permasalahan yang mereka hadapi. Sementara itu, Puspa merasa semakin gelisah. Telapak tangannya berkeringat, pikirannya kacau. Berada di kantor polisi tidak membuatnya merasa tenang sama sekali.Ia takut hal ini akan membawa keluarga Fajar berada dalam masalah. Tetapi masalahnya, ia juga tidak yakin

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 155

    Setelah Anton kembali, Fajar berbasa-basi sejenak, kemudian berpamitan dan langsung pergi ke studio untuk berdiskusi dengan Puspa."Apa? Kenapa?" Puspa kebingungan ketika Fajar tiba-tiba datang dengan ekspresi aneh. Dia langsung menutup pintu rapat-rapat dan membawa Puspa duduk di atas sofa.Fajar terdiam sejenak, terlihat ragu untuk mengatakan sesuatu. "Itu ...""Apa? Apa yang itu?" Puspa mengerutkan kening."Ada hal penting yang harus aku katakan. Tapi ... ""Jangan buat aku penasaran!" Puspa yang tidak tahan, reflek memukul pundak Fajar.Fajar langsung duduk tegap, kemudian agak takut melihat ekspresi yang dipasang oleh Puspa saat ini. Setelah menarik napas panjang, ia akhirnya berani membuka mulutnya."Aku tidak yakin bisa mengatakannya, sebaiknya kamu mendengarnya secara langsung." Fajar langsung memasangkan earphone ke telinga Puspa dan memutar rekaman yang baru saja ia dapatkan.Puspa awalnya bingung, karena tidak ada suara apapun selama beberapa saat. Itu karena Fajar sedang m

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 154

    "Aku sudah curiga sejak awal, tapi masih terasa sakit mendengarnya langsung dari orang lain." Puspa mengusap air mata di pipinya. Dia masih tidak menyangka jika sang ibu tega melakukan hal jahat demi uang."Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Apalagi ibumu bukan ibu kandung, kan? Bukan maksudku menjelek-jelekkan ibumu. Tetapi itu mungkin karena kalian berdua tidak memiliki ikatan darah."Puspa tidak setuju, "Seharusnya lebih daripada itu. Jika memang hanya karena alasan hubungan darah, sejak kecil aku tidak mungkin mendapat kasih sayang darinya. Ini pasti ada alasan lain mengapa Ibuk mau bekerja sama dengan Zara. Mungkin Zara mengancamnya.""Mengancam dengan apa?" Tanya Fajar penasaran.Puspa menggeleng, "Aku juga belum tahu, tetapi akan segera aku caritahu kebenarannya.""Tetapi kamu akan sibuk akhir-akhir ini. Bagaimana mungkin kamu punya waktu untuk menyelidiki sesuatu yang jauh disana?""Entahlah," Puspa tertawa, "Aku yakin pasti ada jalan jika memang takdirku mengatakan ha

DMCA.com Protection Status