Kandita tidak bisa memahami cinta manusia, yang dia tahu hanyalah dia tidak ingin ayahnya Karmila, Andaru, tetap dalam keadaan seperti itu, kering kerontang, bagai ranting. Mati.“Dia sudah lama mati. Buat apa lagi?” Dirga bertanya, tidak mengerti, meski secuil kecemburuan pelan-pelan menggerogoti batinnya, dan berteriak di dalam kepalanya, “Bagaimana bisa aku bersaing dengan orang mati?”“Hanya butuh sedikit darah lagi, maka Andaru akan bangun.” Kandita menjentikkan jari, sebuah cawan kecil muncul dari ketiadaan, cawan berisi cairan lengket, anyir, berwarna merah pekat.“Andaru, jadi itu nama suamimu? Ah, mantan!” Dahi Dirga mengernyit. “Lalu cawan yang ada di tanganmu itu. Apakah itu darah? Darah siapa?” Dirga tetap bertanya meski yakin cawan itu tidak berisi minuman biasa atau sekadar anggur. Tidak ada yang biasa-biasa saja dalam hidup atau pun diri Kandita.Kandita tersenyum penuh rahasia. “Kamu pikir untuk apa aku susah payah dan mau repot-repot melatihmu ilmu kanuragan, menurunk
Terakhir Diperbarui : 2023-03-17 Baca selengkapnya