Hilma yang berada di bawah kungkungan tubuhku ini menggeleng. Tangannya terulur menyentuh kedua pipiku dan menangkupnya."Kamu tidak sedang bermimpi, Yud. Ini ... nyata. Apa kamu tidak bisa membedakan mana kenyataan mana hanya mimpi?" ucapnya lembut.Kuraih tangan kanannya di pipiku, lalu menciumi telapak tangannya yang mulus. "Ini ... terlalu indah."Hilma tersenyum tipis. "Kamu ... berhak atas diriku sebagai seorang istri. Aku ridho atas apa yang akan kamu ambil dariku malam ini, Yud."Hatiku bergetar hebat. Ternyata semua memang hanya soal waktu. Tak hentinya aku menciumi tangan Hilma. "Boleh aku meminta sesuatu, sebelum kita menunaikan ibadah kita malam ini?""Ya, apa?""Panggil aku Honey, Beib, Darling, atau apalah, jangan cuma Yud." Aku merengek pada Hilma.Perempuan berparas teduh ini tertawa kecil. "Apalah arti dari sebuah panggilan?" Hilma bertanya sekenanya."Emm, bagiku tentu sangat berarti.""Begitu?""Hu'um.""Ya sudah, emmm ...." Hilma nampak seperti berpikir."Aku akan
Terakhir Diperbarui : 2023-02-23 Baca selengkapnya