Semua Bab Saat Istri Tak Lagi Cantik: Bab 51 - Bab 60

77 Bab

51. Muka Dua

"Yakin Mbak ikhlas?" Tanya Mas Rasyid penuh selidik.Aku hanya terdiam, tak sanggup menjawab. Sebenarnya tanpa ditanya pun mungkin orang sudah tahu kalau hatiku tak ikhlas dimadu. Tapi apa boleh buat? Aku terlalu takut pisah dari Mas Damar.Mas Rasyid menatapku penuh arti, seolah tahu apa yang ada di dalam hatiku."Kalau tak ikhlas, kenapa Mbak bertahan?" Tanyanya makin kepo. "Aku terlalu takut pisah dari Mas Damar, Mas," jawabku dengan pandangan menerawang."Kenapa begitu? Apa Mbak sangat mencintainya?"Aku menggeleng lemah."Ada sesuatu yang memberatkanku untuk berpisah darinya, Mas."Hanya itu jawaban yang dapat kuberikan untuk Mas Rasyid. Ia yang seolah paham bahwa aku tak ingin membahasnya pun langsung terdiam.Braak!Kami yang sedang saling diam langsung terlonjak kaget saat pintu kamar dibuka dengan keras. Dan di ambang pintu tersebut sudah muncul Mas Damar dengan raut wajah merah padam menahan amarah."Oh, begini rupanya kelakuanmu ya? Enak-enakan berduaan dengan lelaki lain,
Baca selengkapnya

52. Bubur Basi

"Bella, kamu ngapain lagi balik ke sini sih?" Pembicaraan kami terhenti saat tiba-tiba Mas Damar muncul kembali di ambang pintu. Ia menatap ke arahku dan Bella dengan raut tak suka."Aku cuma kasihan sama Rasti, Mas, dia pasti kesepian sendirian begini," sahut Bella kembali berlemah lembut. Membuat aku ingin muntah. Ternyata benar-benar wanita di hadapanku ini adalah wanita bermuka dua. Ia hanya bersikap lembut saat ada Mas Damar saja. Tapi harusnya aku paham itu, karena rata-rata begitulah sifat seorang madu."Aku sudah bilang, aku bisa sendiri dan sedang ingin sendiri. Kenapa kalian harus datang lagi kemari?" Ucapku sembari menatap mereka dengan datar."Hei, dasar tak tahu terima kasih kau! Harusnya kau berterima kasih dengan Bella yang selalu perhatian. Ini malah begini sambutanmu padanya!" Sentak Mas Damar kembali membela Bella."Terserah Mas lah! Yang penting aku ingin sendiri. Jadi lebih baik kalian pergi. Lagipula besok juga paling aku sudah pulang, seperti keinginanmu kan, B
Baca selengkapnya

53. Perlakuan Bella

"Kasihan Rasti dong, Mas. Dia juga perlu istirahat lho," ujar Bella membuat aku ingin sekali menonjok wajahnya yang dimanis-maniskan itu."Kamu jangan terlalu baik juga, Sayang. Nanti dia ngelunjak."Dadaku sesak kembali mendengar penuturan Mas Damar. Aku memilih mengabaikan mereka, dan menyibukkan diri memasak bubur yang baru untuk Ibu.Entah apa lagi lah yang suami-istri itu perbincangkan. Mungkin lebih baik aku tak perlu tahu, dari pada harus sakit hati mendengar kemesraan mereka.Tak perlu menunggu lama, bubur untuk Ibu pun matang. Aku langsung membawanya ke kamar hendak menyuapinya kembali.Bella sudah tak terlihat lagi di luar kamar. Mungkin ia sudah selesai video call dengan Mas Damar."Makan lagi ya, Bu? Aku sudah buat bubur yang baru," tawarku pada Ibu yang terlihat begitu menderita di atas ranjangnya. Membuat aku begitu iba.Ibu hanya mengangguk samar menanggapi tawaranku. Perlahan, aku menyuapi Ibu yang terlihat begitu lahap kini. Membuat air mataku menetes mengingat soal b
Baca selengkapnya

54. Nafkah Yang Dirampas

Tanpa memperdulikan raut kecewa yang terpampang di wajahku, Mas Damar keluar begitu saja sembari menggandeng Bella yang terlihat begitu cantik dengan riasan tipis di wajahnya.Siapapun yang melihat Bella sekilas, pasti tak menyangka bahwa wanita itu punya sifat yang kejam.Setelah kepergian mereka, aku memilih masuk ke kamar Ibu dan mengurusi beliau.Selesai mengurus Ibu, aku lanjut ke aktivitas seperti hari-hari biasanya, memasak dan mengurus rumah.Tengah sibuk menjemur pakaian, aku dibuat heran saat sebuah mobil berhenti di depan rumah Ibu. Itu bukan mobil Mas Damar, dan tak mungkin juga Mas Damar yang baru saja berangkat sudah pulang lagi.Kutinggalkan begitu saja pakaian yang belum selesai kujemur itu. Lalu beralih ke arah mobil tersebut.Lagi-lagi aku dibuat terkejut saat melihat Mas Danis dan perawat yang waktu itu menjaganya turun dari mobil tersebut.Mas Danis terlihat terhuyung turun dari mobil, wajahnya pun begitu pucat. Dengan sigap, aku menyongsong mereka dan ikut membant
Baca selengkapnya

55. Fitnah Sang Madu

"Oh ya, jatah Ibu untuk terapi dan yang lainnya juga sudah aku berikan pada Bella ya," ujarnya lagi pada Ibu.Raut wajah Ibu langsung berubah, seolah tak setuju dengan keputusan Mas Damar. Melihat itu, Mas Damar pun langsung peka dan mencecar Ibu."Kenapa, Bu? Ibu gak terima?" Tanyanya angkuh."Harusnya Ibu bersyukur, aku selalu memberi nafkah ke Ibu dengan begitu melimpah. Jadi sekarang biarkan Bella dululah yang merasakan bahagia bersamaku. Ibu kan sudah puas selama ini dapat nafkah yang lebih-lebih dari aku dan Mas Danis--.""Damar, cukup!" Mas Danis yang sudah tak tahan lagi pun membentak Mas Damar yang terus saja mencerocos."Apa, Mas? Apa aku salah? Enggak kan? Memang selama ini kenyataannya begitu kan? Rumah tangga kita hancur karena apa kalau bukan karena Ibu? Karena Ibu yang selalu mengatur jatah uang untuk istri-istri kita. Harusnya Mas sadar itu!" Sahut Mas Damar dengan nada yang tak kalah tinggi.Ibu yang mendengar perdebatan dua putranya itu langsung menangis tergugu. Mun
Baca selengkapnya

56. Gagal Terapi

"Astaghfirullah, Mas ... Itu gak benar. Aku berani sumpah kalau Bella memang hanya memberiku uang seratus ribu," bantahku tak terima dengan segala tuduhan Bella."Ya, itu benar, Mar. Mas sendirilah yang menyaksikan kalau Bella memberi Rasti uang segitu. Bahkan Mas yang tambahin uang belanja untuk Rasti, karena kasihan liat Rasti yang kebingungan dengan uang belanja yang begitu minim itu." Mas Danis tiba-tiba keluar dari kamar dan menimpali perkataanku.Mas Damar terlihat dilema saat ini. Ia pasti bingung harus percaya yang mana. Satu lawan dua orang, tentu lebih bisa dipercaya yang dua orang. Tapi itu sepertinya tak berlaku untuk Mas Damar, yang langsung iba saat melihat Bella berurai air mata dan sesenggukan."Aku tahu kalian tak suka denganku. Tapi tolong jangan seperti ini. Aku tahu dan mendengar pembicaraan kalian tadi pagi saat bersekongkol ingin mencatut uang belanja itu lho," lirih Bella dengan perkataan penuh dusta.Aku dan Mas Danis yang mendengarnya langsung menggretakkan g
Baca selengkapnya

57. Kehidupan Asli Bella

POV Bella"Terus kamu mau apa? Mau ngadu ke Mas Damar?" Tantangku dengan menatap Rasti penuh intimidasi.Ya, aku sama sekali tak khawatir atau pun takut jika Rasti mengadu yang tidak-tidak ke Mas Damar. Aku ini wanita cerdik. Sudah pasti punya rencana terlebih dahulu sebelum menjalankan misi.Rasti yang melihat tak ada ketakutan di wajahku langsung berlalu begitu saja dengan kesal. Rasain! Enak saja mau minta uang untuk biaya terapi Ibu. Dikira aku akan dengan sukarela memberi gitu? No way! Malah lebih baik Ibu cepat mati saja, agar perhatian Mas Damar hanya untukku. Aku masuk kembali ke kamar, lalu meraih ponsel di atas kasur yang tadi sedang kugunakan untuk merekam video hot-ku. Ya, sebenarnya selama ini aku sering menghabiskan waktu di kamar selama Mas Damar kerja, karena aku sibuk membuat video hot yang nantinya akan kujual dengan harga mahal.Kebetulan sebelum aku menikah dengan Mas Damar, ada seorang mantan pelangganku dulu yang sekarang berdomisli di luar negeri, menawariku
Baca selengkapnya

58. Fitnah Untuk Danis

Aku tersenyum penuh arti menanggapi perkataan Dewa."Ayo! Tapi jangan kasar-kasar. Aku sedang hamil."Ia langsung tertegun mendengar penuturanku."Kamu hamil? Hamil anak siapa?" Aku berdecak kesal melihat Dewa yang jadi kepo."Ya anak suamiku lah!" Jawabku dengan wajah yang langsung ditekuk."Oh, ya maaf. Aku kira kamu hamil gak tau bapaknya. Hahaha."Aku memukul keras lengan Dewa yang masih tertawa terbahak mengejekku itu. Kenyataan soal aku tak tahu anak siapa yang kukandung ini, cukup aku saja yang tahu. Aku tak ingin membeberkan hal seperti ini pada satu pun orang, walaupun itu orang yang tak kenal dengan Mas Damar."Tapi, Bell ... Kamu masih melayani orang lain saat sedang hamil begini, memangnya tak takut tertular PMS?" Selidik dewa."Ya aku gak bodoh lah, Wa. Aku pasti minta mereka pakai pengaman.""Waduh! Aku lupa bawa pengaman nih, gimana dong?" Aku berdecak kesal melihat kelakuan Dewa. Dasar cuma modusnya saja itu. Padahal ia hanya pura-pura lupa."Ya sudahlah! Kamu kan pe
Baca selengkapnya

59. Budak Cinta

Wajah-wajah mereka terlihat terkejut begitu mendengar perkataanku, tak terkecuali Rasti yang baru saja hendak masuk kamar."Bell! Maksud kamu apa? Jangan mengada-ngada hanya karena takut kedokmu terbongkar ya!" Mas Danis terlihat emosi seraya menudingku."Kedok apa maksud, Mas? Memangnya aku punya kedok apa, Mas? Bukannya kalianlah yang selama ini merencanakan sesuatu yang jahat di belakangku dan Mas Damar?" Aku berucap dengan terus berurai air mata."Tunggu, tunggu! Maksud kamu tadi apa, Bell, bilang kalau Mas Damar mengajak kamu berhubungan? Apa dia pernah melecehkan kamu?" Tanya Mas Damar sembari meraih kedua bahuku dan menatapku lekat.Sekilas aku dapat melihat ada kilat kemarahan di bola matanya. Ya, suami mana juga yang tak marah jika mendengar istrinya dilecehkan? Bahkan yang kulihat di berita, seorang aparat negara saja pun bisa menghabisi nyawa orang yang tertuduh melecehkan istrinya. Apalah lagi Mas Damar yang hanya orang biasa.Aku hanya mengangguk lemah menjawab pertanyaan
Baca selengkapnya

60. Pembantu Berstatus Istri

Masih POV Bella.Mas Damar langsung melepaskan pelukannya dari tubuhku dengan wajah yang terlihat begitu kesal.Ia langsung beralih menuju pintu untuk menyahut panggilan dari Rasti yang semakin keras itu."Ada apalagi sih, Ras? Aku capek, mau istirahat!" Sahut Mas Damar dengan ketus.Terlihat Rasti sedikit melirik ke arahku melalui celah pintu yang dibuka Mas Damar. Tentu dengan sengaja pula aku tak membetulkan pakaian yang sempat tersingkap karena permainan Mas Damar tadi.Ya, hitung-hitung memanas-manasi madu. Supaya ia lebih sadar diri dengan posisinya. Walaupun istri pertama, tapi tetap saja tak pernah dilirik oleh Mas Damar."Tolong Mas Danis, Mas. Dia pingsan di kamar Ibu," ujar Rasti terdengar begitu panik."Astaga, hanya gara-gara Mas Danis pingsan kau mengganggu waktu istirahatku, Ras?" Ucap Mas Damar terdengar kesal.Kupikir Mas Damar akan ikut panik dan langsung menolong kakaknya itu, tapi ternyata aku salah. Ia bahkan tak peduli lagi dengan apa yang terjadi pada kakaknya.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status