Semua Bab Rentenir Duda Itu Suamiku: Bab 111 - Bab 120

162 Bab

BAB 111

Zara tersenyum senang, “Bagus, langsung bawa ke tempat yang sudah aku tentukan.” Jawabnya, kemudian melihat Elisha keluar dengan koper butut berisi semua pakaian milik Puspa.“Sudah siap?” Tanya Zara pada Elisha yang baru masuk kedalam mobil.Wajah perempuan itu terlihat tidak ikhlas, namun dia tidak bisa berbuat apa-apa selain bekerja sama dengan Zara. Perempuan licik itu memiliki titik kelemahannya. Elisha tidak bisa lagi kehilangan orang yang dia cintai. Alasan kedua, Puspa adalah penebusan dosanya. Dia merasa sangat menyesal atas perbuatannya sendiri di masa lalu, sehingga cara satu-satunya agar rasa bersalahnya berkurang adalah dengan menemani gadis itu sampai dia nanti memiliki pasangan.Suatu saat, Elisha siap dibenci oleh Puspa. Namun untuk sekarang, dia masih belum siap. Dia masih ingin terus bersamanya, sehingga yang dia lakukan sekarang adalah bentuk keegoisannya untuk menutupi kesalahannya pada Puspa. Elisha tau dia telah melakukan kesalahan besar, namun sekarang ini dia k
Baca selengkapnya

BAB 112

Sementara itu, Hakam yang saat ini sudah berada di mall buru-buru datang ke pusat informasi bersama pak sopir di sebelahnya. “Saya tidak melihat Hamun, pak. Bahkan setiap orang yang keluar gedung sudah saya teliti, namun tetap tidak bisa menemukan keberadaannya.” Hakam mengangguk, “Tidak apa, ini akan jelas ketika kita bertemu dengan Bi Asih.”Mereka berjalan dengan langkah lebar. Ketika sampai di pusat informasi, Hakam bisa melihat sosok Bi Asih sedang menangis tersedu-sedu sambil bertanya kepada setiap pengunjung yang lewat. “Tolong, pak. Apa anda melihat anak setinggi ini dengan baju warna biru langit? Dia sangat imut … dan baik … huhu … Hamun yang malang.” Orang-orang sudah memperhatikan Bi Asih sejak lama, namun perempuan itu seolah tidak peduli dan hanya terus menerus bertanya pada setiap orang yang dia lihat. Ketika Hakam sampai, dia meminta pak sopir menenangkan Bi Asih, sementara Hakam mendatangi satpam yang terlihat sedang berjaga di sekitar Bi Asih.“Saya orangtua dari
Baca selengkapnya

BAB 113

“Serius, pak?!” Bi Asih langsung mendapatkan energinya lagi setelah mendengar kabar baik tentang Hamun. Dia langsung berdiri dan memohon pada Hakam. “Ayo pak, jemput Hamun!”Hakam mengangguk, “Biar aku yang pergi membawanya pulang. Kalian pulang saja dan perhatikan jalan. Kemungkinan Puspa sedang menyusul kesini. Jangan lupa beri dia penjelasan yang sesuai, tadi aku meninggalkannya begitu saja dirumah. Dia pasti kebingungan.”Bi Asih mengangguk, “Kalau begitu kami permisi.” Dua orang itu berjalan bersamaan dan pergi meninggalkan Hakam. Sementara Hakam langsung membuat panggilan telepon pada kontak Puspa. Namun, sudah berkali-kali dia ulang, hanya suara operator yang menjawabnya. “Mungkin dia memang dalam perjalanan?” Hakam tidak berpikir macam-macam dan menyerahkan urusan Puspa pada Bi Asih. Saat ini, dia lebih khawatir dengan keadaan Hamun yang membuatnya kelabakan setengah mati.Di parkiran, Hakam menghubungi Zara dan bertanya dimana Hamun sekarang. Begitu tahu anak itu ada di rum
Baca selengkapnya

BAB 114

“Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?!” Bi Asih terlihat sangat frustasi. Kemudian dia mengingat sesuatu, “Oh, benar. Dimana Puspa?”Pak sopir menggeleng, “Tidak tahu. Dalam perjalanan pulang tadi kita tidak berpapasan dengannya sama sekali.”“Biar aku telepon,” Bi Asih langsung membuat panggilan ke nomor Puspa namun tidak mendapat jawaban sama sekali. “Kok tidak aktif, ya?” “Nomor pak Hakam juga masih belum bisa dihubungi,” pak sopir menggelengkan kepala. “Entahlah, bagaimana bisa kedua orang itu menghilang diwaktu yang bersamaan. Terutama ketika keadaan rumah sedang dalam kondisi berantakan seperti ini.”Bi Asih menghela napas, “Kalau begitu, kenapa tidak menyusul Pak Hakam ke rumah Bu Batari? Daripada menunggu dirumah, aku pikir akan lebih baik jika kita kesana untuk memberi dia kabar secara langsung.”“Itu bagus juga,” pak sopir setuju dan keduanya bersiap untuk pergi keluar lagi. Namun, baru beberapa langkah mereka berjalan, ponsel ditangan Bi Asih berdering dan kontak Bu Zara te
Baca selengkapnya

BAB 115

Bi Asih menggeleng, “Dia hanya mengambil kotak perhiasan dan semua koleksi jam tangan pak Hakam. Tetapi anehnya, dia tidak menjamah tempat lain selain kamar bapak.”Ekspresi Hakam berubah aneh, “Aneh sekali, seharusnya kesempatan seperti itu dia gunakan untuk mengambil semuanya, kalau memang pekerjaannya sebagai mencuri.”“Saya juga tidak mengerti,” Bi Asih menggelengkan kepala.Zara melihat celah di percakapan itu, dan dia tidak menyia-nyiakan kesempatan melainkan segera mengangkat nama Puspa. “Ngomong-ngomong, dimana pembantu miskin itu— maksudku, Puspa.”Hakam mengangguk, “Sejak siang aku tidak bisa menghubunginya. Apa dia dirumah?”“Ini juga yang membuat saya bingung,” Bi Asih menghela napas. “Sejak siang, ketika Pak Hakam meminta saya memperhatikan jalan kalau-kalau berpapasan dengan Puspa, kami tidak bertemu dengannya. Kemudian saat sampai dirumah, kami juga tidak melihatnya. Nomor teleponnya bahkan tidak aktif lagi, entah dimana dia sekarang.”“Puspa juga hilang?” Wajah Hakam l
Baca selengkapnya

BAB 116

“Itu bukan Puspa,” Hakam tersenyum lebar ketika melihat siapa perempuan yang ada di layar monitor. Tetapi, kesenangannya langsung di hancurkan oleh Zara.“Itu ibunya, aku tidak mungkin salah lihat karena kami pernah bertemu sebelumnya.”Kesenangan Hakam di hancurkan, dan dia berusaha mengelak dengan keras. “Itu bukan Puspa, bisa jadi ibunya memaksanya pergi. Bisa jadi itu bukan keinginannya sendiri. Aku yakin dia tidak akan melakukannya tanpa hasutan dari ibunya.”“Hakam!” Zara terkejut melihat reaksi dari mantan suaminya yang berlebihan dan akhirnya membentaknya kasar. Namun, Hakam seolah tuli dan saat ini terlihat linglung, bahkan jalannya terhuyung ketika keluar dari ruang cctv. “Mau kemana!” Lanjut Zara sambil mencekal tangan Hakam.“Lepas, aku harus menjemput Puspa pulang. Aku yakin dia hanya kesal dan sedang berlibur di rumah ibunya, aku akan kesana dan membawanya pergi.”Zara langsung memberi tamparan keras di wajah Hakam. “Sadar Hakam! Pikiranmu sedang kacau!”“AKU TIDAK!” Hak
Baca selengkapnya

BAB 117

Cuaca pagi ini gerimis, mendung hitam masih bertengger diatas langit seolah ingin berlama-lama disana. Disebuah rumah sederhana kecil yang berada di tengah persawahan, Elisha sedang membereskan semua barang bawaannya. Ya, rumah kayu yang sederhana itu adalah tempat tinggal baru mereka mulai sekarang.Mereka di pulau jawa, tepatnya berada di bagian paling ujung yakni kabupaten Banyuwangi. Sengaja Elisha memilih desa kecil yang cukup jauh dari kota, karena selain lebih tenang, ada satu orang yang dia kenal tinggal di desa ini. Dan rumah ini juga milik temannya itu. Mereka mulai berteman sejak masa kuliah, kemudian putus kontak beberapa tahun dan terhubung lagi melalui jalur sosial media.“Anakmu sudah bangun?” Teman Elisha datang dengan rantang berisi makanan. Elisha menggeleng, “Mungkin sebentar lagi. Katanya sepuluh jam, tapi ini sudah lebih dari itu. Aku jadi agak takut.” “Tunggu dulu beberapa menit, kalau masih belum ada tanda-tanda bangun, kita akan bawa ke rumah sakit.” Elisha
Baca selengkapnya

BAB 118

Dalam kamar itu, dia mencari-cari ponselnya sendiri. Tetapi nihil, Puspa tidak bisa menemukan benda pipih itu dimanapun. Hal ini tentu saja semakin memperkuat dugaannya, bahwa ada sesuatu yang aneh atas kejadian ini.Dia ingat betul, ketika mendengar berita kehilangan Hamun, Puspa bergegas pergi dengan motor matic itu. Ditengah jalan dihentikan sebuah mobil, dan dari sanalah semuanya berakhir. Seolah-olah dia baru saja bermimpi dan akhirnya terbangun ke kenyataan."Ini benar-benar aneh," Puspa menghela napas, jelas tidak mengerti kenapa semua ini terjadi padanya. Ibunya bahkan terlihat begitu membenci Hakam, berbicara Seolah-olah semua ini memang di lakukan atas kehendak lelaki itu. Tetapi sungguh aneh, mengingat fakta bahwa beberapa waktu lalu, dia sudah menyetujui hubungannya dengan Hakam. Elisha bahkan mengakui kesalahan dan meminta maaf, berjanji akan jujur padanya dalam setiap hal di masa depan. Nyatanya, Pupa merasa ibu tirinya itu menyembunyikan sesuatu yang besar di belakangn
Baca selengkapnya

BAB 119

“Benar-benar tidak ada?” Puspa terdiam di atas ranjang. Dia ingat terakhir kali kalung itu masih ada di lehernya. Jika terjatuh di jalan, itu tidak mungkin. Kecuali … ada orang yang sengaja mengambilnya. Puspa sempat berpikir itu Elisha, tetapi jika dipikir kembali itu tidak mungkin. Ibunya bahkan tidak tahu menahu mengenai sejarah kalung itu, jadi kemungkinan besar yang mengambilnya adalah lelaki yang menjemputnya di lampu merah beberapa waktu lalu.“Ponselku tidak ada, kalungku juga.” Puspa menghela napas. Dua benda itu sangat penting untuknya. Jika sudah seperti ini, dia akan kesulitan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. “Sepertinya aku tidak bisa buru-buru,” lanjutnya, kemudian berjalan mengarah ke jendela, melihat guyuran hujan itu masih deras seperti enggan untuk berhenti.“Pak Hakam, kalau ini memang ulahmu, saya benar-benar kecewa.” Puspa memejamkan mata dengan kedua tangan mengepal erat.Ketika waktu sudah menunjukkan pukul empat sore, hujan reda sepenuhnya. Puspa yang
Baca selengkapnya

BAB 120

Elisha berjalan melewati jalan setapak di tengah sawah. Ternyata pemukiman warga tidak terlalu jauh, awalnya dia kira rumah itu benar-benar berada di tanah kosong yang hanya di kelilingi hamparan persawahan sepanjang mata memandanga. Ternyata tidak, sekitar 300 meter, itu sudah memasuki pemukiman warga yang cukup ramai.Ada banyak anak-anak berlalu lalang, mereka nampak bahagia ketika berlarian bersama teman-teman dan saling menyentuh untuk menentukan siapa yang jadi pengejar. Puspa tersenyum melihat pemandangan itu, belum lagi ketika dia melihat interaksi masyarakat yang benar-benar menggambarkan sebuah pedesaan yang damai. Semua orang tampak ramah, saling sapa satu sama lain dan berbasa-basi dengan bahasa jawa yang tidak dia pahami.“Mbak, orang baru, ya?” Sosok anak kecil lelaki berkepala botak tidak sengaja menabrak tubuhnya ketika berlarian bersama teman-temannya. Mereka datang mendekati Puspa dengan wajah ingin tahu.Puspa ingin sekali tertawa terbahak-bahak, mereka sangat imut,
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1011121314
...
17
DMCA.com Protection Status