Home / Horor / Mayat di Atas Ranjang / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Mayat di Atas Ranjang: Chapter 61 - Chapter 70

84 Chapters

61. Dilema

Jawaban Andaru membuat Karmila seketika menjadi lemas. Sebenarnya dia sudah bisa menebak apa yang sedang terjadi. Udara yang dia hirup di sekitarnya membawakan desau ramalan, prasangka, bukan berita baik, pastinya. Namun batinnya seakan-akan tidak mau tahu, tidak mau mendengar berita itu. Karmila menyingkirkan semua pikiran negatif itu jauh-jauh dari dalam benaknya, berusaha untuk pura-pura tidak tahu, tidak percaya.Sebuah kenyataan, kebenaran, tidak pernah ambil pusing apakah keberadaannya diyakini atau tidak. Meski sejuta manusia menyangkalnya, apa yang terjadi, tetaplah terjadi. Sekeras apa pun seseorang berusaha menutupinya atau bahkan lari darinya, kenyataan tetap mengejar, meninggalkan rasa getir.“Jadi saat kita sedang bercakap-cakap begini, di luar sana Dirga dan Ibu memanen nyawa manusia? Membunuhi mereka demi kelangsungan hidupmu, Ayah?” Karmila nyaris tersedak menahan tawa saat mengatakan demikian. Ironi ganjil yang lucu, lelucon! Kelangsungan hidup siapa yang sedang berus
last updateLast Updated : 2023-04-28
Read more

62. Pencekik

Andaru terkekeh-kekeh. “Kamu sudah memutuskan hal yang benar, putriku, sesuai dengan harapanku.”“Hah? A-apa maksud Ayah?” Karmila cepat-cepat menghapus air mata yang meleleh di pipinya.Andaru mengangkat tangannya yang menggenggam kunci motor milik Dirga. “Pergilah! Aku berharap kamu bisa mencegah mereka.” Setelah bicara begitu Andaru melemparkan kunci motor itu ke arah Karmila.Karmila dengan cepat menangkap kuncinya. Dia masih tidak percaya jika Andaru berpihak pada dirinya. “T-tapi bagaimana dengan Ayah? Apa yang akan terjadi kepada Ayah? Ayah akan menghilang?”“Jangan khawatirkan aku. Aku bisa bertahan jika dibutuhkan. Aku janji, aku tidak akan menghilang begitu saja. Saat-saat terakhirku pastilah ada di dalam pelukanmu. Pergilah! Waktumu tidak banyak. Aku hanya bisa berharap semua akan baik-baik saja. Ah, aku percaya kamu akan baik-baik saja. Kamu adalah putriku, putri Kandita dan Andaru, tidak ada yang akan bisa melukaimu dengan mudah.”Karmila mengangguk mantap, terharu oleh d
last updateLast Updated : 2023-04-29
Read more

63. Pembantaian

Karmila mengabaikan keselamatannya sendiri. Dia memacu motornya kencang-kencang menuju rumah sakit jiwa tempat Nurlaila dirawat. Batinnya tidak tenang sampai dia berhasil bertemu Nurlaila dan memastikan keselamatan perempuan paruh baya yang sudah dianggapnya ibu itu. Berbeda dari ibunya sendiri, Kandita, Karmila justru lebih dapat merasakan kehangatan seorang ibu dari Nurlaila, meski perempuan itu setengah tidak waras.Lampu-lampu ibu kota terlihat semakin terang saat Karmila sudah berada di jalan raya, tanda kalau dia sudah semakin dekat dengan tujuan. Dadanya berdegub kencang, itu adalah pertama kalinya dia mengendarai motor sendirian begitu jauhnya dari villa. Dia tidak mempunyai SIM, tidak membawa STNK, setiap kali melihat petugas polisi lalu lintas, Karmila mengingatkan dirinya sendiri untuk memelankan laju motor. Dia sadar tidak punya waktu untuk disia-siakan guna meladeni para penegak hukum.“Semoga Dirga belum melakukan apa-apa!” Karmila berdoa.Setengah jam terasa bagai satu
last updateLast Updated : 2023-04-30
Read more

64. Tragedi

Bukan hanya Karmila yang mendengar suara lengkingan itu, tetapi beberapa perawat yang ada di sana juga. Tanpa menunggu-nunggu lagi, mereka bergegas ke sumber suara, berduyun-duyun, tergopoh-gopoh, mereka semua datang ke sana.Suara jeritan itu berasal dari bangsal perawatan yang dihuni enam pasien perempuan. Pintunya dikunci dari luar, seorang perawat yang berjaga di depannya tergeletak jatuh di bawah bangku. Salah seorang petugas dan dokter jaga memeriksanya, terkejut begitu mengetahui perawat itu ternyata sudah meninggal dunia.“Innalillah!” Seorang perawat perempuan tak kuasa berteriak histeris melihat kematian tiba-tiba rekan sejawatnya.“Cepat! Buka pintunya!” Karmila berseru.Sementara itu dari balik pintu bangsal, jeritan terus membahana. Jerit ketakutan yang tak putus-putus.Dengan tangan gemetar, salah seorang perawat membuka kunci pintu bangsal. Saat pintu terbuka, pemandangan yang ada di dalamnya seketika membuatnya lupa bernapas. “Astaga! Ini bencana!”Karmila refleks maju
last updateLast Updated : 2023-05-03
Read more

65. Hilang

Perawat yang berjalan di sisi Karmila kontan menengok ke arah Karmila. “Apa iya? Pembunuhnya masih di sini? Apa menurut Mbak, pembunuhnya orang luar?” tanyanya dengan wajah pias.Karmila diam sejenak, sambil balik menatap si perawat, menimbang-nimbang, apakah perawat itu akan memercayai kata-katanya. “Ah, kita serahkan saja penyelidikannya kepada polisi,” pungkasnya. Karmila tidak mau ambil risiko yang tidak perlu. Tidak ada gunanya dia koar-koar mengatakan kalau dia tahu siapakah yang paling mungkin menjadi pelakunya dan apa motifnya.Sepanjang perjalanan mereka menuju aula, mata Karmila awas memerhatikan sekeliling, tidak hanya mata fisiknya, tetapi juga mata batinnya. Dia tidak boleh melewatkan sedikit saja pertanda akan keberadaan Dirga.Tidak ada apa-apa yang mencurigakan. Karmila tidak mencium apalagi melihat adanya kekuatan hitam atau energi kegelapan apa pun di sekitarnya. “Apa mungkin Dirga sudah pergi dari tempat ini?’ tanyanya dalam hati.Tak lama kemudian perawat itu berhe
last updateLast Updated : 2023-05-04
Read more

66. Gaduh

Ruangan gaduh gelisah tidak sulit ditemukan oleh Karmila. Seperti yang dikatakan perawat itu, ada plang nama besar-besar di atas pintunya. Pintunya sendiri tertutup, tetapi tidak terkunci, Karmila dapat leluasa membukanya.Ruangan itu kosong, tidak ada siapa-siapa. Kening Karmila mengernyit, saat dia masih berada di luar pintunya, dia merasakan ada energi yang tidak biasa mengalir keluar dari dalam ruangan itu. Dan, justru itulah yang membuat Karmila yakin ada sesuatu yang ada di dalam sana, sesuatu yang dicarinya.“Enggak mungkin! Aku masih bisa merasakan energi itu berputar-putar memenuhi ruangan ini. Wujudnya memang enggak ada, tapi apa yang kurasakan ini sungguh bukan khayalanku semata.” Karmila bergumam sambil berjalan perlahan-lahan mengelilingi seisi ruangan itu, meneliti apakah ada sesuatu yang mencurigakan, pergerakan sekecil apa pun.Setelah beberapa menit lamanya dia hanya berputar-putar tanpa menemukan sesuatu, Karmila berhenti tetapi tidak menyerah. Dia mulai berpikir bah
last updateLast Updated : 2023-05-05
Read more

67. Pengkhianat

Dirga tidak bisa membantah kata-kata Karmila. Dia tersentak, semua ucapan Karmila menamparnya.“Apa-apaan ini!” gerutu Dirga.Karmila bisa jadi benar. Hidupnya sendiri tidak ada yang bisa diharapkan lagi. Dia sudah kehilangan keluarga satu-satunya, adik perempuannya tersayang. Sementara perempuan yang dipujanya, Kandita, tidak pernah menganggapnya setara dan memperlakukannya sebagai pelayan. Hanya Karmila seorang yang dia harapkan. Tetapi, setelah Karmila tahu semua kebusukannya, semua kejahatannya, tak sanggup Dirga untuk menatap wajah Karmila.“Belum terlambat, Dirga. Bertobatlah!” desis Karmila.Sosok Dirga yang berupa bayangan semakin lama semakin mengabur. Dirga menggelengkan kepala, berkata dengan penuh kepiluan, “Aku sudah terlalu jauh, Karmila, sudah enggak ada jalan kembali.”“Tunggu! Kalau begitu, Mama Nurlaila, ibunya Bang Hendi, di mana dia? Apa yang kau lakukan kepadanya? Aku enggak akan memaafkanmu kalau kau menyentuh Mama atau Bang Hendi meski sedikit saja.”Dirga terse
last updateLast Updated : 2023-05-07
Read more

68. Gairah

Karmila menggeleng. “Enggak ada Mama di sini. Mama mungkin ketakutan, lantas pergi dari sini. Saya akan mencarinya, jangan-jangan Mama pulang sendiri ke rumah.”Karmila beranjak ingin pergi. Sudah tidak ada lagi yang harus dikerjakannya di rumah sakit jiwa itu. Dirga sudah mundur, sementara yang dicarinya, Nurlaila, juga tidak ada di sana. Tapi Karmila merasa lega karena setidaknya Nurlaila selamat.“Tunggu sebentar, jangan pergi dulu!” Si perawat itu mencegah Karmila. “Saya harus membawa Mbak bertemu dengan petugas dari kepolisian terlebih dahulu. Ada beberapa pertanyaan yang harus Mbak jawab sebagai saksi.”“Tapi, saya harus segera menemukan Mama. Bukankah itu lebih penting daripada menjawab pertanyaan polisi? Soalnya, kan, Mas tahu sendiri kalau saya juga sama enggak tahunya dengan Mas.” Karmila menolak. Kakinya bergerak-gerak gelisah seperti ingin terbang dari tempat itu. Dia harus segera bertemu dengan Nurlaila. Setelah dia bisa bicara dengannya, barulah hatinya akan merasa tenan
last updateLast Updated : 2023-05-08
Read more

69. Luka

Sembilan jiwa, sembilan darah yang berhasil dikumpulkan Dirga segera dipersembahkan untuk kebangkitan Andaru. Saat Kandita dan Dirga kembali ke villa untuk melakukan ritual persembahan itu, Andaru sudah tergeletak lemah di lantai. Napasnya kembang kempis, raganya hampir luruh.“Tidaaak! Andaru!” Kandita berseru sambil tergopoh-gopoh lari menghampiri Andaru.Andaru membuka matanya. Di antara desah napasnya yang tesenggal-senggal, dia berkata, “Bebaskan jiwaku, Kandita, aku mohon kepadamu.”“Tidak! Kamu tidak akan mati tanpa seizinku, Andaru.” Kandita bersikeras. “Aku datang membawa darah segar untukmu. Seharusnya ini cukup untuk menyempurnakan kebangkitanmu.”Dirga hanya diam, berdiri, melihat pasangan kekasih itu. “Andai aku yang tergeletak seperti itu, akankah kau memperlakukanku dengan sama?” batinnya bertanya-tanya.“Dirga! Bantu aku, cepat!” Kandita menoleh ke Dirga, memberinya isyarat untuk membantunya memindahkan Andaru ke kamar rahasianya.Ogah-ogahan, Dirga membopong Andaru. K
last updateLast Updated : 2023-05-09
Read more

70. Tunangan

“Mama, enggak apa-apa. Ini luka kecil, aku enggak apa-apa. Tenang, Mama. Ada aku di sini, Mama enggak sendirian.” Karmila memeluk Nurlaila sambil berbisik sambil mengelus-elus punggungnya berusaha menenangkannya. “Bang Hendi masih hidup. Kita masih punya banyak kesempatan untuk menolongnya keluar dari koma. Kita akan cari jalan keluarnya bersama-sama.”Karmila juga mengerahkan tenaga dalamnya untuk menetralisir kegelapan yang tengah menggelayut di dalam benak Nurlaila. Kegelapan yang datang dari emosi-emosi terpendamnya, tersulut keluar karena tragedi di rumah sakit jiwa.“Karmila? Apa yang sudah aku lakukan kepadamu? Dulu aku membuat Hendi, putraku sendiri jatuh ke dalam keadaan koma, sekarang aku membuat wajah cantikmu jadi rusak. Ya, Tuhan, akulah pembawa petaka! Seharusnya aku yang terluka, seharusnya aku yang menderita, mati!” Nurlaila menangis di dalam pelukan hangat Karmila.“Mama, ini bukan lagi waktunya menangisi takdir atau menyalahkan diri sendiri. Bang Hendi menunggu bantu
last updateLast Updated : 2023-05-10
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status