Share

BAB 120

Penulis: Apsarasswatama
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Elisha berjalan melewati jalan setapak di tengah sawah. Ternyata pemukiman warga tidak terlalu jauh, awalnya dia kira rumah itu benar-benar berada di tanah kosong yang hanya di kelilingi hamparan persawahan sepanjang mata memandanga. Ternyata tidak, sekitar 300 meter, itu sudah memasuki pemukiman warga yang cukup ramai.

Ada banyak anak-anak berlalu lalang, mereka nampak bahagia ketika berlarian bersama teman-teman dan saling menyentuh untuk menentukan siapa yang jadi pengejar. Puspa tersenyum melihat pemandangan itu, belum lagi ketika dia melihat interaksi masyarakat yang benar-benar menggambarkan sebuah pedesaan yang damai. Semua orang tampak ramah, saling sapa satu sama lain dan berbasa-basi dengan bahasa jawa yang tidak dia pahami.

“Mbak, orang baru, ya?” Sosok anak kecil lelaki berkepala botak tidak sengaja menabrak tubuhnya ketika berlarian bersama teman-temannya. Mereka datang mendekati Puspa dengan wajah ingin tahu.

Puspa ingin sekali tertawa terbahak-bahak, mereka sangat imut,
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 121

    “Ini warungnya.” Si botak menghentikan langkah di pinggir jalan. Di sebelah kanannya terdapat ruko besar yang memiliki tiga pintu. Masing-masing menjual benda-benda yang berbeda. Ruko paling ujung berjualan sembako, yang tengah seperti perabotan rumah tangga, dan yang ujung sebelah kiri menjual berbagai sayur-mayur segar.Melihat ini, Puspa seakan melihat pemandangan surga. Betul-betul menyenangkan bisa menemukan satu tempat yang menjual banyak keperluan sekaligus. Karena bisa menghemat waktunya untuk bepergian karena semuanya sejalur.Puspa mengangguk, “Ayo ikut masuk, kalian langsung ambil es krim yang manapun, sesuka kalian,” ujarnya sambil berjalan menuju toko yang menjual sembako. Di bagian paling depan ada kulkas khusus es krim berbentuk kotak, dan anak-anak itu tampak antusias melihat kedalamnya.“Eh, eh. Anak-anak tidak boleh main di sana, kalau cuma mau lihat-lihat dan gak mau beli, silakan pergi!”Senyuman Puspa langsung runtuh begitu mendengar interupsi yang sangat menyingg

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 122

    Puspa langsung berjalan ke ruko yang menjual sayuran dan melihat-lihat dengan semangat. "Ini bahkan lebih segar dari yang ada di supermarket," gumamnya sambil memilah sawi manis yang ada di depannya."Tentu saja segar, semua sayur ini hasil tanaman keluarga kami." Puspa yang sedang fokus memilih sayuran dikejutkan dengan sosok pemuda yang ada di sebelahnya. Kalau di lihat dari wajahnya, kemungkinan besar mereka seumuran.Puspa tersenyum, "Wah, jadi sayuran ini kamu yang tanam?"Lelaki itu tersenyum sambil mengangguk, "Namaku Fajar Swara. Panggil saja Fajar. Namamu siapa?""Oh, aku Puspa." Puspa langsung membalas jabatan tangan itu dan tersenyum. "Aku lihat semua sayurannya segar, kamu penanam yang hebat." Pujinya, membuat lelaki bernama Fajar itu terkejut sejenak.Ini karena sangat jarang perempuan menghargai pekerjaannya sebagai pencinta berkebun. Fajar seakan-akan mendedikasikan dirinya untuk menanam segala jenis sayuran bersama keluarganya. Tak banyak yang tahu, tetapi kalian har

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 123

    Puspa melongo, tidak menyangka jika pujian secara acak yang disampaikan itu berhasil menyentuh hati orang lain.Puspa tersenyum, "Bukan apa-apa, aku memang berpikir bahwa berkebun itu keren. Jangan pikirkan omongan orang. Jadi diri sendiri akan jauh lebih menyenangkan.""Hmm," gumam Fajar, kemudian mereka berjalan beriringan melewati jalan setapak kecil mengarah ke tengah sawah."Astaga, Puspa! Ibuk kira kamu kemana!" Baru saja mereka sampai di halaman rumah itu, Elisha langsung berhamburan keluar dengan ekspresi khawatir di wajahnya. Puspa yang sudah tahu ibunya khawatir dia kabur, hanya mencoba memasang wajah lucu."Ibuk ini ada-ada saja, lihat, belanjaan Puspa sangat banyak. Tentu saja memakan waktu lama. Ini bahkan dapat tumpangan gratis dari yang punya toko. Kalau tidak, Puspa sampai rumahnya besok."Elisha menghela napas, kemudian menatap Fajar yang tampan penuh makna. "Terimakasih ya, nak." Ucapnya sambil menatap dalam-dalam wajah pemuda itu.Seketika itu juga, Elisha langsung

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 124

    "Bagaimana keadaannya?" Tanya Batari kepada dokter lelaki yang baru saja selesai memeriksa keadaan Hakam.Dokter itu tersenyum, "Tidak apa-apa. Hanya syok berlebihan yang membuatnya lemas. Setelah bangun nanti, langsung siapkan air hangat untuk diminum. Juga, pastikan untuk tidak menanyakan hal yang bersangkutan dengan … kau tau, pemicunya."Dharma langsung paham, "Baik, kami tidak akan menanyakan hal apapun terkait dengan Puspa." "Itu bagus," Dokter itu menghela napas. "Ini adalah pertama kali aku melihatnya sampai seperti itu. Bukannya ini berarti perempuan itu sangat penting baginya?"Batari terdiam dengan wajah menyesal. Sementara Dharma juga ikut menghela napas. "Bukan sekadar kemungkinan. Itu fakta bahwa Puspa adalah wanita pertama yang dia suka. Jadi wajar reaksinya akan jadi seperti ini."Dokter lelaki itu kurang lebih sudah tau mengenai sifat orang-orang yang ada di keluarga ini. Termasuk Batari yang cukup pemilih dalam urusan pasangan Hakam. Dia bahkan juga tau jika pernika

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 125

    "Aku benar-benar berdosa," Batari menangis lagi. "Ini semua karena Zara—"Berhenti menyalahkan orang lain. Entah itu aku atau kamu, kita berdua sudah salah sejak awal. Tidak ada gunanya menyalahkan orang lain," potong Dharma dengan wajah tak senang."Aku tau, tapi Zara juga mengambil peran besar dalam keputusanku. Aku dulu selalu merasa bahwa tidak ada wanita sebaik dirinya, sehingga aku buta dan enggan melihat orang lain, enggan menyadari kesalahan yang sudah dia lakukan sejak menikah dengan Hakam.""Bagus kalau kamu sadar," Dharma mengangguk, "Tetapi tidak ada gunanya menyesalinya. Yang harus kita lakukan sekarang adalah meminta maaf pada Hakam dan membujuknya.""Aku tahu," Batari mengabaikan Dharma dan mulai fokus pada Hakam saja. Melihat sang istri seperti enggan bicara padanya, Dharma langsung pergi meninggalkannya dan berjalan menuju ruang tamu. Disana, Zara dan Hamun terlihat sedang bercengkrama hangat. "Apa yang kalian lakukan?" Tanyanya menatap cucu lelakinya dengan pandang

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 126

    "Papa!" Hamun begitu bersemangat dan langsung memeluk Hakam. "Hamun, jangan ganggu Papamu dulu," Dharma mengingatkan sambil menuntunnya untuk turun dari ranjang. Melihat sang putra yang hanya membuka mata tapi tidak mengatakan apapun, Dharma jadi sedikit khawatir. "Aku … haus," Hakam mengerutkan kening, kemudian duduk dan menyentuh lehernya.Zara yang juga ada disana langsung menuangkan air hangat kedalam gelas. Kemudian mendekati lelaki itu dan memberikannya pada Hakam.Hakam langsung meminumnya sampai tandas. Kemudian memijat pelipisnya sambil memejamkan mata."Kepalamu pusing? Biar Ibu pijat, ya?" Batari mendekat dan mengulurkan tangan. Tetapi Hakam langsung menepis tangan itu dan menatapnya dengan aneh. "Kepalaku tidak sakit, aku baik-baik saja." Hakam terlihat sangat pucat. Tetapi dia berpura-pura kuat di depan orangtua yang selalu membanggakannya.Dharma melihat Hakam dengan pandangan rumit. Dia tahu, anak itu akan selalu bersikap seperti ini ketika sedang sakit. Sejak kecil

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 127

    Siang harinya, Hakam sudah sedikit lebih hidup dibanding sebelumnya. Dia mau bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke halaman belakang rumah orang tuanya.Saat ini, Dharma yang melihat putranya duduk sendirian dibawah kursi kayu itu, berinisiatif datang mendekat."Apa yang kamu lakukan?" Tanyanya dan duduk tepat di sebelah Hakam.Hakam terkejut sesaat, kemudian menyesuaikan ekspresi wajah dah tersenyum. "Tidak ada. Anginnya terasa sejuk, siang ini tidak terlalu terik. Aku ingin berlama-lama disini.""Papa minta maaf," Dharma akhirnya berani mengatakan ini secara langsung. Dia meninggalkan ego dan gengsinya jauh di belakang. Yang dia inginkan hanyalah berdamai dengan sang putra dan menjadi orangtua bijak untuk semua anggota keluarganya.Hakam sendiri terkejut. Belum cukup dengan kalimat lembut yang dikatakan Dharma ketika dia baru bangun dari pingsan, kini permintaan maaf itu benar-benar keluar dari bibir lelaki yang seakan tidak pernah mengaku kalah. Ayahnya memiliki ego yang besar,

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 128

    Sudah satu minggu sejak Puspa datang ke desa ini. Dia sudah beradaptasi dengan cukup baik dan mengenal banyak orang baik disini. Termasuk Fajar Swara, yang begitu murah hati memberinya pekerjaan di toko sayurnya.Ya, tiga hari lalu, Puspa mulai mengeluh bosan lantaran tidak memiliki kegiatan apapun di rumah selain makan dan tidur. Dia berinisiatif datang ke warung Fajar dan menanyakan pekerjaan. Awalnya Puspa tidak berpikir untuk melamar kerja disana, dia hanya ingin bertanya dimana tempat yang sekiranya sedang membutuhkan pegawai baru.Namun, tanpa di duga-duga, Fajar malah menawarkan pekerjaan sebagai kasir sekaligus pengurus di warung sayurnya. Pagi ini hari ke empat Puspa bekerja disana, dia sudah siap dengan pakaian sopan. Kini sedang menguncir rambut di depan cermin dan memoles wajahnya dengan sedikit bedak. "Kamu kelihatan semangat," Elisha masuk kedalam kamar Puspa dan bertanya. Sejujurnya dia agak was-was, takut jika Puspa nanti pergi dari sisinya. Tetapi, ketika melihatnya

Bab terbaru

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 162 END

    Puspa berdiri di depan bangunan sederhana. Itu adalah rumahnya, rumah yang menjadi saksi pertumbuhannya dari kecil hingga dewasa. Hakam disamping Puspa, tangannya tidak pernah lepas menggenggam telapak halus itu. Hakam berkata dengan lembut, "Selamat datang." Hati Puspa bergetar mendengar ucapan itu. Matanya memerah dan ia berusaha keras menahan tangisannya agar tak pecah. "Hm, aku pulang." Balas Puspa dengan senyuman kecil. Keduanya berjalan bersamaan masuk kedalam rumah yang terasa begitu sunyi. Aroma familiar yang dejavu membuat Puspa berkhayal tentang sosok ibunya yang keluar dari dapur dan menyapanya dengan hangat. Aroma masakan sederhana itu jelas ia rindukan. Senyuman sang ibu yang menghangatkan kalbunya tentu saja membuatnya ingin menangis saat itu juga. "Tidak ada apa-apa disini." Puspa duduk di sofa dengan lemas. Ia menatap kosong ke depan, bingung harus kemana mencari sang ibu yang pergi tak berkabar. "Mungkinkah ibu benar-benar pergi meninggalkanku?" Hakam menghela n

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 161

    "APA YANG KALIAN LAKUKAN! LEPASKAN AKU! LEPASKAN!"Ketika Puspa datang bersama Hakam dan Fajar, suara teriakan yang familiar langsung menyerbu ketiga orang itu. Puspa berhenti di depan pintu masuk dan mengambil napas panjang. Sementara Fajar sudah masuk lebih dulu, Hakam ikut berhenti di samping Puspa dan memperhatikan ekspresi rumit dari wajahnya.Puspa jelas merasakan perasaan campur aduk dalam hatinya. Tuhan tahu betapa bencinya ia pada wanita yang ada di dalam sana. Semua kekacauan yang terjadi ada di sana penyebabnya, ia bahkan tidak tahu apakah bisa menahan emosi ketika nanti langsung berhadapan dengan Zara.Tangan Puspa yang terkepal di samping badannya tiba-tiba dilingkupi rasa hangat. Puspa menoleh ke samping dan mendapati senyuman hangat dari Hakam. Tangan besar lelaki itu memberi sebuah kenyamanan yang menenangkan hati. "Jika kamu tidak mau masuk, kita bisa menunggu di mobil saja." Saran Hakam lembut.Namun, Puspa dengan cepat menggeleng. "Aku akan masuk. Ini adalah waktu

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 160

    "Terima kasih sudah datang. Sampai jumpa lagi!" Puspa melambaikan tangannya dengan senyuman lebar. Hatinya benar-benar berbunga, ia merasa terharu berkat semua penggemar yang datang dan membuat harinya berwarna.Ketika Puspa berbalik dan hendak turun panggung, tiba-tiba ia mendengar sebuah teriakan lantang yang mengalahkan semua kericuhan yang ada. "PUSPA! AKU MENYAYANGIMU!" Hamun berteriak dengan putus asa. Urat-urat lehernya menonjol, matanya memerah dan ia sudah menangis sejak tadi. Anak itu benar-benar merindukan sosok Puspa. Ia juga merasa sedih dengan semua keadaan yang terjadi di antara mereka. Walau masih kecil, perasaannya tidak pernah salah, dan ia tidak bisa menahan perasaan sedih dalam hatinya lebih lama lagi.Mata Puspa bergetar dan ia langsung berbalik untuk mencari arah sumber suara. Semua orang tampak heran, terutama ketika melihat sang idola kembali ke tengah panggung dan mengedarkan pandangannya ke segala arah.Jantung Puspa berdetak sangat kencang, tangannya mengep

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 159

    "Apa yang sedang kamu pikirkan?" Tanya Fajar ketika melihat Puspa melamun sepanjang perjalanan. "Kalau kamu tidak keberatan, cerita saja denganku."Puspa tampak ragu, tetapi akhirnya menghela napas. "Entahlah, aku hanya ... hanya sedang memikirkan ibuku. Sampai sekarang kami tidak berkabar satu sama lain. Aku tidak tau dia dimana dan bagaimana keadaannya." Puspa akui ia merasa marah pada ibunya. Tetapi sekarang sudah reda, justru digantikan dengan rasa khawatir, karena ia tidak tahu bagaimana keadaan ibunya. Ia khawatir sesuatu terjadi padanya, mengingat bagaimana sifat licik dan jahatnya Zara."Kita akan segera bertemu dengannya. Tetapi sekarang, kamu fokuslah untuk acaramu sebentar lagi. Aku dengar dari tim yang berada di lokasi, penggemarmu yang datang tidak main-main. Mereka memenuhi semua kursi, bahkan ada yang rela berada di luar pembatas dan berdiri disana hanya untuk melihatmu.""Maaf," Puspa merasa kecewa pada dirinya sendiri. Ia harus menyadari posisinya saat ini. Ia sudah m

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 158

    Untunglah, Puspa tidak kehabisan akal. Ia dengan sekuat tenaga mengarahkan tangannya ke selangkangan Anton dan meremas benda itu dengan kekuatan penuh. Anton sontak berteriak kesakitan dan mundur beberapa langkah. Puspa pun memanfaatkan kesempatan yang ada dan berlari sekuat tenaga, mencoba menghindari Anton yang berusaha mengikutinya dengan pistol hitam di tangannya. Dia berharap bisa menemukan tempat bersembunyi atau bantuan dari orang lain, tetapi jalanan sepi dan redup. Anton semakin mendekat, dan Puspa merasakan nafasnya terengah-engah. Dia tahu dia tidak akan bisa bertahan lama. Dia hanya berharap Fajar dan para polisi segera datang membantunya.Tiba-tiba, Anton menarik pelatuk dan sebuah peluru bersiul di udara. Puspa menjerit dan terjatuh, merasa darah mengucur dari lengannya. Dia melihat Anton tersenyum sinis dan mendekatinya dengan langkah pasti. Pistol hitam itu kini menempel di dahi Puspa, dan dia merasakan keringat dingin membasahi wajahnya. Dia menutup mata, menunggu det

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 157

    Setelah semua kentang pesanan itu dimasukkan, mobil melaju menuju desa sebelah. Puspa deg-degan setengah mati, terutama ketika mobil mulai memasuki area jalanan sepi yang di kanan dan kirinya hanya ada pohon jati. Ini adalah daerah perbatasan desa, setelah melewati jalanan ini mereka akan sampai di tempat tujuan. Puspa sesekali melirik ke belakang, berharap melihat ada kendaraan lain. Sayangnya, hanya ada mereka di sana, jalanan begitu sepi, tidak ada kendaraan sama sekali kecuali mobil yang mereka tumpangi. Puspa menelan ludah, bersiap-siap memberi perlawanan sekuat tenaga apabila Anton tiba-tiba menyerangnya. Terutama karena dia tidak melihat ada pihak polisi yang memantau sama sekali. Ia bahkan tidak yakin mereka ada di belakang sana untuk menjaganya. "Kenapa Mbak?" Tanya Anton ketika melihat Puspa gelisah. Puspa tersentak dan menyadari kebodohannya. Ia baru menyadari gelagatnya yang terlalu kentara akibat rasa takut berlebihan dalam hatinya. "Enggak ada," Puspa tersenyum kaku,

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 156

    Puspa dan kedua orangtua Fajar bergegas ke kantor polisi. Mobil hitam itu melesat kencang menuju kantor polisi terdekat. Mereka hanya bisa berharap pihak kepolisian bisa dengan mudah membantu rencana mereka."Ada yang bisa kami bantu?" Tanya salah seorang polisi kepada ketiga orang itu.Puspa mengangguk, "Ini sangat mendesak. Saya harap bapak mau mendengarkan."Pak polisi mengangguk, kemudian mendengarkan dengan seksama laporan dari ketiga orang di depannya. Begitu mereka selesai menjelaskan, ia terkejut. Terutama ketika ia mendengar rekaman yang baru saja di putar."Apa rekaman ini asli?" Tanya polisi itu.Kali ini, ibu fajar mengangguk. Ia langsung menjelaskan secara lebih rinci tentang permasalahan yang mereka hadapi. Sementara itu, Puspa merasa semakin gelisah. Telapak tangannya berkeringat, pikirannya kacau. Berada di kantor polisi tidak membuatnya merasa tenang sama sekali.Ia takut hal ini akan membawa keluarga Fajar berada dalam masalah. Tetapi masalahnya, ia juga tidak yakin

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 155

    Setelah Anton kembali, Fajar berbasa-basi sejenak, kemudian berpamitan dan langsung pergi ke studio untuk berdiskusi dengan Puspa."Apa? Kenapa?" Puspa kebingungan ketika Fajar tiba-tiba datang dengan ekspresi aneh. Dia langsung menutup pintu rapat-rapat dan membawa Puspa duduk di atas sofa.Fajar terdiam sejenak, terlihat ragu untuk mengatakan sesuatu. "Itu ...""Apa? Apa yang itu?" Puspa mengerutkan kening."Ada hal penting yang harus aku katakan. Tapi ... ""Jangan buat aku penasaran!" Puspa yang tidak tahan, reflek memukul pundak Fajar.Fajar langsung duduk tegap, kemudian agak takut melihat ekspresi yang dipasang oleh Puspa saat ini. Setelah menarik napas panjang, ia akhirnya berani membuka mulutnya."Aku tidak yakin bisa mengatakannya, sebaiknya kamu mendengarnya secara langsung." Fajar langsung memasangkan earphone ke telinga Puspa dan memutar rekaman yang baru saja ia dapatkan.Puspa awalnya bingung, karena tidak ada suara apapun selama beberapa saat. Itu karena Fajar sedang m

  • Rentenir Duda Itu Suamiku   BAB 154

    "Aku sudah curiga sejak awal, tapi masih terasa sakit mendengarnya langsung dari orang lain." Puspa mengusap air mata di pipinya. Dia masih tidak menyangka jika sang ibu tega melakukan hal jahat demi uang."Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Apalagi ibumu bukan ibu kandung, kan? Bukan maksudku menjelek-jelekkan ibumu. Tetapi itu mungkin karena kalian berdua tidak memiliki ikatan darah."Puspa tidak setuju, "Seharusnya lebih daripada itu. Jika memang hanya karena alasan hubungan darah, sejak kecil aku tidak mungkin mendapat kasih sayang darinya. Ini pasti ada alasan lain mengapa Ibuk mau bekerja sama dengan Zara. Mungkin Zara mengancamnya.""Mengancam dengan apa?" Tanya Fajar penasaran.Puspa menggeleng, "Aku juga belum tahu, tetapi akan segera aku caritahu kebenarannya.""Tetapi kamu akan sibuk akhir-akhir ini. Bagaimana mungkin kamu punya waktu untuk menyelidiki sesuatu yang jauh disana?""Entahlah," Puspa tertawa, "Aku yakin pasti ada jalan jika memang takdirku mengatakan ha

DMCA.com Protection Status